Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

hylariuswidyaAvatar border
TS
hylariuswidya
Boleh jadi, bawahan anda akan menjadi atasan anda pada suatu saat kelak..
Pernahkah anda mendengar seseorang mengatakan:" Boleh jadi, bawahan
anda akan menjadi atasan anda pada suatu saat kelak....". Tidak
banyak atasan yang menyadari kenyataan ini, sekaligus bersedia
menerima konsekuensi yang ditimbulkannya. Dan, lebih sedikit lagi
atasan yang bahkan dengan 'sengaja' melakukan 'sesuatu' untuk
membantu bawahannya menapak lebih tinggi dari dirinya sendiri.
Meskipun pada kenyataannya, ada banyak bukti bahwa para bawahan
cemerlang melejit karirnya hingga menjadi atasan bagi para mantan
atasannya. Apakah anda menemukan fenomena serupa ini dilingkungan
kerja anda?

"Gue resign aja deh...." begitu kata seorang teman. Dia lebih suka
pindah ke perusahaan lain daripada harus menjadi bawahan bagi orang
yang pernah menjadi bawahannya. Secara mental, dia tidak siap
menghadapi situasi terbalik seperti itu. Sulit menerimanya karena ada
ganjalan psikologis didalam dirinya. Dia dikuasai rasa gengsi. Merasa
diri lebih senior. Lebih superior. Dan rupanya, tidak sedikit orang
yang bersikap seperti itu.

Banyak orang yang mengatakan bahwa; promosi tidak dilakukan secara
transparan. Sarat dengan kolusi. Dilatarbelakangi diskrimanasi. Dan
penuh dengan perbenturan berbagai kepentingan. Akibatnya, orang
mendapatkan posisi lebih tinggi tanpa didukung oleh kemampuan yang
memadai. Sehingga;"berseliwe ranlah para `anak kemarin sore' dijajaran
manajer senior perusahaan". Mungkin betul begitu. Mungkin juga
sekedar alasan belaka. Tapi, konteks diskusi kita saat ini tidak
sedang membahas aspek itu. Jadi, mari kita fokuskan pembahasan kita
kepada kenyataan bahwa :"Boleh jadi, bawahan kita akan menjadi atasan
kita pada suatu saat kelak...." Let's accept the fact, and let's
deal with it.

Bagi kita, hal ini memiliki dua implikasi. Pertama; seandainya kita
adalah sang atasan itu. Bagaimana kita menghadapi kemungkinan seperti
itu? Kemungkinan ketika bawahan kita menjadi atasan bagi kita.
Mustahil? Tidak.

Maka, penting bagi kita untuk memiliki paradigma positif. Jika ada
bawahan yang memiliki kualitas dan kinerja yang lebih baik dari kita;
bukankah itu baik bagi kita maupun organisasi itu sendiri? Memang,
idealnya kita naik posisi terus menerus, sehingga setinggi apapun
bawahan kita naik; kita masih berada diatasnya. Namun, bukankah
didunia nyata tidak selalu terjadi hal sedemikian?

Mari cermati kalimat ini;"Guru yang baik bukanlah mereka yang mau
mengajarkan semua hal yang diketahuinya. Melainkan, mereka yang
bersedia membantu muridnya membuka tabir-tabir pengetahuan yang belum
pernah terpecahkan. " Apa yang kita ketahui sangatlah terbatas.
Sehingga, mengajarkan semua yang kita tahu tidak akan bisa menjadikan
generasi masa depan lebih baik dari kita. Jika hal ini berlaku dalam
hubungan antara guru dan murid, dapatkah juga terjadi dalam hubungan
antara atasan dan bawahan?

Seorang guru sejati akan bahagia ketika mendapati muridnya lebih
hebat dari dirinya sendiri. Demikian pula seorang atasan yang hebat.
Dia bahkan membuka jalan, supaya bawahannya bisa menapak lebih
tinggi. Tanpa ada rasa iri. Tiada pula kecemburuan. Yang ada,
hanyalah kebanggaan didalam dirinya. Meskipun – biasanya - seseorang
yang telah menapak tinggi lupa bahwa; ada peran atasannya dalam
pencapaian yang diraihnya. Jadi, tidak mengherankan jika mereka kerap
berkata;"I did it myself." Tapi, seorang atasan sejati; tidak
terlampau merisaukannya.

Implikasi kedua; seandainya kita sang bawahan itu. Bukti bahwa
seorang bawahan bisa menapak jenjang karir yang lebih tinggi dari
atasan, cukup untuk meyakinkan diri kita bahwa masa depan kita bisa
jauh lebih baik dari yang dapat kita bayangkan.

Sering kita dengar orang yang mengeluh bahwa karirnya tidak
berkembang karena atasannya tidak cukup memberi bimbingan. Bisa iya.
Bisa juga tidak. Lagipula, kita tahu bahwa tuntutan perusahaan
semakin banyak, sementara jumlah karyawan bahkan semakin berkurang.
Sehingga para pemegang posisi kunci semakin terbatas waktunya untuk
menyuapi kita. Atau mengajarkan kepada kita tentang ini dan itu.
Mengharapkan mereka selalu ada disamping kita membuktikan bahwa
memang kita bukan orang yang bisa diandalkan. Lagipula, mengapa
atasan kita harus memberi penilaian istimewa kepada orang-orang yang
bisanya hanya bergelantung diketiak mereka?

Disisi lain, kita juga sering terjebak pada anggapan
bahwa; 'kemampuan teknis adalah segala-galanya' . Padahal, kemampuan
teknis hanyalah satu dari sekian banyak faktor penting. Jadi, orang-
orang yang hanya hebat secara teknis, hanya layak untuk menjadi
pelaksana. Bukan pemimpin. Itulah sebabnya, mengapa orang-orang yang
hebat secara teknis; sering tersingkir. Repotnya, mereka merespon
situasi ini dengan menyimpulkan bahwa manajemen telah pilih kasih.
Mereka merasa; proses assesment tidak fair.

Kita, harus keluar dari pola pikir semacam itu. Sebab, jika terjebak
didalamnya; kita tidak akan pernah mengetahui apa yang harus
diperbaiki. Kita mengira bahwa semua kualifikasi itu sudah kita
miliki. Padahal, ada orang lain yang lebih baik dari kita. Seperti
halnya anda yang tidak ingin dipimpin oleh orang yang sekedar jago
dalam hal-hal teknis; maka tentu orang lainpun tidak ingin anda yang
hanya menguasai aspek teknis itu tampil menjadi pemimpin. Sebaliknya,
ketika kemampuan teknis anda dipadukan dengan sikap positif,
kemampuan membangun hubungan yang produktif baik dengan atasan,
bawahan maupun rekan sekerja, serta loyalitas yang tinggi; maka
mungkin, memang anda layak mendapatkan kesempatan untuk dipersaingkan
dengan orang-orang hebat lainnya.



EMPATI

Suatu malam, sepulang kerja, saya mampir di sebuah restoran cepat saji
dikawasan Bintaro. Suasana sepi. Di luar hujan. Semua pelayan sudah berkemas.
Restoran hendak tutup. Tetapi mungkin melihat wajah saya yang memelas
karena lapar, salah seorang dari mereka memberi aba-aba untuk tetap
melayani. Padahal, jika mau, bisa saja mereka menolak.


Sembari makan saya mulai mengamati kegiatan para pelayan restoran. Ada yang
menghitung uang, mengemas peralatan masak, mengepel lantai dan ada pula
yang membersihkan dan merapikan meja-meja yang berantakan.


Saya membayangkan rutinitas kehidupan mereka seperti itu dari hari ke hari.
Selama ini hal tersebut luput dari perhatian saya. Jujur saja, jika
menemani anak-anak makan di restoran cepat saji seperti ini, saya tidak
terlalu hirau akan keberadaan mereka. Seakan mereka antara ada dan tiada.
Mereka ada jika saya membutuhkan bantuan dan mereka serasa tiada jika saya
terlalu asyik menyantap makanan.


Namun malam itu saya bisa melihat sesuatu yang selama ini seakan tak
terlihat. Saya melihat bagaimana pelayan restoran itu membersihkan
sisa-sisa makanan di atas meja. Pemandangan yang sebenarnya biasa-biasa
saja. Tetapi, mungkin karena malam itu mata hati saya yang melihat,
pemandangan tersebut menjadi istimewa.


Melihat tumpukan sisa makan di atas salah satu meja yang sedang
dibersihkan, saya bertanya-tanya dalam hati: siapa sebenarnya yang baru
saja bersantap di meja itu? Kalau dilihat dari sisa-sisa makanan yang
berserakan, tampaknya rombongan yang cukup besar. Tetapi yang menarik
perhatian saya adalah bagaimana rombongan itu meninggalkan sampah bekas makanan.


Sungguh pemandangan yang menjijikan. Tulang-tulang ayam berserakan di atas
meja. Padahal ada kotak-kotak karton yang bisa dijadikan tempat sampah.
Nasi di sana-sini. Belum lagi di bawah kolong meja juga kotor oleh tumpahan remah-remah.

Mungkin rombongan itu membawa anak-anak.


Meja tersebut bagaikan ladang pembantaian. Tulang belulang berserakan.
Saya tidak habis pikir bagaimana mereka begitu tega meninggalkan sampah
berserakan seperti itu. Tak terpikir oleh mereka betapa sisa-sisa makanan
yang menjijikan itu harus dibersihkan oleh seseorang, walau dia seorang
pelayan sekalipun.


Sejak malam itu saya mengambil keputusan untuk membuang sendiri sisa
makanan jika bersantap di restoran semacam itu. Saya juga meminta
anak-anak
melakukan hal yang sama. Awalnya tidak mudah. Sebelum ini saya juga pernah melakukannya.

Tetapi perbuatan saya itu justru menjadi bahan tertawaan teman-teman.

Saya dibilang sok kebarat-baratan. Sok menunjukkan pernah keluar negeri.

Sebab di banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika, sudah
jamak pelanggan membuang sendiri sisa makanan ke tong sampah.

Pelayan terbatas karena tenaga kerja mahal.


Sebenarnya tidak terlalu sulit membersihkan sisa-sisa makanan kita.
Tinggal meringkas lalu membuangnya di tempat sampah. Cuma butuh beberapa menit.
Sebuah perbuatan kecil. Tetapi jika semua orang melakukannya, artinya akan
besar sekali bagi para pelayan restoran.


Saya pernah membaca sebuah buku tentang perbuatan kecil yang punya arti
besar. Termasuk kisah seorang bapak yang mengajak anaknya untuk
membersihkan sampah di sebuah tanah kosong di kompleks rumah mereka.
Karena setiap hari warga kompleks melihat sang bapak dan anaknya membersihkan
sampah di situ, lama-lama mereka malu hati untuk membuang sampah disitu.


Belakangan seluruh warga bahkan tergerak untuk mengikuti jejak sang bapak
itu dan ujung-ujungnya lingkungan perumahan menjadi bersih dan sehat.
Padahal tidak ada satu kata pun dari bapak tersebut. Tidak ada slogan,
umbul-umbul, apalagi spanduk atau baliho. Dia hanya memberikan keteladanan.
Keteladanan kecil yang berdampak besar.


Saya juga pernah membaca cerita tentang kekuatan senyum. Jika saja setiap
orang memberi senyum kepada paling sedikit satu orang yang dijumpainya hari
itu, maka dampaknya akan luar biasa. Orang yang mendapat senyum akan merasa
bahagia. Dia lalu akan tersenyum pada orang lain yang dijumpainya.
Begitu seterusnya, sehingga senyum tadi meluas kepada banyak orang.

Padahal asal mulanya hanya dari satu orang yang tersenyum.


Terilhami oleh sebuah cerita di sebuah buku "Chiken Soup", saya kerap
membayar karcis tol bagi mobil di belakang saya. Tidak perduli siapa di
belakang. Sebab dari cerita di buku itu, orang di belakang saya pasti akan
merasa mendapat kejutan. Kejutan yang menyenangkan. Jika hari itu dia
bahagia, maka harinya yang indah akan membuat dia menyebarkan virus
kebahagiaan tersebut kepada orang-orang yang dia temui hari itu. Saya
berharap virus itu dapat menyebar ke banyak orang.


Bayangkan jika Anda memberi pujian yang tulus bagi minimal satu orang setiap hari.

Pujian itu akan memberi efek berantai ketika orang yang Anda puji merasa bahagia

dan menularkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.


Anak saya yang di SD selalu mengingatkan jika saya lupa mengucapkan kata
"terima kasih" saat petugas jalan tol memberikan karcis dan uang kembalian.
Menurut dia, kata "terima kasih" merupakan "magic words" yang akan membuat
orang lain senang. Begitu juga kata "tolong" ketika kita meminta bantuan
orang lain, misalnya pembantu rumah tangga kita.


Dulu saya sering marah jika ada angkutan umum, misalnya bus, mikrolet,
bajaj, atau angkot seenaknya menyerobot mobil saya.

Sampai suatu hari istri saya mengingatkan bahwa saya harus berempati pada mereka.

Para supir kendaraan umum itu harus berjuang untuk mengejar setoran.

"Sementara kamu kan tidak mengejar setoran?''

Nasihat itu diperoleh istri saya dari sebuahtulisan almarhum Romo Mangunwijaya.

Sejak saat itu, jika ada kendaraan umum yang menyerobot seenak udelnya,

saya segera teringat nasihat istri tersebut.


Saya membayangkan, alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat orang lain bahagia.

Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada perasaan orang lain.

Betapa bahagianya jika kita menyadari dengan membuang sisa makanan kita di restoran cepat saji,

kita sudah meringankan pekerjaan pelayan restoran.


Begitu juga dengan tidak membuang karcis tol begitu saja setelah membayar,
kita sudah meringankan beban petugas kebersihan. Dengan tidak membuang
permen karet sembarangan, kita sudah menghindari orang dari perasaan kesal
karena sepatu atau celananya lengket kena permen karet.


Kita sering mengaku bangsa yang berbudaya tinggi tetapi berapa banyak di
antara kita yang ketika berada di tempat-tempat publik, ketika membuka
pintu, menahannya sebentar dan menoleh kebelakang untuk berjaga-jaga apakah
ada orang lain di belakang kita? Saya pribadi sering melihat orang yang
membuka pintu lalu melepaskannya begitu saja tanpa perduli orang di
belakangnya terbentur oleh pintu tersebut.


Jika kita mau, banyak hal kecil bisa kita lakukan. Hal yang tidak
memberatkan kita tetapi besar artinya bagi orang lain. Mulailah dari
hal-hal kecil-kecil. Mulailah dari diri Anda lebih dulu.

Mulailah sekarang juga.

Jornada 10 La Liga
Pesona Tangga Ketiga

Sejak UEFA memberikan jatah empat klub bagi tiga liga berperingkat tertinggi di Eropa pada musim 99/00 lalu, secara tak langsung terjadi perebutan tersendiri di zona Liga Champion. Tim-tim asal trio penguasa ini pun seolah sibuk berebut posisi empat besar.

Jika dikerucutkan, perburuan posisi di dua tangga teratas klasemen otomatis menyengit. Maklum, dua tim terbaik punya privilese untuk langsung nongkrong di babak fase grup. Sementara itu, dua klub di bawahnya kudu bertarung lebih dulu di babak kualifikasi III.

Primera Division La Liga, yang termasuk tiga liga terbaik bersama Seria A Italia dan Premier League Inggris (sebelumnya Bundesliga Jerman), merasakan betul wujud persaingan pelik mencari posisi dua besar ini. Setidaknya hingga pengujung musim kemarin.

Khusus musim 08/09 ini, dan bakal dipakai terus hingga kompetisi musim LC 11/12, zona eksklusif tak lagi berkutat di dua tangga tertinggi, tapi melebar ke urutan tiga setelah UEFA memastikan tiga tim terbaik masuk fase grup dan satu melalui kualifikasi III.

Imbasnya langsung terasa. Klub yang semula kerap pasrah sebagai penghuni jalur kualifikasi kini tampak meningkatkan level kengototan mereka. Perebutan tempat ketiga seolah tak pernah seketat ini. Sebagai bukti, setelah Barcelona dan Real Madrid memastikan posisi 1-2 pada Sabtu (8/11), Villarreal dan Valencia seperti kesetanan.

Duet sekota ini tampak ogah berada di peringkat keempat dan berupaya memetik poin penuh pada rangkaian laga Ahad (9/11). Villarreal mengawali bentrokan early kick-off pukul 17.00 waktu setempat dengan menjamu Almeria. Sadar jika menang bakal menggeser Madrid, El Submarino Amarillo pun mendobrak sejak start.

Baru menginjak menit pertama, Giuseppe Rossi sudah berhasil mengoyak jala Los Rojiblancos alias Si Merah-Putih. Delantero mungil tapi cepat asal Italia itu bisa memanfaatkan kelengahan tim tamu yang masih “menjajal lapangan”. Operan mendatar Joseba Llorente, tandemnya, dikuasai dengan apik sebelum Rossi melepas cannon-ball kaki kiri dari jarak 30-an meter.

Trigol Che Depak Madrid

Bermodal kepercayaan diri menggunung, Villarreal menambah keunggulan lewat Llorente. Manuel Pellegrini tampak ingin menjaga kesegaran pasukannya guna meladeni Poli Ejido dalam ajang Copa del Rey, midweek ini. Duet Rossi-Llorente pun ditarik pada awal babak kedua. Akibatnya, Almeria sempat memperkecil skor menjadi 2-1.

Untungnya, “pemberontakan” tim tamu hanya sebatas gol balasan Piatti pada menit ke-61. Keunggulan berhasil dipertahankan hingga laga kelar. Bagi Si Kapal Selam Kuning, surplus satu angka sudah cukup untuk melewati koleksi angka Madrid.

Trigol disumbangkan Manuel Fernandez di babak pertama, disusul Joaquin Sanchez, dan ditutup Vicente Rodriguez pada babak kedua. Getafe kehilangan determinasi setelah Roberto Soldado diusir wasit karena menanduk hidung kapten Che, Carlos Marchena.

Dari jumlah poin, Che memang mengumpulkan total yang sama dengan Madrid, 23. Namun, berkat selisih gol yang lebih superior, maka posisi ketiga, yang untuk sementara menjamin Valencia masuk fase grup LC musim depan, digenggam pasukan Mestalla tersebut.
Diubah oleh hylariuswidya 18-06-2013 14:31
0
3.4K
19
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan