Tahun 2015 adalah tahun kelam bagi peradilan kita, bagaimana tidak banyak kasus hukum yang dinilai secara obyektif tidaklah benar dalam memberikan peradilan. Lembaga peradilan kita sudah dicap buruk kinerjanya, bahkan banyak yang tidak mengakui keberadaan hukum diindonesia, di Aceh, merupakan contoh peradilan yang benar benar dinilai lebih fair, seorang yang ketahuan berzina atau mencuri akan dikenakan sanksi sosial dengan direjam dimuka umum, atau hukum berdasarkan syariat, diaman orang itu melanggar diwilayah itu maka akan dikenakan hukum sesuai apa yang berlaku diwilayah yang bersangkutan.
Daripada melihat peradilan hukum indonesia yang berjubah tapi memberikan sebuah keputusan yang tidak bisa dinalar logika, bahkan beberapa dakwaan lebih ringan daripada tuntutan sebelumnya, disini kita melihat beberapa peristiwa yang terjadi tahun 2015, diantara sebuah peradilan abal-abal.
Quote:
Wajah Christopher Daniel Sjarief (22), pengemudi Mitsubishi Outlander maut yang menabrak hingga menyebabkan empat orang meninggal dunia, tampak dingin saat mendengarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (27/8) pagi.
Pengendara yang mengalami kecelakaan di Jalan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta itu hanya divonis hukuman 1 tahun 6 bulan atau bebas bersyarat.
Sidang yang berlangsung hanya selama 30 menit beragendakan pembacaan putusan dari Majelis Hakim di ruang sidang V Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ketua Majelis Hakim Made Sutrisna membacakan putusan hukuman terhadap mahasiswa dari Universitas San Francisco itu.
"Pertama menyatakan bahwa terdakwa Christopher Daniel Syarif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia," kata Made Sutisna di PN Jakarta Selatan, Kamis (27/8).
Dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih dan celana bahan hitam, sopir mauit itu menjadi sorotan puluhan kamera dari awak media yang mengabadikan moment pembacaan putusan hakim itu.
Vonis yang dibacakan menjelis hakim lebih ringan dari tuntutanJaksa Penuntut Umum (JPU) selama 2 tahun enam bulan.
"Menjatuhkan pidana dia terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda 10 juta rupiah. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan pidana selama 1 bulan," tuturnya.
Namun, hukuman itu baru dijatuhkan dengan masa percobaan dua tahun.
"Menetapkan pidana tersebut tidak akan dijalankan kecuali bila dalam tenggang waktu percobaan dua tahun belum berakhir," kata dia.
Artinya, bila Christopher melakukan pidana lagi selama dua tahun maka hukumun tersebut tidak akan dijatuhkan kepadanya.
Pria itu pun tidak akan ditahan selama masa percobaan dua tahun tersebut.
"Akan diawasi tersebut dalam dua tahun, melakukan pidana kembali maka harus menjatuhkan lagi putusan ini," tutur Made.
Setelah Ketua Majelis Hakim, Made Sutisna mengetok palu dan membacakan vonis, Christopher langsung melenggang keluar ruang sidang tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tampang serius dan menghindari awak media diperlihatkan pria dengan gaya rambut cepak itu.
Ketika ditanya awak media, apakah dengan putusan Hakim memberikan pembebasan bersyarat terhadap dirinya, Christopher hanya tersenyum.
Dia pun langsung keluar dari Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan menggunakan mobil pribadi orang tuanya.
Christopher dijerat Pasal 310 ayat 4 dan Pasal 310 ayat 3 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Akan pikir-pikir
Ditemui secara terpisah, salah seorang dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Abdul Kadir Sangaji menuturkan bahwa putusan Majelis Hakim akan dipikirkan tim JPU untuk melakukan banding.
Pasalnya, tim JPU harus melihat kasus ini secara teliti.
"Iya nantilah, kita pikir-pikir dulu," kata Sangaji.
Menurutnya, vonis yang diberikan Majelis Hakim bukanlah vonis bebas.
Dia menampik hal itu karena yang dibacakan adalah vonis 1 tahun 6 bulan.
"Siapa yang bilang bebas ?" ketus Sangaji.
Mekanisme pasar
Johnson Panjaitan, Praktisi Hukum dari Universitas Kristen Indonesia mengatakan bahwa dalam kasus yang menimpa Christopher dengan divonis 1 tahun 6 bulan atau bebas bersyarat karena di Pengadilan seperti mekanisme pasar.
Dimana, ada suatu transaksi jual beli di Pengadilan yang menyebabkan seorang terdakwa terbebas dari hukumannya.
"Jadi saya kira itu ngga bisa kita bilang penegakan keadilan lah, tetapi lebih pada pembuktian mekanisme pasar kira-kira begitu. Siapa yang mengurus dialah yang mendapatkan, menurut saya begitu," ungkapnya.
Menurutnya kasus tersebut amatlah banyak.
Sehingga, dia menduga kebanyakan penegak hukum lebih berpihak kepada yang mengurus. Karena adanya suatu pasar di Pengadilan.
"Bukan hanya dalam kasus ini, ada di beberapa kasus kan begitu. Kasus-kasus yang diurus apalagi dia punya kekuasaan dan ada back up orang-orang yang kuat atau institusi-institusi yang kuat. Selalu saja yang terjadi mekanisme bukan penegakan keadilan," tuturnya. (bin)
Indonesia Hukumnya Aja Abal Abal Gan!
UPDETE untuk berita selanjutnya
Quote: