Siapa yang tidak kenal dengan orang yang kerjaannya cuman ngebom diri aja kalo udah dikepung polisi alias teroris ?
Kadang di diri kita selalu bertanya apa motif atau tujuan mereka sebagai teroris ?

Psikolog sekaligus peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin, mengemukakan, motif seseorang melakukan teror adalah kekuasaan, prestasi, atau afiliasi."Yang paling menonjol dan banyak ditemuipada pelaku teror ataupun pemimpin teror adalah motif kekuasaan," kata Bagus di Depok, Rabu (17/9/2014), seperti dikutip Antara.
Bagus mengemukakan hal tersebut berdasarkan studi-studi psikologi terhadap para pelaku teror. Berdasarkan studi tersebut, lanjutnya, tidak banyak motif prestasi dan motif afiliasi yang merupakan keinginan mencapai sesuatu dan ikut bergabung karena kedekatan pertemanan atau keluarga.
Bagus pernah mewawancarai sejumlah mantan pelaku teror di Lamongan sebagai salah satu responden penelitiannya. Menurut Bagus, dia tidak menemukan pelaku teror yang memiliki gangguan psikologis atau kejadian pada masa lalu."Gangguan psikologis atau kejiwaan tidak banyak berpengaruh. Ternyata psikologis mereka baik-baik saja, masa kecil mereka juga bahagia," kata Bagus.
Mengidamkan Mati Sahid
Dalam penelitiannya, Bagus pun menemukan bahwa para pelaku teror tersebut mengidam-idamkan mati sahid yang menjadi tujuannya. Kelompok teror tersebut, menurut Bagus, lebih mementingkan kehidupan akhirat ketimbang hidup di dunia."Mereka lebih menginginkan kehidupan setelah mati," ujar Bagus.Namun, Bagus mengatakan, dirinya belum mengetahui alasan seseorang mengidamkan hal tersebut. "Perlu ada studi lebih lanjut," katanya.
Pelaku teror juga bisa dikenali dari ciri-ciri cara berpikirnya. Bagus menguraikan, pelaku teror merasakan kekalutan dalam dirinya, seperti marah terhadap situasi saat ini, merasa dunia berjalan secara tidak baik, menganggap orang lain tak bisamelakukan apa pun, merasa diabaikan, serta merasa tidak adil dan tak berdaya terhadap situasi."Pelaku teror tidak mau membicarakan masalah lagi, tapi ingin langsung melakukan tindakan nyata," ujar dia.
Dengan melakukan tindakan teror, lanjut Bagus, ada perasaan-perasaan yang didapat oleh pelaku setelah menjalaninya."Mereka akan mendapatkan identitas sosial dan penghargaan dari kelompoknya,juga sebagai petualangan bagi yang berusia muda," kata dia.

Peneliti lain dari Fakultas Psikologi UI, Solahudin, mengatakan, para teroris rata-rata berusia 20 tahunan. "Biasanya di bawah 30 (tahun), paling muda 16, paling tua 30," kata Solahudin.
Dalam menekan jumlah terorisme, ia berpendapat, caranya bukan membalas dengan kekerasan. Hal yang seharusnya dilakukan adalah mengubah persepsi pelaku teror terhadap dunia yang dianggapnya tidak baik."Membuat persepsi mereka bahwa dunia ini nyaman, tenteram, bukan sebaliknya, dilawan dengan kegeraman," katanya.Ia beranggapan, pelaku teror bisa dijauhi dari kekerasan dengan pendekatan dialog dan uluran tangan.
sumber :
www.nasional.kompas.com
Semoga dengan thread yang satu ini kita mempelajari pola pikir mereka yang sebenernya.