- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah-kisah mengharukan saat menjelang natal


TS
chandraksks
Kisah-kisah mengharukan saat menjelang natal

WB To My Thread
No Repost:


Kalau kemarin-kemarin ane posting thread tentang musik, kali ini ane mencoba posting thread tentang natal gan. Doakan lancar... 


Sebelumnya ane mau mengucapkan Merry Christmas untuk umat Kristen di kaskus dan Indonesia serta dunia

Di hari natal itu tidak identik dengan senyuman, ketawa gembira, tetapi juga ada cerita mengharukan dibalik hari raya natal.. Berikut contohnya kisahnya yang diambil dari beberapa sumber... Bisa diambil postifnya menjadikan renungan sesaat.
Spoiler for Kisah pertama:
Quote:
- Hadiah Terindah
Saya meletakkan gagang telepon dan berpaling ke arah orang tua saya. "Kata Dr. Wallwork, aku bisa pulang untuk merayakan Natal." Kami tersenyum bersama seakan-akan perkataan dokter itu adalah berita baik, tetapi kami tahu bahwa hal itu bukanlah berita baik.
Saat itu tanggal 22 Desember 1980. Sudah beberapa bulan ini kami tinggal di suatu tempat yang disebut Life Row. Gedung ini merupakan apartemen yang berdekatan dengan Rumah Sakit Stanford di Palo Alto. Di tempat inilah pasien seperti saya menunggu donor organ tubuh yang dapat digunakan untuk tranplantasi. Pada usia 18 tahun, saya menanti-nantikan jantung yang baru.
Ibu menelepon nenek yang berada di rumah kami di Napa, California. "Kami akan pulang!" katanya. "Mari kita merayakan Natal dengan baik!"
Kami bertiga menyiapkan semua barang dan masuk ke mobil Dodge Magnum kami. Hati kecil saya berharap ini bukanlah masa liburan. Saya ingin merasakan nikmatnya berada di rumah, tetapi kami semua tahu bahwa tanpa jantung yang baru hari kematian saya akan semakin dekat. Apa gunanya merayakan Natal?
Tetapi, bagaimanapun juga, kami akan pulang. Saya memutuskan bahwa saya akan berusaha menyenangkan keluarga -- saya yakin mereka pun berusaha menyenangkan hati saya.
Pemandangan di luar mobil sangat menyenangkan. Tinggal di rumah sakit selama berbulan-bulan adalah saat-saat yang berat. Bagi remaja seperti saya, dinding-dinding yang berwarna putih dan bau antiseptik benar-benar telah membuat saya muak. Sekarang, semua warna, suara, bahkan bau knalpot terasa sangat menyenangkan. Dua tahun belakangan ini adalah masa yang sangat sulit. Saya lahir dengan kondisi jantung yang kurang baik, tetapi tidak terlihat saat saya bayi. Saya menjalani kehidupan yang normal. Masa SMU saya penuh dengan teman-teman, ektrakulikuler, dan olahraga. Kehidupan sangat menyenangkan.
Saat masuk kuliah saya mulai mengalami beberapa kali gagal jantung. Sekarang pun, duduk di bangku mobil, saya dapat merasakan jantung lemah saya berdetak dengan susah payah di dada. Ia tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Seiring perjalanan pulang yang cukup jauh, saya mencoba untuk berkonsentrasi pada hal-hal indah yang telah saya terima. Pertama, dokter kami berhasil memasukkan saya ke dalam program tranplantasi di Stanford. Kemudian, ketika sepertinya tidak akan mungkin memperoleh uang yang cukup untuk operasi, seluruh warga Napa datang menolong. Mereka menjual kue dan mengadakan berbagai program pengumpulan dana lainnya. Teman, saudara, dan bahkan orang yang tidak kami kenal pun ikut menyumbangkan darahnya. Saya ingin bersyukur atas semua ini, tetapi semua itu tidak akan terlalu berdampak jika saya tidak memperoleh jantung yang baru.
Ayah berbelok masuk ke jalan-jalan kota Napa yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Tak lama kemudian kami tiba di pekarangan rumah putih kami. Pintu depan terbuka dan nenek lari keluar.
"Kembali! Kembali!" Nenek berteriak.
"Apa?"
"Mereka telah mendapatkan sebuah jantung!" teriaknya. "Mereka telah berusaha mencari kalian! Polisi lalu lintas telah berusaha mengejar kalian bahkan berita ini telah disiarkan di radio!"
" Mereka telah mendapat sebuah jantung?" kata ayah, seakan-akan tidak dapat mempercayainya.
"Ya, tetapi mereka hanya dapat menjaganya sampai pukul 4:30! Dan, sekarang sudah pukul 3:25!"
Kami saling berpandangan dengan kaget. Perjalanan kembali ke Palo Alto membutuhkan waktu satu setengah jam. Tetapi nenek telah memikirkannya. "Kami telah menyewa pesawat," ucapnya.
Saat nenek berbicara, sebuah mobil polisi datang. "Masuklah!" ucap sang polisi. "Kita menuju ke lapangan udara Napa!"
Pertarungan kami melawan waktu pun dimulai. Polantas berhasil membawa kami ke lapangan udara dan pilot pesawat Cessna Skyhawk berhasil menerbangkan kami sampai ke Palo Alto. Sebuah mobil ambulans telah menunggu kami di landasan pacu untuk membawa kami ke rumah sakit.
Kami tiba di rumah sakit pada pukul 4:26, hanya tersisa waktu 4 menit!
Di ruang operasi mereka mulai memberikan berbagai obat yang dibutuhkan tubuh saya agar tidak melawan jantung yang baru. Kemudian saya mendengar nama saya diucapkan di radio. Pembaca berita meminta para pendengarnya untuk memanjatkan doa sejenak bagi saya karena operasi akan segera dilakukan. Saat itu saya pun ikut berdoa.
Ibu dan ayah menunggu saya. "Ayah rela memberikan apa aja untuk menggantikan tempatmu, Nak," ucap ayah.
Ibu menempelkan telinganya di dada saya yang berdebar dengan kerasnya. "Ibu dapat mendengarnya," ucap ibu.
"Esok, suaranya akan berbeda," jawab saya. Kemudian saya menyerahkan kepada ibu sebuah kartu yang selama ini saya pegang, kutipan dari Yehezkiel 36:26 "Aku memberikan hati yang baru dan roh yang baru dalam hatimu."
Dua hari berikutnya terasa kabur. Pada hari kedua, saya tahu bahwa saya berada di kamar UGD khusus untuk pemulihan pasien yang baru saja menjalani transplantasi. Suster saya, Seana, memberitahukan bahwa operasi berjalan sukses.
Pada hari berikutnya saya sudah dapat duduk di tempat tidur. Dada saya terasa sangat sakit karena dibedah. Tetapi, ada satu hal yang berbeda. Untuk pertama kalinya dalam 2 tahun ini, saya tidak dapat merasakan hati saya!
Keluarga saya berkumpul di sisi luar kaca kamar. Mereka harus mengenakan baju steril, sarung tangan, dan masker wajah yang terlihat konyol, dan mereka hanya boleh masuk berdua-berdua. Namun, mereka tetap ingin menjenguk!
"Dan," ucap ibu. "Selamat Natal!"
Natal. Ini adalah Hari Natal. Padahal, beberapa hari yang lalu saya merasakan tidak ada gunanya merayakan Natal. Sekarang saya punya alasan untuk merayakannya!
Dengan tangan bergetar ibu menyerahkan Alkitab saya ke tangan saya. Kami bersama-sama membuka Lukas pasal 2, dan setiap orang diam saat kami membacakan kisah kelahiran Yesus.
Setelah itu, Seana membawakan setumpuk surat yang ditujukan kepada saya. Semua kartu -- banyak kartu berasal dari orang yang tidak saya kenal -- yang menyatakan bahwa mereka berdoa bagi saya. Saya merasa sangat tersentuh. Kami membuka dan membacakan setiap surat.
Akhirnya saya tiba pada sebuah surat dengan cap pos dari daerah barat. Saya terdiam, terlalu kaget untuk dapat berbicara. "Dan, ada apa?" ayah bertanya. Dengan terisak-isak saya membacakan surat tersebut.
Dan yang terkasih,
Sekalipun kami tidak mengenalmu, saya dan suami saya merasa sangat dekat dengan keluargamu. Anak kami satu-satunya, Lloyd, adalah donormu. Menyadari bahwa kamu memiliki jantungnya membuat kami lebih ringan menanggung rasa kehilangan kami.
Dengan penuh kasih,
Paul dan Barbara Chambers
Saya tidak dapat lagi menahan air mata saya. Dan, tiba-tiba saja segalanya menjadi jelas alasan sebenarnya mengapa saya harus merayakan Natal. Dalam kematian satu-satunya anak keluarga Chambers telah memberikan kehidupan kepada saya. Dalam kematian-Nya, Anak Allah satu-satunya telah memberikan kehidupan-Nya kepada kita, kehidupan kekal. Ingin rasanya saya meneriakkan rasa syukur karena Yesus Kristus telah lahir!
"Terima kasih, Tuhan!" kata saya. "Dan diberkatilah kamu," ujar saya saat memikirkan anak muda yang telah menandatangani kartu donor yang telah memberikan hadiah Natal terindah. "Diberkatilah kamu, Lloyd Chambers."
Kehidupan setiap orang adalah rencana Allah.
Saat itu tanggal 22 Desember 1980. Sudah beberapa bulan ini kami tinggal di suatu tempat yang disebut Life Row. Gedung ini merupakan apartemen yang berdekatan dengan Rumah Sakit Stanford di Palo Alto. Di tempat inilah pasien seperti saya menunggu donor organ tubuh yang dapat digunakan untuk tranplantasi. Pada usia 18 tahun, saya menanti-nantikan jantung yang baru.
Ibu menelepon nenek yang berada di rumah kami di Napa, California. "Kami akan pulang!" katanya. "Mari kita merayakan Natal dengan baik!"
Kami bertiga menyiapkan semua barang dan masuk ke mobil Dodge Magnum kami. Hati kecil saya berharap ini bukanlah masa liburan. Saya ingin merasakan nikmatnya berada di rumah, tetapi kami semua tahu bahwa tanpa jantung yang baru hari kematian saya akan semakin dekat. Apa gunanya merayakan Natal?
Tetapi, bagaimanapun juga, kami akan pulang. Saya memutuskan bahwa saya akan berusaha menyenangkan keluarga -- saya yakin mereka pun berusaha menyenangkan hati saya.
Pemandangan di luar mobil sangat menyenangkan. Tinggal di rumah sakit selama berbulan-bulan adalah saat-saat yang berat. Bagi remaja seperti saya, dinding-dinding yang berwarna putih dan bau antiseptik benar-benar telah membuat saya muak. Sekarang, semua warna, suara, bahkan bau knalpot terasa sangat menyenangkan. Dua tahun belakangan ini adalah masa yang sangat sulit. Saya lahir dengan kondisi jantung yang kurang baik, tetapi tidak terlihat saat saya bayi. Saya menjalani kehidupan yang normal. Masa SMU saya penuh dengan teman-teman, ektrakulikuler, dan olahraga. Kehidupan sangat menyenangkan.
Saat masuk kuliah saya mulai mengalami beberapa kali gagal jantung. Sekarang pun, duduk di bangku mobil, saya dapat merasakan jantung lemah saya berdetak dengan susah payah di dada. Ia tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Seiring perjalanan pulang yang cukup jauh, saya mencoba untuk berkonsentrasi pada hal-hal indah yang telah saya terima. Pertama, dokter kami berhasil memasukkan saya ke dalam program tranplantasi di Stanford. Kemudian, ketika sepertinya tidak akan mungkin memperoleh uang yang cukup untuk operasi, seluruh warga Napa datang menolong. Mereka menjual kue dan mengadakan berbagai program pengumpulan dana lainnya. Teman, saudara, dan bahkan orang yang tidak kami kenal pun ikut menyumbangkan darahnya. Saya ingin bersyukur atas semua ini, tetapi semua itu tidak akan terlalu berdampak jika saya tidak memperoleh jantung yang baru.
Ayah berbelok masuk ke jalan-jalan kota Napa yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Tak lama kemudian kami tiba di pekarangan rumah putih kami. Pintu depan terbuka dan nenek lari keluar.
"Kembali! Kembali!" Nenek berteriak.
"Apa?"
"Mereka telah mendapatkan sebuah jantung!" teriaknya. "Mereka telah berusaha mencari kalian! Polisi lalu lintas telah berusaha mengejar kalian bahkan berita ini telah disiarkan di radio!"
" Mereka telah mendapat sebuah jantung?" kata ayah, seakan-akan tidak dapat mempercayainya.
"Ya, tetapi mereka hanya dapat menjaganya sampai pukul 4:30! Dan, sekarang sudah pukul 3:25!"
Kami saling berpandangan dengan kaget. Perjalanan kembali ke Palo Alto membutuhkan waktu satu setengah jam. Tetapi nenek telah memikirkannya. "Kami telah menyewa pesawat," ucapnya.
Saat nenek berbicara, sebuah mobil polisi datang. "Masuklah!" ucap sang polisi. "Kita menuju ke lapangan udara Napa!"
Pertarungan kami melawan waktu pun dimulai. Polantas berhasil membawa kami ke lapangan udara dan pilot pesawat Cessna Skyhawk berhasil menerbangkan kami sampai ke Palo Alto. Sebuah mobil ambulans telah menunggu kami di landasan pacu untuk membawa kami ke rumah sakit.
Kami tiba di rumah sakit pada pukul 4:26, hanya tersisa waktu 4 menit!
Di ruang operasi mereka mulai memberikan berbagai obat yang dibutuhkan tubuh saya agar tidak melawan jantung yang baru. Kemudian saya mendengar nama saya diucapkan di radio. Pembaca berita meminta para pendengarnya untuk memanjatkan doa sejenak bagi saya karena operasi akan segera dilakukan. Saat itu saya pun ikut berdoa.
Ibu dan ayah menunggu saya. "Ayah rela memberikan apa aja untuk menggantikan tempatmu, Nak," ucap ayah.
Ibu menempelkan telinganya di dada saya yang berdebar dengan kerasnya. "Ibu dapat mendengarnya," ucap ibu.
"Esok, suaranya akan berbeda," jawab saya. Kemudian saya menyerahkan kepada ibu sebuah kartu yang selama ini saya pegang, kutipan dari Yehezkiel 36:26 "Aku memberikan hati yang baru dan roh yang baru dalam hatimu."
Dua hari berikutnya terasa kabur. Pada hari kedua, saya tahu bahwa saya berada di kamar UGD khusus untuk pemulihan pasien yang baru saja menjalani transplantasi. Suster saya, Seana, memberitahukan bahwa operasi berjalan sukses.
Pada hari berikutnya saya sudah dapat duduk di tempat tidur. Dada saya terasa sangat sakit karena dibedah. Tetapi, ada satu hal yang berbeda. Untuk pertama kalinya dalam 2 tahun ini, saya tidak dapat merasakan hati saya!
Keluarga saya berkumpul di sisi luar kaca kamar. Mereka harus mengenakan baju steril, sarung tangan, dan masker wajah yang terlihat konyol, dan mereka hanya boleh masuk berdua-berdua. Namun, mereka tetap ingin menjenguk!
"Dan," ucap ibu. "Selamat Natal!"
Natal. Ini adalah Hari Natal. Padahal, beberapa hari yang lalu saya merasakan tidak ada gunanya merayakan Natal. Sekarang saya punya alasan untuk merayakannya!
Dengan tangan bergetar ibu menyerahkan Alkitab saya ke tangan saya. Kami bersama-sama membuka Lukas pasal 2, dan setiap orang diam saat kami membacakan kisah kelahiran Yesus.
Setelah itu, Seana membawakan setumpuk surat yang ditujukan kepada saya. Semua kartu -- banyak kartu berasal dari orang yang tidak saya kenal -- yang menyatakan bahwa mereka berdoa bagi saya. Saya merasa sangat tersentuh. Kami membuka dan membacakan setiap surat.
Akhirnya saya tiba pada sebuah surat dengan cap pos dari daerah barat. Saya terdiam, terlalu kaget untuk dapat berbicara. "Dan, ada apa?" ayah bertanya. Dengan terisak-isak saya membacakan surat tersebut.
Dan yang terkasih,
Sekalipun kami tidak mengenalmu, saya dan suami saya merasa sangat dekat dengan keluargamu. Anak kami satu-satunya, Lloyd, adalah donormu. Menyadari bahwa kamu memiliki jantungnya membuat kami lebih ringan menanggung rasa kehilangan kami.
Dengan penuh kasih,
Paul dan Barbara Chambers
Saya tidak dapat lagi menahan air mata saya. Dan, tiba-tiba saja segalanya menjadi jelas alasan sebenarnya mengapa saya harus merayakan Natal. Dalam kematian satu-satunya anak keluarga Chambers telah memberikan kehidupan kepada saya. Dalam kematian-Nya, Anak Allah satu-satunya telah memberikan kehidupan-Nya kepada kita, kehidupan kekal. Ingin rasanya saya meneriakkan rasa syukur karena Yesus Kristus telah lahir!
"Terima kasih, Tuhan!" kata saya. "Dan diberkatilah kamu," ujar saya saat memikirkan anak muda yang telah menandatangani kartu donor yang telah memberikan hadiah Natal terindah. "Diberkatilah kamu, Lloyd Chambers."
Kehidupan setiap orang adalah rencana Allah.
Spoiler for Kisah Kedua:
Quote:
- Gadis Penjual Korek Api
Pada sebuah malam menjelang Natal. Malam sangat dingin, salju turun dengan deras dan angin berhembus dengan kencang. Ada seorang gadis kecil yang sudah kehilangan mamanya, untuk menghidupi papanya yang sedang sakit, tanpa memperdulikan badai salju berjalan dijalan yang diselimuti salju menjual korek api.
“Korek api, siapa yang mau membeli korek api”
Dia tidak memiliki baju hangat, memakai baju yang sudah kumal dan kepalanya dibungkus sebuah syal yang sudah koyak, diatas kakinya hanya memakai sepasang sandal tua, dia berteriak menjajakan korek apinya dijalan, tetapi tidak seorangpun yang memperdulinya.
Semua orang sedang sibuk mempersiapkan kado natal, dengan gembira dan bersenang-senang, sungguh kasihan gadis malang ini! Dia mempunyai banyak korek api yang disimpan disebuah keranjang dan tangannya memegang beberapa batang korek api.
Hari menjelang siang, dia tidak dapat menjual sebatangpun korek apinya, dalam keadaan lelah dan lapar dia berjalan terus, butiran salju jatuh diatas rambutnya yang berwarna keemasan, sampai didepan sebuah rumah yang mewah dia berhenti dan memandang kedalam rumah, didalam rumah kelihatan pohon natal yang dihias dengan indah, seorang ibu sedang bermain dengan gembira dengan kedua anaknya, kedua anaknya kelihatan sangat bahagia, diatas meja terlihat lilin yang berwarna-warni menyala, ada yang berwarna merah, hijau, putih, ungu, dia paling suka melihat lilin yang berwarna merah, warnanya sangat kontras diatas meja tersebut.
Melihat keadaan itu, dia teringat kepada nenek dan ibunya, mereka berdua sangat menyayanginya, tetapi mereka berdua sudah meninggal, memikirkan kenangan itu gadis kecil ini menangis dengan sedih.
Sambil menangis gadis kecil ini berjalan disebuah jalan yang besar, tiba-tiba sebuah kereta kuda lewat dan hampir melanggar dia.
Kereta kuda melintas dengan cepat, menyemprotkan percikan lumpur kebaju gadis malang ini, sandal gadis ini juga hilang, sehingga dengan kaki telanjang dia berjalan diatas salju dan berteriak :
“Korek api, siapa yang mau beli korek api.”
Senja telah tiba, sepasang kaki gadis kecil ini kedinginan sampai berwarna biru, disepanjang jalan tercium wangian daging panggang.
“Wah, sungguh enak jadi orang kaya, mereka sedang mempersiapkan perayaan natal.” Pikir gadis malang ini.
Dia sudah tidak kuat berjalan, badannya yang lelah menyandar dinding disebuah pertokoan, dia tidak berani pulang kerumah karena sebatangpun korek api belum terjual, dirumah juga sangat dingin, karena dari segala arah angin dapat memasuki rumahnya yang sudah reyot.
Dia kedinginan sampai tubuhnya gemetar terus, dia sangat ingin menghangatkan tubuhnya walaupun hanya sebentar dengan sebatang korek api.
Tangannya yang kecil sudah hampir membeku. Sungguh sangat dingin, dia memutuskan untuk menyalakan sebatang korek api menghangatkan tangannya yang sedang membeku.
“Sesst “ korek api menyala, dia merasakan sebuah kehangatan menyelimutinya, nyala korek api menyilaukan, sambil melamun dia membayangkan dirinya duduk didekat sebuah tungku api, nyala api terlihat sangat cantik, terasa hangat, dia bermaksud menjulurkan kedua kakinya dekat ke nyala api, tetapi nyala tersebut dengan cepat sudah padam, tungku api hilang dari pandangannya. Dia terbangun dari lamunanya, dan melihat hanya bekas sebatang korek api yang sudah habis terbakar ditangannya.
Dia lalu menyalakan sebatang lagi, korek api menyala, mengeluarkan cahaya terang,
Nyala korek api yang memantul didinding, bagaikan ilusi dia melihat sebuah kamar didalam kamar terlihat sebuah meja makan diatas meja makan terhidang biscuit yang lezat dan daging panggang yang harum, keadaan ini sangat menarik, dia melihat daging panggang ini melompat dari piring dan berjalan menuju kearah gadis malang ini. Dia menjulurkan tangannya, korek api segera redup, tangannya hanya teraba dinding yang dingin.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api, nyala korek api berubah menjadi sekuntum cahaya yang berwarna merah jambu.
Dia merasa dirinya duduk dibawah sebuah pohon natal besar yang cantik, lebih cantik dari pohon natal yang dilihat tadi siang, Diatas dahannya terdapat ribuan batang lilin kecil yang cantik sedang menyala. Gadis malang ini menjulurkan tangannya, korek api padam lagi. Ribuan batang lilin berubah menjadi bintang-bintang kecil yang terang dilangit. Diantara bintang-bintang itu sebuah bintang jatuh ke bumi berubah menjadi sebuah cahaya yang memanjang.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api.
Gadis Penjual Korek ApiAh, di nyala api dia melihat nenek yang dirindukan setiap hari, dia melompat ke pelukan neneknya.
“Nenek !” teriak gadis kecil ini, “tolong bawa saya pergi nenek! Ke tempat yang tidak dingin, dan banyak makanan. Saya tahu begitu korek api ini padam, engkau sudah tidak kelihatan, seperti tungku api itu, daging panggang yang wangi dan pohon natal yang indah, saya akan kehilangan semuanya.”
Akhirnya, gadis malang ini menyalakan semua korek api yang tersisa, karena dia sangat ingin menahan neneknya disini terus.
Nyala korek api semakin terang, bagaikan disiang hari, dia melihat neneknya dengan penuh kasih sayang mengangkat dia kepelukannya, mereka berdua terbang makin lama makin tinggi, terbang kesebuah tempat yang hangat dan tidak akan merasa kelaparan lagi.
Pada keesokan harinya natal telah tiba, orang-orang disekitar pertokoan melihat gadis malang ini sedang menyandar di dinding, dengan wajah kemerahan dan senyuman terlihat sangat bahagia , tetapi dia sudah meninggal, meninggal dimalam menjelang natal, ditangannya masih tergenggam korek api yang terbakar.
“Korek api, siapa yang mau membeli korek api”
Dia tidak memiliki baju hangat, memakai baju yang sudah kumal dan kepalanya dibungkus sebuah syal yang sudah koyak, diatas kakinya hanya memakai sepasang sandal tua, dia berteriak menjajakan korek apinya dijalan, tetapi tidak seorangpun yang memperdulinya.
Semua orang sedang sibuk mempersiapkan kado natal, dengan gembira dan bersenang-senang, sungguh kasihan gadis malang ini! Dia mempunyai banyak korek api yang disimpan disebuah keranjang dan tangannya memegang beberapa batang korek api.
Hari menjelang siang, dia tidak dapat menjual sebatangpun korek apinya, dalam keadaan lelah dan lapar dia berjalan terus, butiran salju jatuh diatas rambutnya yang berwarna keemasan, sampai didepan sebuah rumah yang mewah dia berhenti dan memandang kedalam rumah, didalam rumah kelihatan pohon natal yang dihias dengan indah, seorang ibu sedang bermain dengan gembira dengan kedua anaknya, kedua anaknya kelihatan sangat bahagia, diatas meja terlihat lilin yang berwarna-warni menyala, ada yang berwarna merah, hijau, putih, ungu, dia paling suka melihat lilin yang berwarna merah, warnanya sangat kontras diatas meja tersebut.
Melihat keadaan itu, dia teringat kepada nenek dan ibunya, mereka berdua sangat menyayanginya, tetapi mereka berdua sudah meninggal, memikirkan kenangan itu gadis kecil ini menangis dengan sedih.
Sambil menangis gadis kecil ini berjalan disebuah jalan yang besar, tiba-tiba sebuah kereta kuda lewat dan hampir melanggar dia.
Kereta kuda melintas dengan cepat, menyemprotkan percikan lumpur kebaju gadis malang ini, sandal gadis ini juga hilang, sehingga dengan kaki telanjang dia berjalan diatas salju dan berteriak :
“Korek api, siapa yang mau beli korek api.”
Senja telah tiba, sepasang kaki gadis kecil ini kedinginan sampai berwarna biru, disepanjang jalan tercium wangian daging panggang.
“Wah, sungguh enak jadi orang kaya, mereka sedang mempersiapkan perayaan natal.” Pikir gadis malang ini.
Dia sudah tidak kuat berjalan, badannya yang lelah menyandar dinding disebuah pertokoan, dia tidak berani pulang kerumah karena sebatangpun korek api belum terjual, dirumah juga sangat dingin, karena dari segala arah angin dapat memasuki rumahnya yang sudah reyot.
Dia kedinginan sampai tubuhnya gemetar terus, dia sangat ingin menghangatkan tubuhnya walaupun hanya sebentar dengan sebatang korek api.
Tangannya yang kecil sudah hampir membeku. Sungguh sangat dingin, dia memutuskan untuk menyalakan sebatang korek api menghangatkan tangannya yang sedang membeku.
“Sesst “ korek api menyala, dia merasakan sebuah kehangatan menyelimutinya, nyala korek api menyilaukan, sambil melamun dia membayangkan dirinya duduk didekat sebuah tungku api, nyala api terlihat sangat cantik, terasa hangat, dia bermaksud menjulurkan kedua kakinya dekat ke nyala api, tetapi nyala tersebut dengan cepat sudah padam, tungku api hilang dari pandangannya. Dia terbangun dari lamunanya, dan melihat hanya bekas sebatang korek api yang sudah habis terbakar ditangannya.
Dia lalu menyalakan sebatang lagi, korek api menyala, mengeluarkan cahaya terang,
Nyala korek api yang memantul didinding, bagaikan ilusi dia melihat sebuah kamar didalam kamar terlihat sebuah meja makan diatas meja makan terhidang biscuit yang lezat dan daging panggang yang harum, keadaan ini sangat menarik, dia melihat daging panggang ini melompat dari piring dan berjalan menuju kearah gadis malang ini. Dia menjulurkan tangannya, korek api segera redup, tangannya hanya teraba dinding yang dingin.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api, nyala korek api berubah menjadi sekuntum cahaya yang berwarna merah jambu.
Dia merasa dirinya duduk dibawah sebuah pohon natal besar yang cantik, lebih cantik dari pohon natal yang dilihat tadi siang, Diatas dahannya terdapat ribuan batang lilin kecil yang cantik sedang menyala. Gadis malang ini menjulurkan tangannya, korek api padam lagi. Ribuan batang lilin berubah menjadi bintang-bintang kecil yang terang dilangit. Diantara bintang-bintang itu sebuah bintang jatuh ke bumi berubah menjadi sebuah cahaya yang memanjang.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api.
Gadis Penjual Korek ApiAh, di nyala api dia melihat nenek yang dirindukan setiap hari, dia melompat ke pelukan neneknya.
“Nenek !” teriak gadis kecil ini, “tolong bawa saya pergi nenek! Ke tempat yang tidak dingin, dan banyak makanan. Saya tahu begitu korek api ini padam, engkau sudah tidak kelihatan, seperti tungku api itu, daging panggang yang wangi dan pohon natal yang indah, saya akan kehilangan semuanya.”
Akhirnya, gadis malang ini menyalakan semua korek api yang tersisa, karena dia sangat ingin menahan neneknya disini terus.
Nyala korek api semakin terang, bagaikan disiang hari, dia melihat neneknya dengan penuh kasih sayang mengangkat dia kepelukannya, mereka berdua terbang makin lama makin tinggi, terbang kesebuah tempat yang hangat dan tidak akan merasa kelaparan lagi.
Pada keesokan harinya natal telah tiba, orang-orang disekitar pertokoan melihat gadis malang ini sedang menyandar di dinding, dengan wajah kemerahan dan senyuman terlihat sangat bahagia , tetapi dia sudah meninggal, meninggal dimalam menjelang natal, ditangannya masih tergenggam korek api yang terbakar.
Dari kedua kisah itu semoga agan-agan bisa merenungkan dan bisa mengambil sisi positifnya... Dan sekali lagi tidak diperkenankan 


Untuk Silent Reader paling tidak kasih 
Untuk Active Reader boleh berkenan kasih
biar kita jumpa lagi di tread berikutnya

Untuk Active Reader boleh berkenan kasih

0
10.7K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan