- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Disebut Uang Pasir Mengalir ke Anggota Dewan, Ketua DPRD Lumajang Naik Pitam


TS
setanpb
Disebut Uang Pasir Mengalir ke Anggota Dewan, Ketua DPRD Lumajang Naik Pitam
Disebut Uang Pasir Mengalir ke Anggota Dewan, Ketua DPRD Lumajang Naik Pitam


Quote:
LUMAJANG - Saat melakukan kunjungan kerja ke Lumajang, Anggota Komisi III DPR Akbar Faisal mendapatkan informasi bahwa uang dari tambang yang dikelola Hariyono selama ini mengalir ke mana-mana.
"Bahkan, katanya ada anggota DPRD yang pencalonannya dibiayai dari uang tambang tersebut," ungkapnya di hadapan forum yang dihadiri Muspida Lumajang dan Kapolda Jatim.
Mendengar pernyataan Akbar itu, Ketua DPRD Lumajang Agus Wicaksono naik pitam saat diberi kesempatan bicara. Agus tak terima disebut fulus dari tambang selama ini mengalir ke DPRD.
"Kami selama ini menolak penambangan pasir ilegal, bahkan kami bentuk pansus. DPRD mana yang terlibat? Ada kabupaten dan provinsi. Kalau DPRD kabupaten saya jamin tidak ada," tandasnya.
Agus mengatakan, persoalan pasir di Lumajang terjadi, salah satunya, karena ketidaktegasan almarhum Sjahrazad. Salah satunya akibat kebijakannya memberikan izin tambang pasir besi seluas 834 hektare untuk PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS).
Nah, sejak 2014 PT IMMS tidak beroperasi lagi. Lahan tambangnya kemudian dimanfaatkan sejumlah orang, termasuk Hariyono, untuk menambang galian C (pasir biasa).
Anehnya, Agus juga membela habis-habisan mantan Kapolres Lumajang AKBP Aries Syahbudin, yang promosinya sebagai Kasubbidprodikdikmas Biddikmas Korlantas Polri disorot anggota Komisi III DPR.
"Saya tidak terima kalau promosi Pak Aries dipermasalahkan soal ini," ujarnya.
Menurut dia, Aries sudah berupaya menegakkan hukum, tapi memang harus tetap menjaga kondusivitas.
Pernyataan Agus itu memang terkesan aneh. Sebab, Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji yang dari satu korps saja menyatakan bakal meminta bantuan Itwasum Polri untuk memeriksa Aries. Di hadapan anggota DPR, Irjen Anton Setiadji berjanji bersih-bersih anak buahnya setelah insiden berdarah di Selok Awar-Awar.
Bukan hanya Aries yang akan diperiksa. Anton juga meminta itwasda memeriksa seluruh anggota kepolisian di jajaran Polres Lumajang. Termasuk mantan Kapolsek Pasirian. "Saya akan dalami, baik soal dugaan pembiaran maupun di balik bisnis ilegal mining selama ini," ujarnya.
Sebelum menemui anggota DPR, Anton bahkan terang-terangan telah memproses dua polisi di Polsek Pasirian dan Polres Lumajang yang kedapatan memperoleh jatah uang dari tambang ilegal yang dijalankan Hariyono. "Ada informasi, anggota saya menerima sesuatu, harus kita dalami. Itu semacam uang rokok," ungkapnya.
Di tempat terpisah, Kompolnas meminta Kapolda tak segan memeriksa pejabat di Lumajang, termasuk bupati, selain mengusut anggota sendiri. Anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman mengatakan, bupati selama ini sudah dilapori, tapi tidak menindaklanjuti.
"Saya kira bupati juga harus diperiksa. Terutama terkait mengapa dua tahun lamanya penambangan ilegal itu dibiarkan," ujarnya.
"Bahkan, katanya ada anggota DPRD yang pencalonannya dibiayai dari uang tambang tersebut," ungkapnya di hadapan forum yang dihadiri Muspida Lumajang dan Kapolda Jatim.
Mendengar pernyataan Akbar itu, Ketua DPRD Lumajang Agus Wicaksono naik pitam saat diberi kesempatan bicara. Agus tak terima disebut fulus dari tambang selama ini mengalir ke DPRD.
"Kami selama ini menolak penambangan pasir ilegal, bahkan kami bentuk pansus. DPRD mana yang terlibat? Ada kabupaten dan provinsi. Kalau DPRD kabupaten saya jamin tidak ada," tandasnya.
Agus mengatakan, persoalan pasir di Lumajang terjadi, salah satunya, karena ketidaktegasan almarhum Sjahrazad. Salah satunya akibat kebijakannya memberikan izin tambang pasir besi seluas 834 hektare untuk PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS).
Nah, sejak 2014 PT IMMS tidak beroperasi lagi. Lahan tambangnya kemudian dimanfaatkan sejumlah orang, termasuk Hariyono, untuk menambang galian C (pasir biasa).
Anehnya, Agus juga membela habis-habisan mantan Kapolres Lumajang AKBP Aries Syahbudin, yang promosinya sebagai Kasubbidprodikdikmas Biddikmas Korlantas Polri disorot anggota Komisi III DPR.
"Saya tidak terima kalau promosi Pak Aries dipermasalahkan soal ini," ujarnya.
Menurut dia, Aries sudah berupaya menegakkan hukum, tapi memang harus tetap menjaga kondusivitas.
Pernyataan Agus itu memang terkesan aneh. Sebab, Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji yang dari satu korps saja menyatakan bakal meminta bantuan Itwasum Polri untuk memeriksa Aries. Di hadapan anggota DPR, Irjen Anton Setiadji berjanji bersih-bersih anak buahnya setelah insiden berdarah di Selok Awar-Awar.
Bukan hanya Aries yang akan diperiksa. Anton juga meminta itwasda memeriksa seluruh anggota kepolisian di jajaran Polres Lumajang. Termasuk mantan Kapolsek Pasirian. "Saya akan dalami, baik soal dugaan pembiaran maupun di balik bisnis ilegal mining selama ini," ujarnya.
Sebelum menemui anggota DPR, Anton bahkan terang-terangan telah memproses dua polisi di Polsek Pasirian dan Polres Lumajang yang kedapatan memperoleh jatah uang dari tambang ilegal yang dijalankan Hariyono. "Ada informasi, anggota saya menerima sesuatu, harus kita dalami. Itu semacam uang rokok," ungkapnya.
Di tempat terpisah, Kompolnas meminta Kapolda tak segan memeriksa pejabat di Lumajang, termasuk bupati, selain mengusut anggota sendiri. Anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman mengatakan, bupati selama ini sudah dilapori, tapi tidak menindaklanjuti.
"Saya kira bupati juga harus diperiksa. Terutama terkait mengapa dua tahun lamanya penambangan ilegal itu dibiarkan," ujarnya.
http://www.jpnn.com/read/2015/10/03/...k-Pitam-/page2
Quote:
Karena Kematian Salim Kancil, Polisi Akui Ada Anggotanya Terlibat


SURABAYA - Kematian Salim Kancil tidak sia-sia. Aktivis anti penambangan pasir liar tersebut berhasil membongkar banyak persekongkolan jahat terkait dengan penambangan pasir liar. Yang terbaru, polisi akhirnya mengakui bahwa ada sejumlah anggotanya yang terlibat main-main dalam kasus tersebut.
Hal itu diungkapkan Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan. ''Ini kejahatan berjamaah,'' ucapnya.
Sejauh ini, polisi memang baru menetapkan satu aktor intelektual sebagai tersangka, yakni Kades Hariyono. Namun, Anton menyebut ada kemungkinan untuk menangkap aktor lain.
Menurut jenderal bintang dua tersebut, dengan area pertambangan yang luas, mustahil para pejabat setempat tidak mengetahuinya. Terlebih, dalam pengelolaan tambang pasir itu, ada protes dari Salim Kancil cs. ''Problem sosial ini yang coba ditutupi,'' imbuh Anton.
Dia menambahkan, kalau oknum Polri saja bisa terlibat, sangat mungkin pejabat setempat juga bermain. Sejauh ini, ada sembilan anggota yang diperiksa. Mereka diduga menerima jatah bulanan dari Hariyono. Uang sogokan itu dipakai untuk mengamankan area tambang dari protes aktivis antitambang.
Namun, Anton enggan membocorkan nama-nama tersebut. ''Saat ini tim masih berada di Lumajang. Belum bisa diumumkan,'' ungkap alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1984 tersebut.
http://www.jpnn.com/read/2015/10/05/...anya-Terlibat-
udah rahasia umum itu mah pak...
Quote:
Warga Kampung Salim Kancil Kini Ketakutan
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR John Kenedy Aziz mengatakan, kunjungan spesifik komisi hukum DPR ke Desa Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tak mudah. Tim menemukan kendala memperoleh informasi karena warga kampung mendiang Salim Kancil itu ketakutan.
"Kami investigasi tanpa protokoler karena kami ingin hasilnya original. Yang kami sedihkan untuk cari info di Selok Awar Awar tak mudah. Semua masyarakat ketakutan," kata John di gedung DPR Jakarta, Senin (5/10).
Namun, dengan berbagai upaya, tim komisi III berhasil meyakinkan sejumlah warga dan mengorek keterangan tentang sosok Salim Kancil dan perjuangannya hingga aktivis itu dibantai secara sadis.
"Di situ kami temukan bahwa sebenarnya Salim Kancil pada awalnya bela tanah dia. Kalau diibaratkan dia minta tanah dia jangan disamakan (dijadikan lokasi tambang) dengan tanah lain," kata John.
Nah, pada akhirnya pro kontra tambang pasir di desa itu semakin panas. Sampai pada saat sebelum terjadi pembantaian, kelompok Salim melaporkan adanya intimidasi hingga ancaman pembunuhan ke polisi. Tapi, hal itu tidak ditanggapi aparat.
"Cuma laporan tersebut tidak ada tindak lanjutnya oleh kepolisian, gak ada perlindungan sehingga terjadi pembunuhan. Pembunuhan memang sadis. Secara kemanusiaan itu tidak manusiawi," ungkap politikus Golkar itu.
Padahal, jarak antara Desa Selok Awar Awar ke kantor polisi terdekat hanya 12 km, atau sekitar 10 menit ditempuh menggunakan kendaraan roda dua. Sayangnya, selama lebih 1 jam proses pembantaian terjadi, aparat kepolisian tidak hadir menyelematkan Salim.
http://www.jpnn.com/read/2015/10/05/...ini-Ketakutan-
gimana gak takut...? aparatnya saja ikut2an. keparat berbaju aparat.
Diubah oleh setanpb 07-10-2015 12:30
0
1.9K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan