- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Komisi Yudisial Tak Endus Kejanggalan Putusan Parlas Nababan


TS
normankhalif
Komisi Yudisial Tak Endus Kejanggalan Putusan Parlas Nababan
Putusan Pengadilan Negeri Palembang yang mengalahkan gugatan pemerintah atas PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang dituduh melakukan pembakaran hutan menuai kontroversi. Majelis Hakim yang diketuai oleh Parlas Nababan pun dihujat dimana-mana setelah menolak semua gugatan perdata yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam hal ini, publik terlalu terbawa emosi bahwa hakim sudah pasti salah, hakim sudah disuap dan prasangka negatif lainnya. Padahal, bisa jadi gugatan hukum yang diajukan pemerintah lah yang lemah.
Sementara Hakim, harus memutuskan perkara dengan melihat fakta-fakta yang dihadirkan di persidangan. Kalau memang gugatan lemah dan tidak terbukti di persidangan ya mau apa, fakta hukumnya memang demikian.
Sampai saat ini, Komisi Yudisial yang berwenang mengawasi hakim, pun belum membaui adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Parlas dan koleganya. Seperti dilansir kompas.com, Komisioner KY Joko Sasmito mengatakan, KY terus memonitor perkembangan di masyarakat pasca-putusan tersebut. KY mengaku belum mendapat laporan yang cukup signifikan sehingga harus turun tangan untuk mengusut kasus tersebut.
Sebagai informasi, pemerintah menggugat PT BMH senilai 7,9 triliun sebagai biaya ganti rugi kebakaran dan pemulihan lingkungan pasca kebakaran di areal konsesi anak peruasahaan Sinar Mas grup itu. Gugatan tersebut ditolak majelis hakim yang diketuai oleh Parlas Nababan dengan anggota Eli Warti dan Kartidjo.
Majelis hakim menilai gugatan pemerintah tidak terbukti dan tak sesuai fakta di lapangan. Menurut majelis, kebakaran hutan dan kehilangan keanekaragaman hayati yang dituduhkan pemerintah tidak dapat dibuktikan dilakukan oleh PT BMH. Jadi, tidak ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian akibat kebakaran hutan tersebut dengan PT BMH sebagai tergugat.
Sejak awal, banyak pihak menyayangkan mengapa KLHK menggunakan pasal KUHPerdata yang terlalu luas dan pembuktiannya susah. Jika pemerintah yakin telah terjadi pembakaran hutan secara disengaja, gunakan saja pasal pidana atau kejahatan korporasi yang sudah diatur dalam undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Referensi Bacaan : http://www.cnnindonesia.com/nasional...-pn-palembang/

Dalam hal ini, publik terlalu terbawa emosi bahwa hakim sudah pasti salah, hakim sudah disuap dan prasangka negatif lainnya. Padahal, bisa jadi gugatan hukum yang diajukan pemerintah lah yang lemah.
Sementara Hakim, harus memutuskan perkara dengan melihat fakta-fakta yang dihadirkan di persidangan. Kalau memang gugatan lemah dan tidak terbukti di persidangan ya mau apa, fakta hukumnya memang demikian.
Sampai saat ini, Komisi Yudisial yang berwenang mengawasi hakim, pun belum membaui adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Parlas dan koleganya. Seperti dilansir kompas.com, Komisioner KY Joko Sasmito mengatakan, KY terus memonitor perkembangan di masyarakat pasca-putusan tersebut. KY mengaku belum mendapat laporan yang cukup signifikan sehingga harus turun tangan untuk mengusut kasus tersebut.
Sebagai informasi, pemerintah menggugat PT BMH senilai 7,9 triliun sebagai biaya ganti rugi kebakaran dan pemulihan lingkungan pasca kebakaran di areal konsesi anak peruasahaan Sinar Mas grup itu. Gugatan tersebut ditolak majelis hakim yang diketuai oleh Parlas Nababan dengan anggota Eli Warti dan Kartidjo.
Majelis hakim menilai gugatan pemerintah tidak terbukti dan tak sesuai fakta di lapangan. Menurut majelis, kebakaran hutan dan kehilangan keanekaragaman hayati yang dituduhkan pemerintah tidak dapat dibuktikan dilakukan oleh PT BMH. Jadi, tidak ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian akibat kebakaran hutan tersebut dengan PT BMH sebagai tergugat.
Sejak awal, banyak pihak menyayangkan mengapa KLHK menggunakan pasal KUHPerdata yang terlalu luas dan pembuktiannya susah. Jika pemerintah yakin telah terjadi pembakaran hutan secara disengaja, gunakan saja pasal pidana atau kejahatan korporasi yang sudah diatur dalam undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Referensi Bacaan : http://www.cnnindonesia.com/nasional...-pn-palembang/
Berikut ini adalah lampiran foto Press Release Komisi Yudisial soal putusan PN Palembang.

0
3.1K
39


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan