- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ketimpangan Penghasilan Paling Tinggi? Di Indonesia


TS
deniswise
Ketimpangan Penghasilan Paling Tinggi? Di Indonesia
JAKARTA, (PRLM).- Di tahun 2015 ini Bank Dunia mencatat Indonesia sebagai salah satu negara dengan ketimpangan penghasilan paling tinggi di Asia. Di mana Indonesia saat ini merupakan negara paling inequal di Asia. Berdasarkan distribusi pendapatan suatu negara, Indonesia memiliki peringkat koefisien sebesar 0,43 akhir tahun 2014, jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2004 – 2005 yang berkisar 0,34 – 0,35.
“Salah satu penyebab tingginya ketimpangan pendapatan tersebut adalah akibat melebarnya gap pendapatan atau gaji antara pekerja berkeahlian rendah dengan pekerja professional yang berpendidikan tinggi, maka pemerintah harus mengambil langkah dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan di tahun depan untuk mengurangi kesenjangan itu,” tegas Irman Gusman dalam refleksi akhir tahun ‘Memantapkan konsolidasi nasional menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)’ di Gedung DPD RI Jakarta, Senin (21/12/2015).
Kebijakan tersebut kata Irman, tidak cukup hanya berupa penetapan upah minimum (UMK), tapi harus mencakup sistem pengupahan nasional secara keseluruhan. Sehingga tidak hanya berorientasi peningkatan pendapatan pekerja secara umum, tapi juga untuk memangkas kesenjangan antara pekerja berkeahlian rendah dengan pekerja profesional.
Dari distribusi pendapatan, juga terlihat makin melebarnya penerimaan kelompok 20 persen penduduk terkaya dengan 40 persen penduduk termiskin. Menurut data BPS (2014), pada 2005, 40 persen penduduk kelas terbawah menerima pendapatan nasional sebesar 21 persen, namun pada 2013 menurun menjadi 16,9 persen.
Sebaliknya, 20 persen penduduk kelas atas, penerimaan mereka melonjak dari 40 persen pada 2005 menjadi 49 persen dari PDB pada 2013. “Artinya sebanyak 20 persen penduduk terkaya menguasai hampir separuh pendapatan nasional,” kata Irman.
Hal lain yang memprihatinkan lagi lanjut Irman, adalah terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin pada tahun 2015. Data BPS jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin tersebut bertambah sebanyak 860 ribu dibandingkan pada September 2014 di mana penduduk miskin berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari jumlah penduduk.
Oleh karena itu DPD RI mengimbau dan mendukung setiap usaha pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sesuai amanat konstitusi khususnya Pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian nasional dan Pasal 34 tentang kesejahteraan social, agar dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
Mengenai Pilkada, Ketua DPD RI Irman Gusman menyatakan, DPD RI mengapresiasi pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 lalu, yang berlangsung tertib, meski di beberapa daerah masih ada kegaduhan pasca Pilkada tersebut. “Tapi, Pilkada berjalan lancar, aman, dan tertib, karena relatif tidak ada kerusuhan atau anarkisme setelah pelaksanaan Pilkada itu,” tambahnya.
Tapi, berdasarkan hasil monitoring DPD RI yang turun ke lapangan di daerah, setidaknya ada tiga permasalahan yang ditemukan. Pertama, terpaksa ditundanya pelaksanaan Pilkada Provinsi Kalimantan Tengah dan beberapa kabupaten, sehingga 264 daerah yang bisa melaksanakan Pilkada dari 269 yang dijadwalkan.
Kedua, calon tunggal, karena ada indikasi ‘pemborongan’ partai, dan ketiga, berdasarkan evaluasi KPU, ternyata partisipasi pemilih hanya 64,02 persen untuk pemilihan bupati/walikota, dan 64,74 persen untuk pemilihan gubernur. “Ini jauh di abwah target KPU di mana tingkat partisipasi yang diharapkan sebesar 77,5 persen dari daftar pemilih tetap (DPT),” pungkasnya.(Sjafri Ali/A-88)***
sumber
masa sih sampe segitunya
“Salah satu penyebab tingginya ketimpangan pendapatan tersebut adalah akibat melebarnya gap pendapatan atau gaji antara pekerja berkeahlian rendah dengan pekerja professional yang berpendidikan tinggi, maka pemerintah harus mengambil langkah dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan di tahun depan untuk mengurangi kesenjangan itu,” tegas Irman Gusman dalam refleksi akhir tahun ‘Memantapkan konsolidasi nasional menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)’ di Gedung DPD RI Jakarta, Senin (21/12/2015).
Kebijakan tersebut kata Irman, tidak cukup hanya berupa penetapan upah minimum (UMK), tapi harus mencakup sistem pengupahan nasional secara keseluruhan. Sehingga tidak hanya berorientasi peningkatan pendapatan pekerja secara umum, tapi juga untuk memangkas kesenjangan antara pekerja berkeahlian rendah dengan pekerja profesional.
Dari distribusi pendapatan, juga terlihat makin melebarnya penerimaan kelompok 20 persen penduduk terkaya dengan 40 persen penduduk termiskin. Menurut data BPS (2014), pada 2005, 40 persen penduduk kelas terbawah menerima pendapatan nasional sebesar 21 persen, namun pada 2013 menurun menjadi 16,9 persen.
Sebaliknya, 20 persen penduduk kelas atas, penerimaan mereka melonjak dari 40 persen pada 2005 menjadi 49 persen dari PDB pada 2013. “Artinya sebanyak 20 persen penduduk terkaya menguasai hampir separuh pendapatan nasional,” kata Irman.
Hal lain yang memprihatinkan lagi lanjut Irman, adalah terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin pada tahun 2015. Data BPS jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin tersebut bertambah sebanyak 860 ribu dibandingkan pada September 2014 di mana penduduk miskin berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari jumlah penduduk.
Oleh karena itu DPD RI mengimbau dan mendukung setiap usaha pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sesuai amanat konstitusi khususnya Pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian nasional dan Pasal 34 tentang kesejahteraan social, agar dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
Mengenai Pilkada, Ketua DPD RI Irman Gusman menyatakan, DPD RI mengapresiasi pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 lalu, yang berlangsung tertib, meski di beberapa daerah masih ada kegaduhan pasca Pilkada tersebut. “Tapi, Pilkada berjalan lancar, aman, dan tertib, karena relatif tidak ada kerusuhan atau anarkisme setelah pelaksanaan Pilkada itu,” tambahnya.
Tapi, berdasarkan hasil monitoring DPD RI yang turun ke lapangan di daerah, setidaknya ada tiga permasalahan yang ditemukan. Pertama, terpaksa ditundanya pelaksanaan Pilkada Provinsi Kalimantan Tengah dan beberapa kabupaten, sehingga 264 daerah yang bisa melaksanakan Pilkada dari 269 yang dijadwalkan.
Kedua, calon tunggal, karena ada indikasi ‘pemborongan’ partai, dan ketiga, berdasarkan evaluasi KPU, ternyata partisipasi pemilih hanya 64,02 persen untuk pemilihan bupati/walikota, dan 64,74 persen untuk pemilihan gubernur. “Ini jauh di abwah target KPU di mana tingkat partisipasi yang diharapkan sebesar 77,5 persen dari daftar pemilih tetap (DPT),” pungkasnya.(Sjafri Ali/A-88)***
sumber
masa sih sampe segitunya
0
1.8K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan