Kaskus

News

zitizen4rAvatar border
TS
zitizen4r
Persaingan SNM PTN 2016 Berat: Gara2 Jalur Undangan Dikurangi & Renumerasi Dosen?
Persaingan SNM PTN Bakal Kian Ketat, Ini Penyebabnya
Sabtu, 16 Januari 2016 , 08:48:00

JAKARTA – Persaingan untuk meraih kursi di Perguruan Tinggi Negeri melalui SNM PTN bakal semakin ketat. Pasalnya panitia memutuskan memangkas kuota mahasiswa baru melalui seleksi berbasis nilai rapor siswa itu.

Pengumuman pemangkasan kuota itu disampaikan dalam peluncuran SNM PTN 2016 di kantor Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti), Senayan, Jakarta kemarin. Peluncuran ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum SNM PTN Rochmat Wahab.

Rangkaian SNM PTN 2016 dimulai dengan pengisian dan verifikasi pangkalan data sekolah dan siswa (PDSS) pada 18 Januari sampai 20 Februari. Kemudian masa pendaftaran pada 29 Februari – 12 maret.

Lalu pencetakan kartu tanda peserta (22 Maret – 21 April), proses seleksi (24 Maret – 8 Mei), dan pengumuman hasil seleksi pada 10 Mei. Informasi lengkap ada di snmptn.ac.id.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu mengatakan, tahun lalu pembagian porsi seleksi masuk mahasiswa baru adalah SNM PTN minimal 50 persen, seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBM PTN) 40 persen, dan sisanya untuk ujian mandiri maksimal 10 persen.

’’Tahun ini komposisi itu kita ubah,’’ katanya kemarin. Rochmat mengatakan formasi tahun ini adalah mahasiswa baru dari SNM PTN dipangkas menjadi minimal 40 persen. Kemudian di SBM PTN minimal 30 persen, dan untuk ujian mandiri maksimal 30 persen.

Rochmat beralasan bahwa penambahan kuota jalur mandiri itu untuk mengakomodasi kebutuhan yang tinggi. Guru besar bidang pendidikan anak berbakat itu menjelaskan, selama ini kuota mahasiswa baru seperti untuk anak-anak dari kawasan terpencil tidak terpenuhi.

Selama ini mahasiswa dari seleksi mandiri kerap dicap bakal mendapatkan biaya kuliah yang mahal. Rochmat meluruskan bahwa baik itu mahasiswa melalui SNM PTN, SBM PTN, maupun seleksi ujian mandiri dikenakan biaya kuliah merujuk pada sistem uang kuliah tunggal (UKT).

Rochmat menjelaskan sampai saat ini panitia masih menetapkan proporsi kuotanya saja. Dia mengatakan untuk detail jumlah kursi yang tersedia untuk SNM PTN, SBM PTN, dan ujian mandiri belum ditetapkan. Dia mengatakan hari ini (16/1) mulai menerima data kursi mahasiswa baru dari seluruh PTN.

Menristekdikti Muhammad Nasir mengatakan penetapan kuota mahasiswa baru untuk setiap seleksi menjadi kewenangan rektor. Dengan demikian kondisi di setiap PTN bisa berbeda-beda.

Dia mencontohkan, aturannya untuk SNM PTN minimal 40 persen. Maka bisa saja nanti ada PTN yang tetap 50 persen pengisian mahasiswa barunya menggunakan SNM PTN seperti tahun lalu. ’’Kita ingin memberikan kemandirian kampus untuk urusan administrasi seleksi mahasiswa baru,’’ kata dia.
http://www.jpnn.com/read/2016/01/16/...i-Penyebabnya-


REMUNERASI UNS
Remunerasi Dianggap Tidak Adil, Dosen-Karyawan UNS Ngoceh di Facebook
Rabu, 5 November 2014 08:34 WIB

Solopos.com, SOLO — Sejumlah dosen dan karyawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ngoceh di media sosial terkait remunerasi. Mereka kecewa dengan besaran remunerasi yang diterima.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, sejumlah dosen dan karyawan tersebut menyampaikan keluh kesahnya di media sosial seperti Facebook. Banyak di antara mereka yang menuliskan bahwa remunerasi tidak adil.

Sebelumnya, ribuan dosen dan karyawan UNS sudah menerima sosialisasi langsung dari rektor UNS di auditorium kampus setempat pada Senin-Selasa (3-4/11/2014). Selain itu, remunerasi juga baru saja cair dan mereka terima pada akhir Oktober.

Namun, hal tersebut seakan tidak bisa menjawab kegalauan para dosen dan karyawan tersebut. Mereka pun lebih memilih mengutarakan kekesalan hati mereka di dunia maya.

Salah satu dosen UNS yang enggan disebutkan namanya mengatakan mereka hanya bisa berani nggerundel di belakang bersama teman-teman seprofesi terkait masalah remunerasi. Mereka tidak bisa berbuat banyak terkait masalah tersebut.

“Kalau selama ini kami menilai belum adil. Kami hanya bisa nggerundel dan jadi rasan-rasan di belakang karena masih kecewa,” ujarnya kepada Solopos.com, Selasa.

Sementara itu, keluhan serupa juga diungkapkan tenaga non pendidik di kampus tersebut. “Masih banyak gerundelan tentang pendapatan yang tidak merata serta tidak ada rasa keadilan. Misalnya, PNS admin dan dosen yang sudah punya masa kerja, remunerasinya kalah dengan honorer,” paparnya kepada Solopos.com, Selasa.

Kendati demikian, dia mengaku ada juga karyawan maupun dosen yang sudah paham dengan sistem remunerasi tersebut. “Beberapa teman lain juga sudah ada yang menerima dan cerah setelah pimpinan menyampaikan remunerasi, serta ada harapan ke depan,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rektor UNS, Ravik Karsidi, menegaskan besaran remunerasi yang dibayarkan kepada karyawan dan dosen sudah 100%. Menurutnya, besaran remunerasi belum tentu sama dengan gaji pokok yang selama ini diterima oleh dosen maupun karyawan.

“Remunerasi sudah dibayarkan 100 persen. Perlu ditegaskan, remunerasi adalah pendapatan tambahan pegawai untuk meningkatkan kinerja,” kata Ravik Karsidi kepada wartawan usai memberikan Sosialiasi Renumerasi UNS di gedung Rektorat, Senin (3/11/2014).

Besaran renumerasi ditentukan berdasarkan tingkatan atau grade dari empat hingga 17. Besaran remunerasi juga ditentukan berdasarkan jabatan atau pay for position dan kinerja atau pay for performance
http://www.solopos.com/2014/11/05/re...acebook-549865


Dorong Semua PTN Jadi Badan Hukum
Selasa, 03 Juli 2012 , 04:40:00

JAKARTA - Sebentar lagi rancangan undang-undang perguruan tinggi (RUU PT) digedok DPR. Setelah aturan tersebut disahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mendorong perguruan tinggi negeri (PTN) untuk menjadi badan hukum (PTN BH).

"Silahkan jika upaya ini ingin dimaknai renkarnasi, metamorfosis, atau jelmaan dari BHMN (Badan Hukum Milik Negara, red)," kata Mendikbud Mohammad Nuh di gedung DPR, Selasa (3/7).

Dia menegaskan, terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara BHMN dengan PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) yang akan dia dorong pendiriannya setelah RUU PT tadi digedok.

Menteri asal Surabaya itu mengatakan, masyarkat tidak perlu takut atau khawatir dengan adanya pembentukan PTN BH ini. Terutama kekhawatiran yang disebabkan takut biaya kuliah akan tinggi seperti masa BHMN dulu. Nuh mengatakan, dengan masih adanya keterangan PTN, maka kampus bertitel PTN BH tidak seotonom ketika berlabel BHMN.

Skenario pendirian PTN BH ini adalah dimulai dengan perubahan status tujuh kampus negeri eks BHMN. Ketujuh kampus itu adalah, UI, UGM, ITB, IPB, UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), Unair, dan Universitas Sumatera Utara (USU).

Setelah UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) ketujuh kampus tadi dirubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Setelah RUU PT nanti disahkan, Nuh mengatakan kampus-kampus tadi akan didorong menjadi PTN BH.

"Kecuali USU. Soalnya mereka sudah mengatakan belum ingin menjadi badan hukum," tandasnya. Sedangkan enam kampus lainnya siap untuk dirubah statusnya menjadi PTN BH.

Perubahan status PTN eks BHMN ini menjadi PTN BH akan melewati semacam penilaian khusus. Nuh mengatakan, penilaian ini meliputi kinerja akademik dan pengelolaan kelembagaan kampus.

Kinerja akademik diantaranya adalah, melihat kualitas mahasiswa, dosen, dan pembelajaran. Selain itu penilaian ini juga melihat kualitas penelitian. Sedangkan kinerja pengelolaan kelembagaan kampus dilihat diantaranya dari kesehatan sumber keuangan sebuah kampus.

"Intinya kita hanya akan menjadikan PTN BH bagi kampus yang sehat. Yang tidak sehat tetap PTN dulu," tutur Nuh.

Dia menjelaskan, Kemendikbud memang serius mendorong semakin banyak PTN yang akan menjadi PTN BH. Menurutnya, dengan cara ini maka beban negara untuk mengurus persoalan kampus bisa semakin ringan.

Nuh mengingatkan kembali jika pembentukan PTN BH ini tidak perlu dikaitkan dengan biaya kuliah yang bakal semakin mahal. Pihak Kemendikbud sendiri sudah memagari biaya kuliah dengan penerapan SPP tunggal. Dengan adanya aturan SPP tunggal ini, pemerintah bisa mengontrol kebijakan penarikan SPP di setiap kampus.

Sementara itu, kebijakan pendirian PTN BH ini masih belum mendapatkan suara suara bulat di parlemen. Anggota komisi X Reni Marlinawati menuturkan, kebijakan mengembalikan status badan hukum kepada PTN menjadi persoalan yang cukup krusial. Penyebabnya tidak lain adalah urusan biaya kuliah.

Reni menjelaskan jika memang aturan ini tidak bisa dihindari, dia meminta seleksi ketat dilakukan bagi PTN yang akan dirubah statusnya menjadi PTN BH. Diantaranya soal kesehatan finansial. Muncul kekhawatiran jika PTN BH dibentuk dari kampus yang kurang sehat finansialnya, maka akan seenaknya mencari pendanaan dari mahasiswa.
http://www.jpnn.com/read/2012/07/03/...i-Badan-Hukum-


Diskursus PTN-BH, Untung atau Buntung?

02/04/2015

Hasrat dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN) untuk memperjuangkan otonomi kampus akhirnya terkabul. Empat PTN yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM), akhirnya menjadi PTN badan hukum setelah statuta keempat PTN tersebut disahkan oleh presiden (Kompas, 23/10/13). Selanjutnya, empat PTN lainnya, yakni Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyusul kemudian.

Masih Jauh dari Harapan

PTN Badan Hukum merupakan solusi yang dipilih pemerintah untuk memberikan kejelasan status bagi PTN yang dulu menyandang predikat BHMN. Hal ini karena pasca dibatalkannya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi, praktis PTN BHMN tidak memiliki payung hukum lagi. Apalagi PP No. 61/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum sudah tidak berlaku setelah dikeluarkannya PP No 7/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

PTN Badan Hukum kini dipayungi UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Lebih lanjut diatur melalui PP No 58/2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Pertanyaannya kemudian, apakah kebijakan otonomi kampus melalui UU No 12/2012 dan PP No 58/2013 mampu menjamin peningkatan kualitas pendidikan tinggi dan aksesibilitasnya?

Sebagai gambaran, sebelum menjadi BHMN biaya kuliah di UI sekitar Rp 250.000, tetapi begitu UI berubah menjadi BHMN, biaya operasional pendidikan (BOP) untuk sarjana reguler membengkak menjadi Rp 1.250.000 dan mencapai Rp 5 juta pada 2008/2009 (termasuk 2012/2013) untuk rumpun ilmu sosial dan humaniora. Hal ini belum termasuk kelas paralel, advokasi, dan internasional yang jauh lebih mahal. Banyak pihak akhirnya mengecam PT BHMN karena dinilai menyulitkan mahasiswa dan hanya menguntungkan segelintir elite di kampus. Mekanisme pembiayaan berkeadilan dan beasiswa ternyata tak mampu menyelesaikan ketimpangan kemampuan ekonomi mahasiswa.

Kemudian, bagaimana kualitas pendidikan kita semenjak era reformasi, atau era otonomi kampus. Menurut QS University World Rankings, kampus di Indonesia kalah bersaing dengan kampus negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, bahkan cenderung mengalami penurunan peringkat. Pada 2011, peringkat UI turun dari 201 (2009) menjadi 217. Sementara National University of Singapore (NUS) naik dari 30 (2009) jadi 28. Universiti Malaya juga naik peringkat dari 180 (2009) menjadi ke-167. Peringkat UI sebagai kampus unggulan di Indonesia terus merosot pada 2012, di mana UI ditempatkan pada peringkat ke-273 dunia. Sementara NUS dan Universiti Malaya masing-masing di peringkat ke-28 dan ke-167. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Otonomi yang dicita-citakan para pemilik kebenaran akademik nyatanya masih jauh dari harapan.

Kewenangan untuk mengelola keuangan kampus secara mandiri dan menetapkan kebijakan akademik tanpa campur tangan pemerintah tidak berbanding lurus dengan kualitas perguruan tinggi. Justru otonomi kampus menciptakan raja-raja kecil dan konflik internal di kampus. Kampus bahkan sudah masuk pusara korupsi, bahkan bersekongkol dengan kekuatan politik di parlemen.

Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi pun sangat rendah, yakni 18,53 persen (data BPS, 2012). Padahal target pada 2014 adalah 30 persen. Hal ini menunjukkan aksesibilitas ke perguruan tinggi masih sangat sulit.

Pemerintah Harus Hadir

Pendidikan yang berkualitas memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, bukan berarti pemerintah menarik diri. Pemerintah justru harus hadir untuk melaksanakan tugas konstitusi dengan tetap memberikan akses pendidikan yang terjangkau dan berkualitas bagi setiap warga negara.

Penulis berkesimpulan bahwa otonomi kampus berdasarkan UU No 12/2012 dan PP No 53/2013 bukanlah satu bentuk otonomi yang mencita-citakan pencerdasan bangsa. Kedua aturan tersebut tak lain hanya memberikan jalan bagi pemerintah untuk tetap melaksanakan praktik semiprivatisasi guna mengurangi beban anggaran negara sekaligus melanggengkan zona nyaman (comfort zone) para birokrat kampus.
Otonomi yang baik adalah yang memberikan kewenangan kepada kampus untuk mengelola kampusnya, linear dengan arah kebijakan pendidikan nasional (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan independensi pengelolaan kelembagaan. Termasuk masalah keuangan kampus yang bersumber dari negara secara akuntabel dan transparan.
http://eksepsionline.com/2015/02/04/...-atau-buntung/


-----------------------------------

Ada yang tak diketahui masyarakat bahwa di PTN-PTN besar di Indonesia saat ini (khususnya yang di Jawa), ada 'tekanan' kepada PTN-PTN itu untuk menerapkan sistem renumerasi Dosen paling lambat tahun 2016 ini. Disatu sisi, PTN-PTN yang besar itu yang masih berbentuk BLU, setengah "dipaksa" untuk menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN BH). Dampak dua kebijakan itu, cukup besar kepada PTN besar (terutama di jawa) untuk menurunkan daya tampung mahasiswa S1 mereka di masa-masa yad.

Why? Pertama, aturan Renumerasi yang diterapkan ke Dosen, memaksa Dosen-dosen "hanya" boleh mengajar maksimal sekitar 12 SKS (termasuk Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat per semesternya). Jumlah 12 SKS itu, setara dengan mengajar 2-3 kelas saja (baik di S1, S2 atau S3), plus 1 penelitian dan karya pengabdian masyarakat. Bagaimana kalau lebih dari 12 SKS? Silahkan saja, tapi si Dosen tidak akan ditambah honornya/gajinya alias kerja bhakti doank! Makanya, dampak langsung 'renumerasi Dosen" itu, Dosen-dosen PTN ramai-ramai hanya mau mengajar maksimal 2 sampai 4 kelas saja disemua jenjang pendidikan, dari S1 hingga S3. Padahal biasanya bisa mencapai 6 dan bahkan bisa 10 kelas. Akibatnya akan banyak kelas-kelas mahasiswa yang "terbengkalai" akibat kekurangan Dosen-Tetap dari PTN itu. Solusinya yaa tentu saja menarik Dosen out-sorcing atau Dosen Luar biasa sebanyak-banyaknya, bahkan bisa mencapai 50% dari total staff Pengajar di PTN ybs ke depannya kelak. Atau PTN itu terpaksa mengurangi jumlah kelas (baca: menurunkan penerimaan jatah mahasiswa baru seperti SBM PTN itu misalnya).

Perubahan ke status dari BLU ke PT BH pun tak mudah. Effisiensi yang sangat ketat, menyebabkan PTN BH itu "terpaksa" harus menekan "fixed and variable cost" pendidikannya, antara lain dengan menekan jumlah mahasiswa baru dan mengurangi jumlah kelas dari mahasiswa yang mereka terima. Sisi lain PTN BH harus bisa memperbesar :"revenue" sendiri, yang antara lain mereka tarik dari uang SPP yang mahal. Itulah penelasannya, mengapa PTN di Jawa yang sudah menjadi PTN BH, menjadi mahal SPP-nya saat ini (lihat di situs disini atau disini). Jadi, kalau tahun-tahun ke depan anak-anak anda semakin sulit bersaing memasuiki PTN (terutama PTN besar dan PTN yang ada di Jawa), harus bisa menerima kenyataan itu
Diubah oleh zitizen4r 17-01-2016 08:40
0
1.8K
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan