- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Freeport, Pengeruk Asing Surga Emas di Tanah Papua


TS
scarlet.needle
Freeport, Pengeruk Asing Surga Emas di Tanah Papua

Quote:

Pada tanggal 16 Februari tahun 1632, Kapten Jan Carstensz seorang kapten kapal maskapai dagang kerajaan Belanda, VOC melihat gunung berpuncak tertutup salju di daerah khatulistiwa. Lalu ia membuat sebuah catatan tentang fenomena yang luar biasa itu.
Puncak Carstenz adalah nama untuk puncak-puncak bersalju diambil dari nama Kapten Jan Carstensz.
Sejak saat itu banyak orang asing yang berdatangan untuk melakukan ekspedisi ke wilayah Papua.
Ekspedisi pertama dilakukan pada tahun 1936, yang dilakukan oleh tiga orang peneliti asal belanda yaitu Dr AH Colijin, Jean Jaques Dozy dan H Wissel. Kelompok ini adalah kelompok luar pertama yang mencapai gunung gletser dan menemukan Ertsberg. Ekspedisi ini juga dikenal dengan Ekspedisi Colijin.
Di tahun 1936 Geolog Dr C Shouten menyimpulkan bahwa kawasan Carstenz mengandung tembaga dan emas. Hal ini membuat nama Ertsberg (gunung bijih) dipakai untuk menyebut gunung tersebut.
Seperti dikutip dari Real History Archives dalam artikel yang berjudul JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur yang ditulis oleh Lisa Pease pada 1996 silam, Freeport yang diketahui telah mendominasi gunung emas Papua sejak 1967, ternyata kiprahnya di Tanah Air telah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya.
Pada 1959 silam, ketika terjadi pergantian kekuasan di Kuba, Freeport yang semula bernama Freeport Sulphur tengah menghadapi masalah serius dan nyaris bangkrut.
Sebab, pemimpin Kuba yang baru yaitu Fidel Castro menasionalisasi seluruh perusahaan asing di negeri tersebut. Freeport Sulphur pun terkena imbasnya.
Di tengah situasi yang tidak pasti tersebut, pada Agustus 1959 Direktur Freeport Sulphur Forbes Wilson bertemu dengan Jan van Gruisen, managing director dari East Borneo Company yang merupakan perusahaan tambang di Kalimantan Timur.
Seperti dikutip dari Real History Archives dalam artikel yang berjudul JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur yang ditulis oleh Lisa Pease pada 1996 silam, dalam pertemuan tersebut, Gruisen menceritakan, dirinya baru menemukan laporan yang ditulis Jean Jacques Dozy mengenai sebuah gunung yang disebut "Ertsberg" atau Gunung Tembaga di Papua Nugini, Irian Barat.
Laporan itu menyebutkan bahwa di wilayah tersebut terdapat gunung yang penuh bijih tembaga. Bahkan, kandungan bijih tembaga yang ada di sekujur tubuh Gunung Ertsberg terhampar di atas permukaan tanah, dan tidak tersembunyi di dalam tanah.
Wilson pun antusias dan langsung melakukan survei atas Gunung Ertsberg. Dalam surveinya, Wilson dibuat terkagum-kagum lantaran tidak hanya menemukan bijih tembaga di wilayah tersebut, namun ternyata Gunung Ertsberg juga dipenuhi bijih emas dan perak.
Freeport pun langsung memutuskan untuk meneken kontrak eksplorasi dengan East Borneo Company pada 1 Februari 1960. Namun, nyatanya terjadi perubahan eskalasi politik di Indonesia, khususnya Irian Barat.
Hubungan Indonesia dan Belanda pun kembali memanas, bahkan Soekarno (Presiden RI saat itu) justru menempatkan pasukan militernya di Irian Barat.
Perjanjian kerja sama antara East Borneo Company dan Freeport pun kembali mentah. Pemerintahan AS yang saat itu dikuasai John F Kennedy (JFK) justru membela Indonesia, dan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda jika tetap ngotot mempertahankan Irian Barat.
Belanda yang saat itu membutuhkan bantuan untuk membangun kembali negaranya pasca kehancuran di Perang Dunia II, terpaksa hengkang dari Irian Barat.
Para petinggi Freeport pun geram, terlebih saat mendengar JFK justru menawarkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar USD 11 juta, dengan melibatkan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.
Perbedaan pendapat publik di Senat AS bergolak, apakah terus membantu Indonesia sementara Partai Komunis di Indonesia tetap kuat. Kennedy pun tetap bertahan, dan dia menyetujui paket bantuan khusus untuk Indonesia pada 19 November 1963.
Tiga hari kemudian, Soekarno kehilangan sekutunya. Kennedy mati terbunuh pada 22 November 1963.

Kebijakan luar negeri AS berubah cepat setelah kematian Kennedy. Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy secara tiba-tiba membatalkan paket bantuan ekonomi untuk Indonesia yang telah disetujui Kennedy.
Dikabarkan, salah seorang di balik keberhasilan Johnson dalam kampanye pemilihan Presiden AS 1964 adalah Augustus C Long yang merupakan salah seorang direksi Freeport.
Long juga menjadi pemimpin di Texas Company (Texaco) serta Caltex (joint venture dengan Standard Oil of California). Augustus C Long juga aktif di Presbysterian Hospital, New York yang merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Selain itu, Long juga diyakini menjadi salah satu tokoh perancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat (AD), termasuk Jenderal Soeharto (Presiden RI ke-2) yang disebutnya sebagai "our local army friend".
Dugaan keterlibatan Long dalam kudeta Soekarno muncul, lantaran Soekarno pada 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60% labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Caltex, sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini. Kudeta terhadap Soekarno akhirnya benar-benar terjadi.
Pasca lengsernya Soekarno dari tampuk kepemimpinan tertinggi di Indonesia, Ibnu Sutowo (Menteri Pertambangan dan Perminyakan saat itu) membuat perjanjian baru, yang memungkinkan perusahaan minyak untuk menjaga keuntungan lebih besar secara substansial untuk mereka.
Kemudian, dilakukanlah pengesahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia melakukan penandatanganan kontrak izin eksploitasi tambang di Irian Jaya dengan Freeport.
Dengan demikian, Freeport pun menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto. Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya, Freeport pun menggandeng Bechtel, sebuah perusahaan di AS yang banyak mempekerjakan pentolan-pentolan CIA.
Pada 1980, Freeport juga menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet untuk bekerja sama dengannya mengeruk gunung emas di Papua. Bob pun akhirnya menjadi Presiden Freeport McMoran.
Kontrak Freeport Indonesia pertama kali ditandatangani pada 1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan pertambangan. Pada 1991, terdapat pembaharuan kontrak karya baru yang berlaku untuk 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun.
Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar.
Pada 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis tahun 2041.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan, PT Freeport Indonesia baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak tambang di Mimika, Papua, paling cepat pada 2019.
"Sesuai PP, kelanjutan operasi tambang baru bisa diajukan dua tahun sebelum akhir kontrak. Dengan demikian, kalau kontrak Freeport habis 2021, maka paling cepat diajukan 2019," kata Susilo.
Kontrak perusahaan tembaga dan emas ini akan berakhir pada tahun 2021. Seharusnya, keputusan perpanjangan kontrak diberikan dua tahun sebelum kontrak berakhir. Namun Freeport ingin mempercepat pemberian keputusan itu tahun ini.
Keinginan Freeport mempercepat ini tak lain untuk sesegara mungkin menyiapkan tambang emas bawah tanah terbesar di dunia. Lokasinya di bawah tambang Grasberg yang sudah nyaris habis dikeruk. Tambang bawah tanah ini bakal menjadi masa depan Freeport. Selama ini, Freeport telah mengeluarkan sekitar US$ 4 miliar untuk tambang bawah tanah, dari total rencana US$ 15 miliar.
Produksi pertama dari tambang terbuka dilakukan 43 tahun silam. Eksplorasi cadangan tembaga dan emas mencapai puncaknya pada 2001 di Tambang Grasberg, dengan kapasitas produksi hingga mencapai 238 ribu ton per hari.
Quote:

Kendaraan-kendaraan raksasa menggeliat, hilir mudik mengangkut hasil tambang di pegunungan Grasberg. Tambang terbuka terbesar di dunia yang dikelola PT Freeport Indonesia, melibatkan tidak kurang 3.000 karyawan selama 24 jam penuh. Mereka bagian dari 12.000 karyawan PT Freeport Indonesia. Bekerja dalam wilayah yang sangat terpencil, menaklukkan tantangan ekstrem.
Selama 40 tahun terakhir, lebih dari Rp 140 triliun investasi dibenamkan di pertambangan tersebut. Membangun infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, bandara, kota mandiri, pembangkit listrik, tambang bawah tanah hingga pabrik pengolahan.
Produksi pertama dari tambang terbuka dilakukan 43 tahun silam. Eksplorasi cadangan tembaga dan emas mencapai puncaknya pada 2001 di Tambang Grasberg, dengan kapasitas produksi hingga mencapai 238 ribu ton per hari.
Tambang modern dengan sistem kontrol satu titik mampu mengawasi areal tambang seluas 10.000 hektare dengan wilayah pendukung 202 ribu hektare, termasuk Pelabuhan Amamapare di hilir Timika.
Tanah Papua, sejarah tambang terbesar dunia lahir di sini. 79 Tahun lalu tepatnya 5 Desember 1936. Melalui ekspedisi panjang selama hampir 2 bulan, tim ekspedisi Pemerintah Hindia Belanda, Colijn dan Jean Jacques Dozy menemukan cadangan mineral yang disebut Ertsberg atau Gunung Bijih.
Sebuah batuan hitam kokoh dengan kandungan tembaga menjulang 180 meter di atas permukaan tanah di ketinggian 3.600 meter di atas permukaan laut.
Deposit tembaga terkaya di atas muka bumi. Inilah gerbang awal pertambangan di tanah Papua. Kala itu pada 1967 kondisi ekonomi Indonesia belum begitu kuat, Soeharto sebagai pemegang kekuasaan melakukan berbagai terobosan untuk mendongkrak perekonomian. Salah satunya mengizinkan masuknya investasi asing.
Menteri Pertambangan Slamet Bratanata menandatangani Kontrak Karya pertama untuk masa 30 tahun. Lewat kontrak ini PT Freeport Indonesia menjadi kontraktor ekslusif Tambang Ertsberg seluas 10 kilometer persegi. Adalah Ilyas Hamid, salah satu legenda pertambangan ini. Pembuat jalan tersulit di dunia.
Jalan terjal dari ketinggian 2.500 meter hingga 4.000 meter di atas permukaan laut. Heat Road yang kini namanya mengabadikan nama pembuatnya, Ilyas Road menjadi jalan tulang punggung operasional PT Freeport.
Kompleks pertambangan PT Freeport Indonesia. membentang dari Pelabuhan Amamapare hingga ke pegunungan yang tingginya lebih dari 4.200 meter di atas permukaan laut pertambangan Grasberg. Hingga kini Grasberg masih menjadi tambang terbuka terbesar di dunia.
Quote:
Gambar-gambar d bawah ini akan menjelaskan betapa kaya-nya alam Indonesia:
Spoiler for :

Pekerja melintas berlatarbelakang pegunungan Jayawijaya di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua. SVP Geoscience & Technical Services Division PT Freeport Indonesia (PTFI) Wahyu Sunyoto menyatakan, dari ketiga tambang bawah tanah yang sedang dibangun Freeport Indonesia, Grasberg Block Cave merupakan tambang yang paling besar menghasilkan produksi cadangan, yakni sebanyak 999,6 juta ton.
Spoiler for :

Suasana pemandangan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) dari ketinggian 4.285 meter diatas permukaan laut di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua.
Spoiler for :

Sebuah mobil melintas di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua
Spoiler for :

Pekerja tambang berjaga di kawasan Grasberg Mine dari ketinggian 4.285 meter diatas permukaan laut berlatarbelakang puncak Carstensz atau puncak pegunungan Jayawijaya, Mimika, Timika, Papua. Puncak Carstensz memiliki ketinggian 4,860 meter di atas permukaan laut dan puncak pegunungan yang diselimuti salju.
Spoiler for :

Suasana pemandangan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) dari ketinggian 4.285 meter diatas permukaan laut di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua.
Spoiler for :

Suasana bawah tanah milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua.
Spoiler for :

Pekerja tambang berjalan di sebuah tambang bawah tanah (underground mine) milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Mimika, Timika, Papua. EVP & General Manager Operational PTFI Nurhadi Sabirin mengatakan total investasi untuk membangun keseluruhan tambang bawah tanah mencapai USD16 miliar atau sekitar Rp200 triliun.
Spoiler for :

Pekerja tambang berjalan di sebuah tambang bawah tanah (underground mine) milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Mimika, Timika, Papua.
Spoiler for :

Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua. Produksi tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia 80 ribu ton per hari dalam bentuk batu yang sudah di pecah.
Spoiler for :

Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua.
Spoiler for :

Batu emas.
Spoiler for :

Biji emas.
Spoiler for :

Jadilah emas batangan.
Jangan lagi kita kecolongan dengan perjanjian-perjanjian tambang sebelumnya yang selalu dibuat oleh manusia yang mengaku warga negara Indonesia, namun memilik mentalitas antek dan budak asing, juga para konglomerat dengan kualitas sosial rendah, yang selalu menjual dan menguntungkan pihak asing


Quote:
KASKUSER YANG BAIK MENINGGALKAN KOMEN YANG BAIK, LEBIH BAIK LAGI DI RATE, DAN PALING BAIK MEMBERI CENDOL






Diubah oleh scarlet.needle 14-12-2015 22:14
0
5.4K
Kutip
27
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan