- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Realita dan Budaya keberadaan "Polisi Cepek", antara manfaat dan mudaratnya


TS
scarlet.needle
Realita dan Budaya keberadaan "Polisi Cepek", antara manfaat dan mudaratnya

Quote:

Polisi cepek, itu nama pemberian orang-orang yang konon dengan baik hati membantu kendaraan berputar balik atau menyeberang. ‘Cepek’ karena para pengendara waktu itu memberikan polantas wannabe tersebut uang recehan Rp 100 rupiah atas jasa mereka.
Seiring waktu, jumlah polisi cepek ini sepertinya semakin bertambah dalam menjaga putaran balik, pertigaan maupun perempatan di jalan-jalan ibukota. Walaupun saat ini uang yang mereka minta atau harapkan sudah bukan Rp 100 lagi, mereka tetap disebut polisi cepek.
Keberadaan mereka bukan tanpa masalah. Ada yang merasa terbantu, tapi ada juga yang merasa keberadaan polisi cepek justru membuat jalan-jalan makin macet. Bahkan kadangkala ada juga polisi cepek yang meminta uang ke pengendara dengan paksaan. Jika tidak diberi, ada saja ulah mereka. Mulai dari makian, umpatan, maupun membaret mobil dengan paku.
Tidak hanya masalah kemacetan yang bisa timbul karena polisi cepek atau pak ogah ini. Beberapa keributan yang berujung dengan bentrokan antar kelompok sering dikaitkan dengan perebutan putaran balik, seperti tawuran Pasar Rumput dan tawuran Manggarai.
Quote:

Sebutan ‘polisi cepek’ atau ‘pak ogah’ adalah istilah yang biasa digunakan untuk pengatur lalu lintas di persimpangan jalan atau jalan puteran balik (u-turn). “Kehadiran ‘pak ogah’ memberikan pengaruh positif bagi pengendara seperti membantu dalam kelancaraan lalu lintas. Meskipun demikian, ‘pak ogah’ juga memberikan dampak negatif seperti pengendara harus memberikan uang untuk membayar jasa ‘pak ogah’ tersebut," jelas salah satu pengendara mobil yang bernama Ermanto. Profesi seperti ini sepertinya tidak dapat dianggap enteng. Faktanya mereka dapat mengumpulkan ratusan ribu selama sehari. Penghasilan rata-rata Rp. 120 ribu per hari bisa dikumpulkan hanya dalam waktu 4 jam yang dikumpulkan bersama dengan teman-teman sesama ‘pak ogah’.
Seperti pengalaman Wawan (27), yang sehari-harinya beroperasi di perempatan sebuah ruas jalan di Cilincing, Jakarta Utara. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan, minggu (27/10) Wawan bersama 3 orang temannya sudah setahun terakhir ini berprofesi sebagai ‘pak ogah’. Wawan mengaku berprofesi sebagai ‘pak ogah’ karena tidak mempunyai pekerjaan lain setelah di PHK dari tempat kerja sebelumnya secara sepihak. Sebelumnya wawan hanya berprofesi sebagai buruh pekerja di suatu pabrik di daerah Kali Deres, Jakarta Barat. Wawan berasal dari Surabaya, Jawa Timur dan sudah sekitar 7 tahun tinggal di Jakarta. Pikirnya saat itu Jakarta merupakan tempat untuk mengadu nasib yang menguntungkan. Meskipun demikian, Wawan mengakui senang dengan penghasilan dia dari mengatur lalu lintas kendaraan di persimpangan yang cukup ramai tersebut. “Kalo dihitung-hitung mah lumayan banget. Apalagi saya setiap hari emang disini. Enggak pernah bolos, kecuali kalau emang sakit,” tuturnya.
Bersama temannya wawan dapat Rp. 60 ribu sehari dalam 2 jam, setelah itu bergantian dengan teman yang lain, masing-masing sejam setiap pergantian. Jadi sehari bisa dapat kesempatan 2 kali atau 4 jam, bisa Rp. 120 ribu. “Lalu lintas lumayan ramai apalagi kalo hari libur kayak gini, biasanya pengendara mobil ngasih uang sekitar Rp 2.000 buat mobil tapi kalau motor Rp 1.000 walaupun kadang pengendara juga gak ngasih sih, kalau angkot mah jarang kasih. Ngasih juga gopek (Rp500),” ujar Wawan.
Berdasarkan rute, lalu lintas yang dilewati memang ramai. Untuk angkutan umum, kurang lebih 3 rute angkot yang lewat, yaitu angkot 06 rute kampung walang - Tj Priok, angkot 01 rute cakung – Tanjung priok, dan angkot 14 rute Tanjung Priok – Cilincing. Sedangkan dari sisi sebelahnya di dua jalur Jl Raya Cilincing. Jam-jam paling ramai menurut Wawan pukul 07:00-10:00 WIB dan pukul 17:00 – 20:00 biasanya orang-orang ramai karena memang sudah jam berangkat / pulang kantor di persimpangan jalur Kali Baru. “Bisa sampai Rp. 80 ribu kalau jam-jam ramai begitu,” akunya.
Salah seorang pengendara mobil di Jl Raya Cilincing, Johan 44 mengaku tidak mempermasalahkan adanya ‘polisi cepek’ dipersimpangan tersebut. “Justru kami terbantu kalau jam-jam ramai seperti ini. Karena ramai jadi dengan adanya ‘pak ogah’ menurut saya sangat menguntungkan. Tinggal hati-hati saja supaya tidak membahayakan diri sendiri apalagi kan banyak mobil besar lewat,” jelasnya.
Quote:
Lantas apa tanggapan Polisi tentang polisi cepek?
"Kita sendiri juga terbantu tapi terkadang ada juga yang buat perkara tetapi kita tidak bisa tindak karena bukan wewenang kami. Kalaupun dilegalkan tidak bisa juga permasalahan ini harus diselesaikan saling berkaitan," tutur Kasat Lantas Polres Jakarta Timur AKBP Haris.
Haris mengatakan polisi cepek atau yang juga kerap dipanggil pak ogah ini sering beroperasi di putaran balik di depan tempat uji KIR Ujung Menteng. Gara-gara aksi mereka, jalanan yang padat kian macet sehingga polisi menutup putaran itu.
"Kalau dulu tiap pagi itu selalu macet karena banyak kendaraan yang hendak uji KIR dan pak ogah. Sekarang ini sudah kita tutup dan justru malah lebih lancar," ujarnya.
Dirlantas Polda Metro, Kombes Restu Mulya Budyanto, menilai ‘Pak Ogah’ selama ini membantu petugas kepolisian dalam mengatur lalu lintas. Sebab, polisi kekurangan personil di lapangan. “Seharusnya mereka dibina, percuma diusir pasti besok balik lagi,” ujar Restu.
Quote:

Beberapa teman berpendapat bahwa munculnya praktek-praktek “membantu mengatur jalan” ini intinya bersifat sementara karena pihak yang seharusnya mengatur yaitu polisi lalu lintas in absentia. Hanya pembiaran yang terus menerus terjadi, maka polisi-polisi cepek tersebut makin merasa bahwa mengatur lalu lintas itu jadi “pekerjaan” bagi mereka dan mereka berhak mendapatkan imbalan. Mulailah di beberapa titik polisi cepek ini meminta uang (ketimbang menunggu diberi) dan sejak itu pulalah hukum mulai dilanggar dan terus dibiarkan.
Akibat pembiaran secara terus menerus ane sempat melihat bahkan polisi-polisi cepek ini membantu kendaraan untuk “melanggar” demi imbalan, misalnya membantu kendaraan memutar di tempat putaran yang diperuntukkan memutar sebaliknya, atau membantu kendaraan memotong jalur secara patah, dan lain sebagainya yang ujung-ujungnya adalah uang, peduli setan dengan aturan toh yang berwajib pun tidak pernah hadir, mungkin begitu pikir mereka.
Ada apa dengan hukum kita? Ya ada sih tapi mungkin baru bisa bekerja optimal jika ada kompensasi tambahan diluar monthly salary….mungkin saja. Lihat saja voorijder bermotor yang disewa untuk memastikan si pembayar bisa lewat tanpa kena macet, polisi cepek, proses pengusutan pencurian, joki 3-in-1, proses damai ditempat saat ditilang, dan lain sebagainya.
Well kita punya hukum tapi tidak punya sense of belonging yang cukup pada negara ini, karena masih harus berkutat pada perut. Dan selama bernegara masih ditentukan oleh lapar atau tidaknya perut maka akan susah bagi kita untuk bisa naik kelas.

Quote:
[FONT="Comic Sans MS"]KASKUSER YANG BAIK MENINGGALKAN KOMEN YANG BAIK, LEBIH BAIK LAGI DI RATE, DAN PALING BAIK MEMBERI CENDOL






Diubah oleh scarlet.needle 27-12-2015 13:17
0
4.4K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan