

TS
rus....
SURAT
Mataku menatap setiap sudut ruangan yang merupakan sebuah kantin sekolah yang telah sepi. Yeah, aku ketiduran setelah melahap semangkuk bakso yang telah kupesan waktu jam istirahat, dan kini waktu istirahat telah selesai. Untungnya Mbak Dewi yang merupakan penjual bakso membangunkan ku.
Kurentangkan otot tubuhku, dan sesekali menguap. Pelajaran telah berjalan 15 menit, kini saatnya kembali ke kelas dan menikmati pelajaran yang begitu membosankan. Yeah, pelajaran Seni Budaya dan keterampilan, di mana guru tersebut memberi tugas yang begitu sulit, tugas membuat 'perspektif'
Saat aku ingin beranjak dari posisiku, sebuah surat yang terlipat rapi di atas meja menarik perhatianku. Ku lirik surat tersebut, kemudian membukanya secara perlahan. Tidak ada nama pengirim dari surat tersebut, dan tulisannya juga rapi dengan bunyi;
"Hi, Rus, apa kabar? Jika kamu membaca surat ini berarti kamu sudah bangun dari tidur nyenyakmu. Kamu tahu? Wajahmu saat tidur lucu, bahkan sangat lucu, hehe. Apa baksonya enak? Pasti dong.
Aku sangat berharap kamu membalasnya. Tinggal tulis di belakang surat ini kemudian letakkan pada tempat semula.
Salam hangat
"
Aku terbengong memandang surat ini. Siapapun yang telah membuatnya pasti dia orang gila. Sejujurnya, aku cukup penasaran, tidak, bahkan sangat penasaran dengan pengirim surat ini. Jadi, yang kubutuhkan adalah seorang saksi mata, dan aku tahu siapa orangnya.
Saksi mata itu sekarang berada pada gerobak hijau dan dia sedang merapikan beberapa mangkuk yang telah dia bersihkan tadi. Saksi mata itu adalah... Mbak Dewi! Aku berjalan ke arahnya dengan mengenggam erat kertas yang merupakan barang bukti.
Dia memandangku dengan tatapan tajam, sebuah kerutan terlihat pada dahinya, dan kemudian dia melontarkan kata-kata yang membuatku ingin segera pergi dari tempat ini, "ada apa? Mau bayar utang? Kapan di bayarnya? Udah 3 minggu elu gak bayar! Bayar cepat, keburu tamat, lu gak bayar-bayar!"
Sederet pertanyaan yang membuatku lupa akan tujuan sebenarnya, "yah, nanti gua bayar. Takut amat dah, gua tamat sekolah masih lama juga."
"Nanti kapan?!" Mbak Dewi memandangku geram. Saat ini Mbak Dewi lebih sadis dari seorang gadis yang lagi pms.
"Belum gajian, nanti kalau udah gajian gua bayar. Catat aja sama yang tadi."
"Yang tadi udah dibayar," ucap Mbak Dewi.
'Yang tadi udah dibayar?' tanyaku membatin.
'Yang tadi udah dibayar?'
'Yang-tadi-udah-dibayar?'
Dan terus terulang selama tiga kali. Siapa yang bayar? Kalau teman kelas mana mungkin, secara mereka jarang ke kantin. Seketika aku teringat sesuatu.
"Siapa yang bayar, mbak? Apa dia juga yang ngasih surat ini?"
Mbak Dewi hanya senyam-senyum tidak jelas. Seketika aura membunuhnya yang tadi memenuhi ruangan ini hilang, tergantikan dengan aura kedamaian.
"Mbak? Bisa jawab pertanyaan gua gak?" Mungkin, dia ikut campur dalam surat ini. Jadi, aku menunjuk dia sebagai tersangka, bukan saksi mata.
"Nanti kalau elu udah ada duit bayar, dan untuk surat itu gua gak bisa kasih tahu. Karena gua dibayar untuk gak ngasih tahu elu."
Benar dengan apa yang kuperkirakan saat ini. Mbak Dewi ikut campur dalam surat ini, dan dia dibayar oleh si pengirim surat untuk tidak memberitahukanku. Hmm... tidak ada cara lain.
"Mbak? Lu dibayar berapa ma dia? Nanti gua bayar 4x lipat, tapi beritahu gua siapa pengirim surat itu." Mbak Dewi memandangku tidak percaya.
"Emang lu punya duit? Bayar utang aja belum lunas, sok-sokan mau bayar gua empat kali lipat."
Benar juga apa yang dia katakan. Utangku aja belum lunas, sok-sok mau bayar empat kali lipat. Percuma saja berbicara dengan dia, buang-buang waktu. Makin lama, pembicaraan ini ujung-ujungnya menyangkut masalah utang yang belum lunas.
Kuraih pulpen yang selalu berada pada kantung bajuku. Alasan mengapa selalu kubawa adalah jika disimpan di kelas maka berselang 1 detik atau hanya kedipan mata pulpen tersebut akan hilang bagaikan ditelan bumi. Kutuliskan dua kata pada belakang kertas tersebut dengan bunyi;
"LO SIAPA?"
Mengapa dia tidak mengirim melalui sms aja yah? Kenapa harus surat? Atau dia takut jika dia mengirim melalui sms aku akan menghubunginya. Hmm... Aku mendapatkan sedikit petunjuk pada pengirim surat, bahwa dia seorang pemalu.
10 menit berlalu, aku meninggalkan ruangan ini setelah meletakkan surat misterius itu kemudian menuju ke kelasku. Kepalaku celengak-celinguk pada pintu keluar kantin untuk memastikan tidak ada kesiswaan yang sedang bertugas, dan syukurlah tidak ada satupun kesiswaan. Kalau ke dapatan oleh kesiswaan bisa bahaya.
Setiap langkah yang kuambil, aku teringat pada surat itu. Ada apa ini? Ada perasaan dalam diriku yang mengatakan bahwa si pengirim adalah seorang gadis cantik, dan aku berharap itu terjadi.
Seketika kakiku berhenti melangkah, dan dengan sendirinya kata-kata keluar dari mulutku.
"Sebegitu kesepiannya, kah diriku?"
Aku memandang kelasku yang bertuliskan, XII Ipa 6. Terdengar suara keramian dalam kelas tersebut, dan terdengar juga suara tawa temanku yang sering buang kentut dalam kelas.
Pasti guru mata pelajaran Sbk yang merupakan wali kelasku sudah meninggalkan kelas setelah memberikan materi pada murid. Yah, karena kesibukannya sebagai wakil kepala sekolah jadi setelah memberikan materi dia akan kembali ke kantornya.
Pelajaran Sbk menyenangkan dan membosankan. Mengapa kusebut menyenangkan karena setelah memberikan materi wali kelasku akan kembali ke kantornya, dan mengapa kusebut membosankan karena setelah memberikan materi ada tugas perspektif yang harus dikerjakan.
Seorang pemuda yang merupakan maniak game keluar dari kelas itu. Dia cukup kaget melihatku karena aku tidak berada di dalam kelas saat jam pelajaran dimulai.
"Dari mana aja, lu?" Aku memberikan senyuman yang penuh arti.
"Biasalah, tidur di kantin. Ada tugas gak?"
"Ya elah. Ada, lu mau kerja?"
"Emang tugasnya gimana?"
"Di suruh buat balok 20."
"Eh buset, emang gila tuh guru. Dia kira kita mau jadi Arsitek apa?"
"Nah makanya gua tanya, lu mau kerja gak?"
"Sudah pasti gak lah!"
Kita berdua tertawa bersama, sebut saja nama temanku ini dengan sebutan Dj. Dia bukan seorang Disc Jockey, Dj merupakan nama.... Ah, sudahlah.
Saat ingin masuk ke dalam kelas, aku teringat pada kertas tersebut. Dan memberitahukan masalah ini pada Dj. Mungkin dia bisa membantu dalam menyelesaikan masalah ini.
"Eh, ada orang yang ngasih gua surat."
"Lalu?" Dj memberikan tatapan bingung.
"Gua gak tahu siapa pengirimnya, lu mau bantu gua gak?"
"Ini gunanya seorang sahabat!"
To Be Continued.
Kurentangkan otot tubuhku, dan sesekali menguap. Pelajaran telah berjalan 15 menit, kini saatnya kembali ke kelas dan menikmati pelajaran yang begitu membosankan. Yeah, pelajaran Seni Budaya dan keterampilan, di mana guru tersebut memberi tugas yang begitu sulit, tugas membuat 'perspektif'
Saat aku ingin beranjak dari posisiku, sebuah surat yang terlipat rapi di atas meja menarik perhatianku. Ku lirik surat tersebut, kemudian membukanya secara perlahan. Tidak ada nama pengirim dari surat tersebut, dan tulisannya juga rapi dengan bunyi;
"Hi, Rus, apa kabar? Jika kamu membaca surat ini berarti kamu sudah bangun dari tidur nyenyakmu. Kamu tahu? Wajahmu saat tidur lucu, bahkan sangat lucu, hehe. Apa baksonya enak? Pasti dong.
Aku sangat berharap kamu membalasnya. Tinggal tulis di belakang surat ini kemudian letakkan pada tempat semula.
Salam hangat

Aku terbengong memandang surat ini. Siapapun yang telah membuatnya pasti dia orang gila. Sejujurnya, aku cukup penasaran, tidak, bahkan sangat penasaran dengan pengirim surat ini. Jadi, yang kubutuhkan adalah seorang saksi mata, dan aku tahu siapa orangnya.
Saksi mata itu sekarang berada pada gerobak hijau dan dia sedang merapikan beberapa mangkuk yang telah dia bersihkan tadi. Saksi mata itu adalah... Mbak Dewi! Aku berjalan ke arahnya dengan mengenggam erat kertas yang merupakan barang bukti.
Dia memandangku dengan tatapan tajam, sebuah kerutan terlihat pada dahinya, dan kemudian dia melontarkan kata-kata yang membuatku ingin segera pergi dari tempat ini, "ada apa? Mau bayar utang? Kapan di bayarnya? Udah 3 minggu elu gak bayar! Bayar cepat, keburu tamat, lu gak bayar-bayar!"
Sederet pertanyaan yang membuatku lupa akan tujuan sebenarnya, "yah, nanti gua bayar. Takut amat dah, gua tamat sekolah masih lama juga."
"Nanti kapan?!" Mbak Dewi memandangku geram. Saat ini Mbak Dewi lebih sadis dari seorang gadis yang lagi pms.
"Belum gajian, nanti kalau udah gajian gua bayar. Catat aja sama yang tadi."
"Yang tadi udah dibayar," ucap Mbak Dewi.
'Yang tadi udah dibayar?' tanyaku membatin.
'Yang tadi udah dibayar?'
'Yang-tadi-udah-dibayar?'
Dan terus terulang selama tiga kali. Siapa yang bayar? Kalau teman kelas mana mungkin, secara mereka jarang ke kantin. Seketika aku teringat sesuatu.
"Siapa yang bayar, mbak? Apa dia juga yang ngasih surat ini?"
Mbak Dewi hanya senyam-senyum tidak jelas. Seketika aura membunuhnya yang tadi memenuhi ruangan ini hilang, tergantikan dengan aura kedamaian.
"Mbak? Bisa jawab pertanyaan gua gak?" Mungkin, dia ikut campur dalam surat ini. Jadi, aku menunjuk dia sebagai tersangka, bukan saksi mata.
"Nanti kalau elu udah ada duit bayar, dan untuk surat itu gua gak bisa kasih tahu. Karena gua dibayar untuk gak ngasih tahu elu."
Benar dengan apa yang kuperkirakan saat ini. Mbak Dewi ikut campur dalam surat ini, dan dia dibayar oleh si pengirim surat untuk tidak memberitahukanku. Hmm... tidak ada cara lain.
"Mbak? Lu dibayar berapa ma dia? Nanti gua bayar 4x lipat, tapi beritahu gua siapa pengirim surat itu." Mbak Dewi memandangku tidak percaya.
"Emang lu punya duit? Bayar utang aja belum lunas, sok-sokan mau bayar gua empat kali lipat."
Benar juga apa yang dia katakan. Utangku aja belum lunas, sok-sok mau bayar empat kali lipat. Percuma saja berbicara dengan dia, buang-buang waktu. Makin lama, pembicaraan ini ujung-ujungnya menyangkut masalah utang yang belum lunas.
Kuraih pulpen yang selalu berada pada kantung bajuku. Alasan mengapa selalu kubawa adalah jika disimpan di kelas maka berselang 1 detik atau hanya kedipan mata pulpen tersebut akan hilang bagaikan ditelan bumi. Kutuliskan dua kata pada belakang kertas tersebut dengan bunyi;
"LO SIAPA?"
Mengapa dia tidak mengirim melalui sms aja yah? Kenapa harus surat? Atau dia takut jika dia mengirim melalui sms aku akan menghubunginya. Hmm... Aku mendapatkan sedikit petunjuk pada pengirim surat, bahwa dia seorang pemalu.
10 menit berlalu, aku meninggalkan ruangan ini setelah meletakkan surat misterius itu kemudian menuju ke kelasku. Kepalaku celengak-celinguk pada pintu keluar kantin untuk memastikan tidak ada kesiswaan yang sedang bertugas, dan syukurlah tidak ada satupun kesiswaan. Kalau ke dapatan oleh kesiswaan bisa bahaya.
Setiap langkah yang kuambil, aku teringat pada surat itu. Ada apa ini? Ada perasaan dalam diriku yang mengatakan bahwa si pengirim adalah seorang gadis cantik, dan aku berharap itu terjadi.
Seketika kakiku berhenti melangkah, dan dengan sendirinya kata-kata keluar dari mulutku.
"Sebegitu kesepiannya, kah diriku?"
Aku memandang kelasku yang bertuliskan, XII Ipa 6. Terdengar suara keramian dalam kelas tersebut, dan terdengar juga suara tawa temanku yang sering buang kentut dalam kelas.
Pasti guru mata pelajaran Sbk yang merupakan wali kelasku sudah meninggalkan kelas setelah memberikan materi pada murid. Yah, karena kesibukannya sebagai wakil kepala sekolah jadi setelah memberikan materi dia akan kembali ke kantornya.
Pelajaran Sbk menyenangkan dan membosankan. Mengapa kusebut menyenangkan karena setelah memberikan materi wali kelasku akan kembali ke kantornya, dan mengapa kusebut membosankan karena setelah memberikan materi ada tugas perspektif yang harus dikerjakan.
Seorang pemuda yang merupakan maniak game keluar dari kelas itu. Dia cukup kaget melihatku karena aku tidak berada di dalam kelas saat jam pelajaran dimulai.
"Dari mana aja, lu?" Aku memberikan senyuman yang penuh arti.
"Biasalah, tidur di kantin. Ada tugas gak?"
"Ya elah. Ada, lu mau kerja?"
"Emang tugasnya gimana?"
"Di suruh buat balok 20."
"Eh buset, emang gila tuh guru. Dia kira kita mau jadi Arsitek apa?"
"Nah makanya gua tanya, lu mau kerja gak?"
"Sudah pasti gak lah!"
Kita berdua tertawa bersama, sebut saja nama temanku ini dengan sebutan Dj. Dia bukan seorang Disc Jockey, Dj merupakan nama.... Ah, sudahlah.
Saat ingin masuk ke dalam kelas, aku teringat pada kertas tersebut. Dan memberitahukan masalah ini pada Dj. Mungkin dia bisa membantu dalam menyelesaikan masalah ini.
"Eh, ada orang yang ngasih gua surat."
"Lalu?" Dj memberikan tatapan bingung.
"Gua gak tahu siapa pengirimnya, lu mau bantu gua gak?"
"Ini gunanya seorang sahabat!"
To Be Continued.


anasabila memberi reputasi
1
1.7K
18


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan