- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kebusukan Politik Merusak Sepakbola Kita


TS
sapijantan27
Kebusukan Politik Merusak Sepakbola Kita
Assalamualaikum
Berikut ini jejak bukti kontrak politik Imam Nahrawi dan Bonek
Lanjut Dibawah gan
Oke seperti yang udah kita ketahui belakangan ini sepakbola kita yang kacau sekarang makin kacau dengan adanya konflik antara Menpora Dan PSSI,kompetisi terhenti para pemain kehilangan mata pencariannya turnamen yand diadakan 3 bulanan rasanya tak cukup karena kompetisi itu hanya merangkul klub papan atas (baca : Tim ISL ),sementara klub divisi utama yang jumlahnya puluhan dan klub liga nusantara yang jumlahya ratusan nasibnya tidak jelas akibat kompetisi yang terhenti. Dan saat kemarin ane lagi browsing ane ketemu artikel yang cukup mengejutkan isinya itu tentang deal deal politik Imam Nahrawi yang menyebabkan sepnas jadi makin runyam seperti sekarang. langsung aja agan cek artikelnya dan berikan pendapat agan
Spoiler for Artikel 1:
WAWANCARA EXCLUSIVE REKANAN AFILIASI REVOLUSI PSSI DENGAN WAKIL KETUA KOMISI X DPR RIDWAN HISJAM MENGENAI EX KOLEGANYA IMAM NAHRAWI YANG PERNAH BERSAMA DUDUK DI DPR TERSEBUT.
TERNYATA ADA PERJANJIAN KONTRAK POLITIK ANTARA MENPORA IMAM NAHRAWI DENGAN PERSEBAYA 1927 DAN BONEK MAFIA 1927. DEMI DUKUNGAN KE PKB, SEHINGGA MENPORA BERANI BEKUKAN PSSI DENGAN DALIH YANG DICARI-CARI.
Rekan kami sesama wartawan melakukan interview ekslusif bersama dengan Wakil Ketua Komisi X DPR Ridwan Hisjam pada hari Jumat 27/5/2015 seusai Sholat Maghrib di kediamannya di Jakarta yang berhubungan dengan fakta dia temukan selama investigasi terhadap konfilik antara Menpora Imam Nahrawi dengan PSSI.
Ridwan menilai, konflik yang terjadi antara Menpora Imam Nahrawi dengan PSSI terjadi lantaran masalah pribadi semata yang berhubungan dengan janji-janji politik Imam Nahrawi terhadap suporter Persebaya 1927 yang dikenal dengan sebutan Bonek 1927.
Belum lama ini, dia (Ridwan Hisjam) bersama rekan lainnya dari Komisi X DPR melakukan investigasi kepada stakeholder sepakbola di Tanah Air, orang dalam PKB dan juga di lingkungan Imam Nahrawi yang telah disampaikan kepada para awak media beberapa hari yang lalu. Dalam penyelidikan tersebut, Ridwan menemukan bukti bahwa kisruh antara PSSI dan Menpora adalah dampak dari konflik politik masa lalu antara Menpora dan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattaliti.
“Kisruh ini diawali karena konflik dualisme Persebaya 1927. Dan Menpora Imam Nahrawi mempunyai janji politik agar menyelesaikan kisruh ini dengan memasukan kembali Persebaya kubu Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Ghoromah untuk masuk ke Liga Super tanpa perlu mulai dari bawah dulu, padahal sebelumnya Persebaya kubu 1927 pada tahun 2010 telah terdegradasi dari ISL ke Divisi Utama, itu bukti otentik pertama yang saya temui dan ternyata PSSI dibawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin menolak usulan Menpora tersebut,” ujar RIdwan memulai penjelasannya.
“Bukti kedua adalah Persebaya 1927 selain membelot ke LPI, pada tahun 2011 justru langsung di IPL bukan melalui Divisi Utama, Pada tahun 2013, saat IPL dibubarkan, justru Saleh Mukadar ingin Persebaya 1927 menggantikan posisi Persebaya Surabaya (kubu pengusaha-pengusaha muda asli Surabaya) padahal Persebaya Surabaya telah bersusah payah dari Divisi Utama untuk masuk ke ISL. Itu yang membuat para pemilik suara di Kongres PSSI 2013 muak melihat kelakuan Saleh Mukadar yang tidak mengakui kesalahannya tapi justru dianggap seenaknya ingin menendang Persebaya Surabaya tanpa ada rasa tanggung jawab sedikitpun, sehingga oleh pemilik suara, Persebaya 1927 dibubarkan, lanjut Ridwan.
“Pada awal tahun 2014, PKB membutuhkan kemenangan penting untuk wilayah Jawa Timur, agar jangan sampai tersalip oleh Partai Gerindra maupun Golkar,” ungkap Ridwan menjelaskan.
Oleh karen itu PKB memusatkan perhatian terhadap sepakbola, karena sepakbola Indonesia itu adalah cabang olahraga yang memiliki massa terbanyak, karena itulah Ketua Umum Muhaimin Iskandar bersama Sekjen DPP PKB Imam Nahrawi berusaha melobi ketua PSSI Djohar Arifin Husin agar masyarakat suporter sepakbola dapat memberikan kemenangan besar bagi PKB bukan hanya di Jawa Timur saja tapi juga di seluruh Indonesia,” jelasnya.
“Tapi justru ditolak oleh Djohar Arifin Husin karena beliau bukanlah orang partai jadi menolak sepakbola sebagai alat propaganda PKB tersebut, Dari situlah muncul konflik antara Muhaimin Iskandar bersama Imam Nahrowi dengan Djohar Arifin Husin dan wakil barunya saat itu La Nyalla Matalitti,” ungkap Ridwan.
“Setelah upaya PKB gagal, maka dialihkan pada kubu Persebaya 1927 yang dibubarkan oleh PSSI saat itu. Persebaya 1927 saat itu dipimpin oleh Saleh Mukadar juga sebagai kader PDIP. Saat itu memang ada kedekatan antara PDIP dengan PKB karena sama sama mendukung Jokowi untuk menjadi Presiden. Di satu sisi Saleh Mukadar sangat membutuhkan timnya agar bisa masuk lagi ke kompetisi ISL tanpa mulai dari bawah, disisi lain PKB pun membutuhkan suara pemilih terutama untuk wilayah Jawa Timur,” lanjutnya.
“Akhirnya Muhaimin Iskandar bersama sekjennya Imam Nahrawi berhasil melakukan ‘deal-deal politik’ dengan Saleh Mukadar dan Cholid Ghoromah yang memiliki banyak sekali supporternya di Surabaya dan juga tersebar di wilayah Jawa Timur. Perjanjian kontrak politik tersebut adalah bonek-bonek 1927 selain harus mendukung penuh PKB, juga wajib untuk melobi ataupun merayu orang orang sekitarnya agar mencoblos PKB. Kalau PKB menang di Jawa Timur maka, PKB pun akan melakukan politik balas jasa dengan menaruhkan wakilnya di kursi Menteri Pemuda & Olahraga tersebut, untuk memasukkan Persebaya 1927 kembali ke ISL,” ungkap Ridwan membeberkan tentang Iman Nahrawi.
“Dan memang ternyata PKB memperoleh kursi terbanyak di Jawa Timur mengalahkan PDIP yang menonjolkan kadernya Jokowi tersebut. Sayangnya justru berdampak serius terhadap Saleh Mukadar, yaitu gagal lolos ke Senayan untuk menjadi anggota DPR RI akibat kalah persaingan dengan PKB maupun Golkar dan Gerindra, walaupun PDIP memperoleh kursi terbanyak kedua dibawah PKB,” lanjutnya.
“Harapannya tinggal di Persebaya 1927, tapi saat itu telah dibubarkan oleh Kongres PSSI, karena dirinya menolak Persebaya 1927 memulai dari bawah. Justru keinginan Saleh saat itu Maka harapan satu satunya adalah perjanjian kontrak politik yang diteken olehnya dengan pihak Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen PKB Imam Nahrowi. Sehingga dikerahkan massa bonek 1927 utk menuntut perjanjian kontrak politik tsb,” lanjutnya.
“Di sisi lain justru La Nyalla Matalitti yang saat bersama Djohar menolak tawaran politik dari PKB tersebut, justru masuk bersama Mahfud MD menjadi tim suksesnya Prabowo. Walaupun La Nyalla masuk ke tim Prabowo atas nama pribadi dengan mengambil cuti libur agar tidak melibatkan PSSI, tapi dari situlah membuat Ketua Muhaimin Iskandar dan Sekjennya Imam Nahrowi berang. Itulah muncul dendam pribadi dari Imam Nahrowi terhadap PSSI terutama ke La Nyalla tersebut,” ungkap Ridwan soal dendam pribadi tersebut.
“Karena itulah setelah Jokowi menang Pemilu 2014 menjadi Presiden, PKB pun ngotot meminta jatah beberapa kursi diantaranya di bidang olahraga. Jokowi pun memberikannya mengingat jasa PKB yang telah membantu memenangkannya tersebut. Maka diambillah jatah kursi Menpora dan diberikan kepada sekjennya si Imam Nahrawi itu,” ujar Ridwan.
“Dan karena melihat tuntutan desakan dari massa bonek 1927 terkait perjanjian kontraknya dengan PKB maka Imam Nahrawi berusaha mengambil PSSI agar bisa terpegang sebagai alat propaganda politiknya agar dapat memasukkan Persebaya 1927 langsung ke ISL tanpa mulai dari bawah lagi, sedangkan untuk Persebaya Surabaya pimpinan Diar Kusuma Putra pun akan diberikan 2 pilihan, yakni harus bergabung ke Persebaya pimpinan Saleh, atau dibubarkan,” lanjut Ridwan.
“Saat itu Menpora pun tahu bahwa klub-klub telah bersatu erat dan harmonis dengan kepengurusan PSSI, sehingga tidak mungkin bisa memasukkan klub Persebaya 1927 tersebut, apalagi keberadaan Persebaya Surabaya Diar Kusuma Putra itu didukung penuh oleh PSSI dan klub klub sepakbola Indonesia lainnya, jadi satu satunya jalan yakni mengadu domba antara klub dengan PSSI ,” lanjutnya.
“Maka adegan sandiwara politiknya pun dimulai, yaitu menggunakan isu mafia sepakbola gajah terjadi pada tim divisi Utama PSS Sleman dengan PSIS Semarang yang menjadi topik utama saat itu dengan harapan akan mendapat simpati dari para suporter klub-klub agar dapat membuat klubnya bertentangan dengan PSSI. Hal ini dilakukan dengan koordinasi dengan Najwa Shihab pihak Metro TV, karena seperti diketahui Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh yang juga berasal dari kubu yang sama yakni KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Najwa Shihab pun mulai mengangkat topiik ini dengan judul ‘dagelan sepakbola’,” beber Ridwan.
“Tapi ternyata suporter suporter klub-klub yang diundang oleh Najwa untuk hadir di studionya justru tidak direspon. Makanya terlihat aneh mengapa di acara Najwa yang membahas masalah Sepakbola gajah tersebut justru dihadiri oleh pendukung klub yang terlibat mafia sepakbola gajah yakni suporter PSIS dan suporter PSS. Dan lebih aneh lagi dihadiri oleh FDSI yang notabene adalah pendukug kompetisi IPL konsorsiumnya dipimpin oleh Arifin Panigoro tersebut. Padahal sudah tahu kalau Kompetisi IPL dibubarkan oleh Kongres PSSI yang beralih ke ISL sehingga membuat pihak IPL dan pendukungnya pasti pada dendam tersebut,” ujar Ridwan sambil tersenyum.
“Dan lebih parah lagi dihadiri oleh kelompok bonek 1927 yang nota bene memiliki kontrak perjanjian politik dengan Imam Nahrawi, jadi tidaklah heran, perwakilan PSSI saat itu Hinca Pandjaitan menjadi bulan-bulanan para penonton di studio, karena semua penonton punya dendam terhadap PSSI. Hinca seperti masuk ke kandang singa. Di acara tersebut yang sebenarnya adalah dagelan sandiwara politik yang dilakukan oleh Imam Nahrawi dengan Najwa Shihab, tidaklah heran muncul yang namanya Petisi untuk membekukan PSSI. Saat itulah muncul upaya pembekuan PSSI dengan cara pertama yakni melalui petisi yang ditargetkan ditandatangani oleh jutaan masyarakat Idonesia, dan untuk meyakinkan masyarakat, Najwa Shihab pun membubuhkan tandatangan,” lanjut Ridwan.
“Tapi sayangnya upaya itu tidak berhasil, saya dengar dari bocoran orang dalam PKB, justru Petisi itu macet hanya ditandatangani puluhan ribu orang saja, jauh dibawah target, itu bukti tidak ada respon terlalu besar dari masyarakat sepakbola,” ujarnya.
“Setelah gagal, maka berbagai manuver dilakukan oleh Menpora, dimulai dari sengaja dihambatnya jadwal kompetisi ISL, hingga pembentukan Tim 9 dengan dalih untuk memberantas mafia. Tapi ternyata tidak mendapat respon positif juga dari massa Sepakbola, Justru keduluan oleh langkah Komdis PSSI yang menghukum seumur hidup para pemain, staf dan offisial PSS Sleman serta PSIS Semarang dari kegiatan sepakbola. Kedua klub pun didiskualifikasikan dari Divisi Utama musim 2014 lalu itu. Justru klub-klub lain memberikan respon positif terhadap tindakan tegas yang diambil oleh Komdis PSSI, sehingga upaya Menpora untuk membuat klub memusuhi PSSI pun gagal,” lanjut Ridwan
“Setelah gagal di Tim 9 yang menjadi tidak berfungsi maka digunakanlah alat propaganda lainnya yakni melalui BOPI. Menpora memang sengaja memasukkan kelompok pengurus klub IPL seperti Persema Malang yang telah bubar, Bontang FC dan lainnya ke dalam tim verfikasi BOPI terhadap klub-klub PSSI. Ide tersebut, menurut bocoran orang dalam, mungkin Menpora melihat Verfikasi yang dilakukan AFC, maka dimanfaatkan juga oleh dirinya tersebut,” ujar Ridwan.
“Dan akhirnya kena juga. Walaupun Arema Indonesia sebenarnya dari segi hukum sudah legal baik sesuai dari SKN Sistem Keolahragaan Nasional maupun oleh AFC, justru BOPI menambah aturan macam macam yang sebenarnya tidak masuk akal, serti NPWP Arema adalah properti, lantas kenapa, apa ada NPWP perusahaan harus bergerak dibidang sepakbola, coba lihat saja PT Djarum yg menjadi pemilik Klub Djarum di olahraga bulutangkis, bukankah PT Djarum itu masyarakat pun sudah tahu bergerak di bidang produksi Rokok, bukan bulutangkis, begitu juga cabang cabang olahraga lainnya,” jelas Ridwan mencontohkan.
Menurutnya, hal itu ditenggarai dengan tindakan BOPI melakukan pelarangan terhadap Persebaya di bawah PT Mitra Inti Berlian dan Arema agar tak mengikuti kompetisi liga super musim ini. “Kisruh di internal Arema sebenarnya sudah selesai. Tapi dihasut lagi agar pihak Arema IPL kembali mempermasalahkan lagi. Ini disengaja karena untuk mengaburkan pandangan masyarakat terhadap Persebaya Surabaya yang sebenarnya ikut dipermasalahkan oleh BOPI tersebut. Jadi pelarangan terhadap Arema itu hanya untuk menghindarkan kecurigaan masyarakat pada Menpora agak tidak tercium terlalu membela Persebaya. Arema dijadikan hanya sebagai alat pengalih perhatian sehingga tidak diungkit-ungkit terlalu dalam soal Persebaya itu,” ujar Ridwan.
“Karena itulah PSSI memang sengaja dibekukan dengan dalih tidak menjawab 3 surat yang dilayangkan Menpora ke PSSI. Orang yang tidak terpengaruh dengan hasutan politik seharusnya bisa melihat bahwa ini semua telah dirancang oleh Menpora Imam Nahrawi. Coba lihat saja kejanggalan pengiriman surat hanya selisih 1×24 jam antara surat pertama ke kedua, dan dari surat kedua ke ketiga hingga selisih waktu surat ketiga dengan keputusan pembekuan PSSI pun hanya berjarak 1×24 jam juga,” lanjut Ridwan.
“Padahal dalam surat kedua dari Menpora ke PSSI yang berisi kenapa harus ditunda kompetisi ISL setelah dilarang Persebaya dan Arema oleh BOPI justru sudah dijawab PSSI dengan mengirimkan jawabannya itu karena PSSI tidak bisa bertentangan dengan keputusan FIFA yang menetapkan 18 klub sedangkan dari Menpora 16 klub sehingga liga ditunda agar bisa dicari jalan tengahnya melalui rapat Exco PSSI nanti setelah Kongres PSSI 18 April. Itukan sudah jawaban konkret, tapi oleh Menpora di depan media justru disebut itu bukan jawaban yang diinginkan, yang dimaksudkan adalah soal kasus Arema dan Persebaya itu harus tuntas,” sambung Ridwan.
“Itu saya sudah bisa melihat, dia menyebut ‘bukan jawaban yang diinginkan’? Sungguh Aneh meminta jawaban sesuai kehendaknya saja, itu bukan minta jawaban tapi minta dituruti. Soal penundaan kompetisi ISL apa yang perlu dituruti atau dijawab sesuai kehendaknya? Atau mungkin Menpora menginginkan jawaban liga diserahkan kepada menpora karena adanya penghentian sementar liga? Itukah maksud jawaban yang diinginkan Menpora, jelaslah tidak bisa, itu sama saja PSSI lah yang melanggar aturan FIFA yang tidak boleh ada intervensi dari Pemerintah? Atau memang itu yang diinginkan oleh Menpora agar saat FIFA hukum Indonesia maka PSSI bisa disalahkan karena melanggar statuta FIFA itu sendiri,” jelas Ridwan.
“Dan juga ucapan Menpora di media soal kasus Arema dan Persebaya harus tuntas, itu juga janggal, karena di surat ketiga ke PSSI justru isinya persis sama dengan surat pertama kedua tidak ada tulisan tentang soal yang harus tuntas itu. Maka PSSI wajar tidak mengirim surat balik karena merasa telah memberi jawabannya pada surat yang kedua tersebut. Tapi justru itulah kesempatan Menpora dengan berdalih PSSI tidak merespon surat teguran 3x, langsung dia bekukan PSSI. Sungguh adegan sandiwara yang memalukan yang justru dilakukan oleh orang yang mempunyai jabatan penting Menteri Pemuda Olahraga itu,” ujar Ridwan serius.
“Saya lihat Menpora Imam Nahrawi mencampuradukkan antara politik yang sering digunakan di DPR didikan parpolnya diterapkan di sepakbola. Itu tidak mengherankan, karena dirinya memang sudah sangat berpengalaman. Ilmu itu didapat dari waktu dia menjabat anggota DPR dalam jangka waktu teramat lama (10 tahun). Hasilnya bisa kita lihat bersama, asalkan dengan hati dan mata yang jernih, bebas dari segala hasutan yang dilakukan Imam Nahrawi itu. Itulah realita Politik dimana politik partai masuk ke olahraga, dan memang itu keahlian Imam Nahrawi, saya tahu itu karena saya pun orang DPR jadi tahu persis gaya politik yang digunakan oleh Imam Nahrawi itu, itu biasa kalau di DPR, tapi mungkin tidak biasa di olahraga. Suka atau tidak suka masyarakat pun telah menjadi korban adegan politik yang terjadi dipesepakbolaan nasional yang ditunjukkan oleh para elit politik ini (Menpora, BOPI, Tim 9, Persebaya 1927),” lanjutnya.
“Jadi dari kesimpulan tim kami usai penyelidikan ini berdasarkan informasi informasi yang kami dapat dari berbagai narasumber baik dari orang dalam di PKB, orang dalam di Bonek 1927 itu, stakeholder Liga, dan juga sahabat sahabat Imam Nahrawi saat usia muda dan lainnya ini, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kontrak politik antara pihak Imam Nahrawi bersama pihak PKB dengan pihak Persebaya 1927 bersama suporternya itu. Buktinya walaupun sudah diingatkan dgn teguran dari FIFA, tapi tetap saja beliau sudah kepalang basah maju terus demi terealisasinya kontrak politik itu,” jelas Ridwan.
“Menurut penilaian saya dari bukti yang ada, Imam Nahrawi lebih mementingkan partai-nya diatas segala-galanya, maka dukungan dari bonek pun menjadi penting untuk keberlangsungan Partainya ini. Ini tentu dapat dimengerti karena itulah sumber nafkah dirinya hingga hari tua, sedangkan jabatan di Menpora itu hanya terbatas 5 tahun saja, itupun sepertinya tidak kena ‘reshuffle’ oleh Presiden karena bekingan PKB yang begitu kuat. Sedangkan kepentingan sepakbola yang biasa dia ucapkan itu sebenarnya hanya sekadar bentuk perkataan semata agar bisa menggalang massa lebih banyak. Itu biasa dalam politik. Tidak ada yang pasti, semua serba abu abu,” ujar Ridwan mengakhiri wawancara ekslusivenya dengn rekan kami sesama wartawan tsb.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Oktober 2014 silam, pasca-pelantikan Menteri Kabinet Kerja, Imam langsung melontarkan wacana agar Persebaya 1927 bisa kembali pentas di ISL musim 2015. Menurutnya, Persebaya 1927 berhak mengikuti kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia itu, mengabaikan fakta terdegradasinya Persebaya Surabaya akibat posisinya di urutan 16 (dari 18 klub). Dan saat playoff penentuan degradasi justru Persebaya menolak bertanding melawan Persi sehingga dinyatakan kalah WO, tapi anehnya Persebaya saat itu justru menuntut kemenangan WO dengan dalih tudingan tudingan tidak masuk akal yang dilakukan oleh Saleh Mukadar.
Bukti yg diberikan oleh Anggota DPR Komisi X Ridwan Hisjam kepada rekan kami:
– Link langsung dari Parpol PKB: http://bit.ly/1JHqRt6
berjudul: BERKAT IMAM NAHRAWI, BONEK (1927) SEPAKAT MENANGKAN PKB (tertanggal 27 Maret 2014)
– Link langsung dari situs detik.com : http://bit.ly/1GNJHuQ
berjudul: PERSEBAYA (Saleh Mukadr) MASIH NGOTOT MENANG WO (tertanggal 10 Agustus 2010)
#sebarkan hasil wawancara ini ke seluruh sahabat sahabat suporter yg benar benar murni mendukung Klub klub sepakbola Indonesia ISL & DIvisi Utama.
#nahrawimafiapolitik
Wawancara eksklusif by Revolusi PSSI , Sabtu 02 Mei 2015
TERNYATA ADA PERJANJIAN KONTRAK POLITIK ANTARA MENPORA IMAM NAHRAWI DENGAN PERSEBAYA 1927 DAN BONEK MAFIA 1927. DEMI DUKUNGAN KE PKB, SEHINGGA MENPORA BERANI BEKUKAN PSSI DENGAN DALIH YANG DICARI-CARI.
Rekan kami sesama wartawan melakukan interview ekslusif bersama dengan Wakil Ketua Komisi X DPR Ridwan Hisjam pada hari Jumat 27/5/2015 seusai Sholat Maghrib di kediamannya di Jakarta yang berhubungan dengan fakta dia temukan selama investigasi terhadap konfilik antara Menpora Imam Nahrawi dengan PSSI.
Ridwan menilai, konflik yang terjadi antara Menpora Imam Nahrawi dengan PSSI terjadi lantaran masalah pribadi semata yang berhubungan dengan janji-janji politik Imam Nahrawi terhadap suporter Persebaya 1927 yang dikenal dengan sebutan Bonek 1927.
Belum lama ini, dia (Ridwan Hisjam) bersama rekan lainnya dari Komisi X DPR melakukan investigasi kepada stakeholder sepakbola di Tanah Air, orang dalam PKB dan juga di lingkungan Imam Nahrawi yang telah disampaikan kepada para awak media beberapa hari yang lalu. Dalam penyelidikan tersebut, Ridwan menemukan bukti bahwa kisruh antara PSSI dan Menpora adalah dampak dari konflik politik masa lalu antara Menpora dan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattaliti.
“Kisruh ini diawali karena konflik dualisme Persebaya 1927. Dan Menpora Imam Nahrawi mempunyai janji politik agar menyelesaikan kisruh ini dengan memasukan kembali Persebaya kubu Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Ghoromah untuk masuk ke Liga Super tanpa perlu mulai dari bawah dulu, padahal sebelumnya Persebaya kubu 1927 pada tahun 2010 telah terdegradasi dari ISL ke Divisi Utama, itu bukti otentik pertama yang saya temui dan ternyata PSSI dibawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin menolak usulan Menpora tersebut,” ujar RIdwan memulai penjelasannya.
“Bukti kedua adalah Persebaya 1927 selain membelot ke LPI, pada tahun 2011 justru langsung di IPL bukan melalui Divisi Utama, Pada tahun 2013, saat IPL dibubarkan, justru Saleh Mukadar ingin Persebaya 1927 menggantikan posisi Persebaya Surabaya (kubu pengusaha-pengusaha muda asli Surabaya) padahal Persebaya Surabaya telah bersusah payah dari Divisi Utama untuk masuk ke ISL. Itu yang membuat para pemilik suara di Kongres PSSI 2013 muak melihat kelakuan Saleh Mukadar yang tidak mengakui kesalahannya tapi justru dianggap seenaknya ingin menendang Persebaya Surabaya tanpa ada rasa tanggung jawab sedikitpun, sehingga oleh pemilik suara, Persebaya 1927 dibubarkan, lanjut Ridwan.
“Pada awal tahun 2014, PKB membutuhkan kemenangan penting untuk wilayah Jawa Timur, agar jangan sampai tersalip oleh Partai Gerindra maupun Golkar,” ungkap Ridwan menjelaskan.
Oleh karen itu PKB memusatkan perhatian terhadap sepakbola, karena sepakbola Indonesia itu adalah cabang olahraga yang memiliki massa terbanyak, karena itulah Ketua Umum Muhaimin Iskandar bersama Sekjen DPP PKB Imam Nahrawi berusaha melobi ketua PSSI Djohar Arifin Husin agar masyarakat suporter sepakbola dapat memberikan kemenangan besar bagi PKB bukan hanya di Jawa Timur saja tapi juga di seluruh Indonesia,” jelasnya.
“Tapi justru ditolak oleh Djohar Arifin Husin karena beliau bukanlah orang partai jadi menolak sepakbola sebagai alat propaganda PKB tersebut, Dari situlah muncul konflik antara Muhaimin Iskandar bersama Imam Nahrowi dengan Djohar Arifin Husin dan wakil barunya saat itu La Nyalla Matalitti,” ungkap Ridwan.
“Setelah upaya PKB gagal, maka dialihkan pada kubu Persebaya 1927 yang dibubarkan oleh PSSI saat itu. Persebaya 1927 saat itu dipimpin oleh Saleh Mukadar juga sebagai kader PDIP. Saat itu memang ada kedekatan antara PDIP dengan PKB karena sama sama mendukung Jokowi untuk menjadi Presiden. Di satu sisi Saleh Mukadar sangat membutuhkan timnya agar bisa masuk lagi ke kompetisi ISL tanpa mulai dari bawah, disisi lain PKB pun membutuhkan suara pemilih terutama untuk wilayah Jawa Timur,” lanjutnya.
“Akhirnya Muhaimin Iskandar bersama sekjennya Imam Nahrawi berhasil melakukan ‘deal-deal politik’ dengan Saleh Mukadar dan Cholid Ghoromah yang memiliki banyak sekali supporternya di Surabaya dan juga tersebar di wilayah Jawa Timur. Perjanjian kontrak politik tersebut adalah bonek-bonek 1927 selain harus mendukung penuh PKB, juga wajib untuk melobi ataupun merayu orang orang sekitarnya agar mencoblos PKB. Kalau PKB menang di Jawa Timur maka, PKB pun akan melakukan politik balas jasa dengan menaruhkan wakilnya di kursi Menteri Pemuda & Olahraga tersebut, untuk memasukkan Persebaya 1927 kembali ke ISL,” ungkap Ridwan membeberkan tentang Iman Nahrawi.
“Dan memang ternyata PKB memperoleh kursi terbanyak di Jawa Timur mengalahkan PDIP yang menonjolkan kadernya Jokowi tersebut. Sayangnya justru berdampak serius terhadap Saleh Mukadar, yaitu gagal lolos ke Senayan untuk menjadi anggota DPR RI akibat kalah persaingan dengan PKB maupun Golkar dan Gerindra, walaupun PDIP memperoleh kursi terbanyak kedua dibawah PKB,” lanjutnya.
“Harapannya tinggal di Persebaya 1927, tapi saat itu telah dibubarkan oleh Kongres PSSI, karena dirinya menolak Persebaya 1927 memulai dari bawah. Justru keinginan Saleh saat itu Maka harapan satu satunya adalah perjanjian kontrak politik yang diteken olehnya dengan pihak Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen PKB Imam Nahrowi. Sehingga dikerahkan massa bonek 1927 utk menuntut perjanjian kontrak politik tsb,” lanjutnya.
“Di sisi lain justru La Nyalla Matalitti yang saat bersama Djohar menolak tawaran politik dari PKB tersebut, justru masuk bersama Mahfud MD menjadi tim suksesnya Prabowo. Walaupun La Nyalla masuk ke tim Prabowo atas nama pribadi dengan mengambil cuti libur agar tidak melibatkan PSSI, tapi dari situlah membuat Ketua Muhaimin Iskandar dan Sekjennya Imam Nahrowi berang. Itulah muncul dendam pribadi dari Imam Nahrowi terhadap PSSI terutama ke La Nyalla tersebut,” ungkap Ridwan soal dendam pribadi tersebut.
“Karena itulah setelah Jokowi menang Pemilu 2014 menjadi Presiden, PKB pun ngotot meminta jatah beberapa kursi diantaranya di bidang olahraga. Jokowi pun memberikannya mengingat jasa PKB yang telah membantu memenangkannya tersebut. Maka diambillah jatah kursi Menpora dan diberikan kepada sekjennya si Imam Nahrawi itu,” ujar Ridwan.
“Dan karena melihat tuntutan desakan dari massa bonek 1927 terkait perjanjian kontraknya dengan PKB maka Imam Nahrawi berusaha mengambil PSSI agar bisa terpegang sebagai alat propaganda politiknya agar dapat memasukkan Persebaya 1927 langsung ke ISL tanpa mulai dari bawah lagi, sedangkan untuk Persebaya Surabaya pimpinan Diar Kusuma Putra pun akan diberikan 2 pilihan, yakni harus bergabung ke Persebaya pimpinan Saleh, atau dibubarkan,” lanjut Ridwan.
“Saat itu Menpora pun tahu bahwa klub-klub telah bersatu erat dan harmonis dengan kepengurusan PSSI, sehingga tidak mungkin bisa memasukkan klub Persebaya 1927 tersebut, apalagi keberadaan Persebaya Surabaya Diar Kusuma Putra itu didukung penuh oleh PSSI dan klub klub sepakbola Indonesia lainnya, jadi satu satunya jalan yakni mengadu domba antara klub dengan PSSI ,” lanjutnya.
“Maka adegan sandiwara politiknya pun dimulai, yaitu menggunakan isu mafia sepakbola gajah terjadi pada tim divisi Utama PSS Sleman dengan PSIS Semarang yang menjadi topik utama saat itu dengan harapan akan mendapat simpati dari para suporter klub-klub agar dapat membuat klubnya bertentangan dengan PSSI. Hal ini dilakukan dengan koordinasi dengan Najwa Shihab pihak Metro TV, karena seperti diketahui Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh yang juga berasal dari kubu yang sama yakni KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Najwa Shihab pun mulai mengangkat topiik ini dengan judul ‘dagelan sepakbola’,” beber Ridwan.
“Tapi ternyata suporter suporter klub-klub yang diundang oleh Najwa untuk hadir di studionya justru tidak direspon. Makanya terlihat aneh mengapa di acara Najwa yang membahas masalah Sepakbola gajah tersebut justru dihadiri oleh pendukung klub yang terlibat mafia sepakbola gajah yakni suporter PSIS dan suporter PSS. Dan lebih aneh lagi dihadiri oleh FDSI yang notabene adalah pendukug kompetisi IPL konsorsiumnya dipimpin oleh Arifin Panigoro tersebut. Padahal sudah tahu kalau Kompetisi IPL dibubarkan oleh Kongres PSSI yang beralih ke ISL sehingga membuat pihak IPL dan pendukungnya pasti pada dendam tersebut,” ujar Ridwan sambil tersenyum.
“Dan lebih parah lagi dihadiri oleh kelompok bonek 1927 yang nota bene memiliki kontrak perjanjian politik dengan Imam Nahrawi, jadi tidaklah heran, perwakilan PSSI saat itu Hinca Pandjaitan menjadi bulan-bulanan para penonton di studio, karena semua penonton punya dendam terhadap PSSI. Hinca seperti masuk ke kandang singa. Di acara tersebut yang sebenarnya adalah dagelan sandiwara politik yang dilakukan oleh Imam Nahrawi dengan Najwa Shihab, tidaklah heran muncul yang namanya Petisi untuk membekukan PSSI. Saat itulah muncul upaya pembekuan PSSI dengan cara pertama yakni melalui petisi yang ditargetkan ditandatangani oleh jutaan masyarakat Idonesia, dan untuk meyakinkan masyarakat, Najwa Shihab pun membubuhkan tandatangan,” lanjut Ridwan.
“Tapi sayangnya upaya itu tidak berhasil, saya dengar dari bocoran orang dalam PKB, justru Petisi itu macet hanya ditandatangani puluhan ribu orang saja, jauh dibawah target, itu bukti tidak ada respon terlalu besar dari masyarakat sepakbola,” ujarnya.
“Setelah gagal, maka berbagai manuver dilakukan oleh Menpora, dimulai dari sengaja dihambatnya jadwal kompetisi ISL, hingga pembentukan Tim 9 dengan dalih untuk memberantas mafia. Tapi ternyata tidak mendapat respon positif juga dari massa Sepakbola, Justru keduluan oleh langkah Komdis PSSI yang menghukum seumur hidup para pemain, staf dan offisial PSS Sleman serta PSIS Semarang dari kegiatan sepakbola. Kedua klub pun didiskualifikasikan dari Divisi Utama musim 2014 lalu itu. Justru klub-klub lain memberikan respon positif terhadap tindakan tegas yang diambil oleh Komdis PSSI, sehingga upaya Menpora untuk membuat klub memusuhi PSSI pun gagal,” lanjut Ridwan
“Setelah gagal di Tim 9 yang menjadi tidak berfungsi maka digunakanlah alat propaganda lainnya yakni melalui BOPI. Menpora memang sengaja memasukkan kelompok pengurus klub IPL seperti Persema Malang yang telah bubar, Bontang FC dan lainnya ke dalam tim verfikasi BOPI terhadap klub-klub PSSI. Ide tersebut, menurut bocoran orang dalam, mungkin Menpora melihat Verfikasi yang dilakukan AFC, maka dimanfaatkan juga oleh dirinya tersebut,” ujar Ridwan.
“Dan akhirnya kena juga. Walaupun Arema Indonesia sebenarnya dari segi hukum sudah legal baik sesuai dari SKN Sistem Keolahragaan Nasional maupun oleh AFC, justru BOPI menambah aturan macam macam yang sebenarnya tidak masuk akal, serti NPWP Arema adalah properti, lantas kenapa, apa ada NPWP perusahaan harus bergerak dibidang sepakbola, coba lihat saja PT Djarum yg menjadi pemilik Klub Djarum di olahraga bulutangkis, bukankah PT Djarum itu masyarakat pun sudah tahu bergerak di bidang produksi Rokok, bukan bulutangkis, begitu juga cabang cabang olahraga lainnya,” jelas Ridwan mencontohkan.
Menurutnya, hal itu ditenggarai dengan tindakan BOPI melakukan pelarangan terhadap Persebaya di bawah PT Mitra Inti Berlian dan Arema agar tak mengikuti kompetisi liga super musim ini. “Kisruh di internal Arema sebenarnya sudah selesai. Tapi dihasut lagi agar pihak Arema IPL kembali mempermasalahkan lagi. Ini disengaja karena untuk mengaburkan pandangan masyarakat terhadap Persebaya Surabaya yang sebenarnya ikut dipermasalahkan oleh BOPI tersebut. Jadi pelarangan terhadap Arema itu hanya untuk menghindarkan kecurigaan masyarakat pada Menpora agak tidak tercium terlalu membela Persebaya. Arema dijadikan hanya sebagai alat pengalih perhatian sehingga tidak diungkit-ungkit terlalu dalam soal Persebaya itu,” ujar Ridwan.
“Karena itulah PSSI memang sengaja dibekukan dengan dalih tidak menjawab 3 surat yang dilayangkan Menpora ke PSSI. Orang yang tidak terpengaruh dengan hasutan politik seharusnya bisa melihat bahwa ini semua telah dirancang oleh Menpora Imam Nahrawi. Coba lihat saja kejanggalan pengiriman surat hanya selisih 1×24 jam antara surat pertama ke kedua, dan dari surat kedua ke ketiga hingga selisih waktu surat ketiga dengan keputusan pembekuan PSSI pun hanya berjarak 1×24 jam juga,” lanjut Ridwan.
“Padahal dalam surat kedua dari Menpora ke PSSI yang berisi kenapa harus ditunda kompetisi ISL setelah dilarang Persebaya dan Arema oleh BOPI justru sudah dijawab PSSI dengan mengirimkan jawabannya itu karena PSSI tidak bisa bertentangan dengan keputusan FIFA yang menetapkan 18 klub sedangkan dari Menpora 16 klub sehingga liga ditunda agar bisa dicari jalan tengahnya melalui rapat Exco PSSI nanti setelah Kongres PSSI 18 April. Itukan sudah jawaban konkret, tapi oleh Menpora di depan media justru disebut itu bukan jawaban yang diinginkan, yang dimaksudkan adalah soal kasus Arema dan Persebaya itu harus tuntas,” sambung Ridwan.
“Itu saya sudah bisa melihat, dia menyebut ‘bukan jawaban yang diinginkan’? Sungguh Aneh meminta jawaban sesuai kehendaknya saja, itu bukan minta jawaban tapi minta dituruti. Soal penundaan kompetisi ISL apa yang perlu dituruti atau dijawab sesuai kehendaknya? Atau mungkin Menpora menginginkan jawaban liga diserahkan kepada menpora karena adanya penghentian sementar liga? Itukah maksud jawaban yang diinginkan Menpora, jelaslah tidak bisa, itu sama saja PSSI lah yang melanggar aturan FIFA yang tidak boleh ada intervensi dari Pemerintah? Atau memang itu yang diinginkan oleh Menpora agar saat FIFA hukum Indonesia maka PSSI bisa disalahkan karena melanggar statuta FIFA itu sendiri,” jelas Ridwan.
“Dan juga ucapan Menpora di media soal kasus Arema dan Persebaya harus tuntas, itu juga janggal, karena di surat ketiga ke PSSI justru isinya persis sama dengan surat pertama kedua tidak ada tulisan tentang soal yang harus tuntas itu. Maka PSSI wajar tidak mengirim surat balik karena merasa telah memberi jawabannya pada surat yang kedua tersebut. Tapi justru itulah kesempatan Menpora dengan berdalih PSSI tidak merespon surat teguran 3x, langsung dia bekukan PSSI. Sungguh adegan sandiwara yang memalukan yang justru dilakukan oleh orang yang mempunyai jabatan penting Menteri Pemuda Olahraga itu,” ujar Ridwan serius.
“Saya lihat Menpora Imam Nahrawi mencampuradukkan antara politik yang sering digunakan di DPR didikan parpolnya diterapkan di sepakbola. Itu tidak mengherankan, karena dirinya memang sudah sangat berpengalaman. Ilmu itu didapat dari waktu dia menjabat anggota DPR dalam jangka waktu teramat lama (10 tahun). Hasilnya bisa kita lihat bersama, asalkan dengan hati dan mata yang jernih, bebas dari segala hasutan yang dilakukan Imam Nahrawi itu. Itulah realita Politik dimana politik partai masuk ke olahraga, dan memang itu keahlian Imam Nahrawi, saya tahu itu karena saya pun orang DPR jadi tahu persis gaya politik yang digunakan oleh Imam Nahrawi itu, itu biasa kalau di DPR, tapi mungkin tidak biasa di olahraga. Suka atau tidak suka masyarakat pun telah menjadi korban adegan politik yang terjadi dipesepakbolaan nasional yang ditunjukkan oleh para elit politik ini (Menpora, BOPI, Tim 9, Persebaya 1927),” lanjutnya.
“Jadi dari kesimpulan tim kami usai penyelidikan ini berdasarkan informasi informasi yang kami dapat dari berbagai narasumber baik dari orang dalam di PKB, orang dalam di Bonek 1927 itu, stakeholder Liga, dan juga sahabat sahabat Imam Nahrawi saat usia muda dan lainnya ini, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kontrak politik antara pihak Imam Nahrawi bersama pihak PKB dengan pihak Persebaya 1927 bersama suporternya itu. Buktinya walaupun sudah diingatkan dgn teguran dari FIFA, tapi tetap saja beliau sudah kepalang basah maju terus demi terealisasinya kontrak politik itu,” jelas Ridwan.
“Menurut penilaian saya dari bukti yang ada, Imam Nahrawi lebih mementingkan partai-nya diatas segala-galanya, maka dukungan dari bonek pun menjadi penting untuk keberlangsungan Partainya ini. Ini tentu dapat dimengerti karena itulah sumber nafkah dirinya hingga hari tua, sedangkan jabatan di Menpora itu hanya terbatas 5 tahun saja, itupun sepertinya tidak kena ‘reshuffle’ oleh Presiden karena bekingan PKB yang begitu kuat. Sedangkan kepentingan sepakbola yang biasa dia ucapkan itu sebenarnya hanya sekadar bentuk perkataan semata agar bisa menggalang massa lebih banyak. Itu biasa dalam politik. Tidak ada yang pasti, semua serba abu abu,” ujar Ridwan mengakhiri wawancara ekslusivenya dengn rekan kami sesama wartawan tsb.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Oktober 2014 silam, pasca-pelantikan Menteri Kabinet Kerja, Imam langsung melontarkan wacana agar Persebaya 1927 bisa kembali pentas di ISL musim 2015. Menurutnya, Persebaya 1927 berhak mengikuti kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia itu, mengabaikan fakta terdegradasinya Persebaya Surabaya akibat posisinya di urutan 16 (dari 18 klub). Dan saat playoff penentuan degradasi justru Persebaya menolak bertanding melawan Persi sehingga dinyatakan kalah WO, tapi anehnya Persebaya saat itu justru menuntut kemenangan WO dengan dalih tudingan tudingan tidak masuk akal yang dilakukan oleh Saleh Mukadar.
Bukti yg diberikan oleh Anggota DPR Komisi X Ridwan Hisjam kepada rekan kami:
– Link langsung dari Parpol PKB: http://bit.ly/1JHqRt6
berjudul: BERKAT IMAM NAHRAWI, BONEK (1927) SEPAKAT MENANGKAN PKB (tertanggal 27 Maret 2014)
– Link langsung dari situs detik.com : http://bit.ly/1GNJHuQ
berjudul: PERSEBAYA (Saleh Mukadr) MASIH NGOTOT MENANG WO (tertanggal 10 Agustus 2010)
#sebarkan hasil wawancara ini ke seluruh sahabat sahabat suporter yg benar benar murni mendukung Klub klub sepakbola Indonesia ISL & DIvisi Utama.
#nahrawimafiapolitik
Wawancara eksklusif by Revolusi PSSI , Sabtu 02 Mei 2015
Artikel ini diambil dari andyredarmy.wordpress.com/2015/09/14/fakta-terungkap-terbongkar-kebobrokan-menpora-mafia-politik-imam-nahrawi/
Berikut ini jejak bukti kontrak politik Imam Nahrawi dan Bonek
Spoiler for Artikel 2:
Berkat Imam Nahrawi, Bonek Sepakat Menangkan PKB
Surabaya - Suporter fanatik Persebaya yang dikenal dengan istilah Bonek alias Bondo Nekat menyatakan dukungan kepada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sosok Sekjen PKB Imam Nahrawi menginspirasi mereka untuk terjun ke dunia politik demi membangun bangsa.
"Imam Nahrawi sosok pemimpin yang bisa diterima anak muda, terlahir dari desa sukses di kota, tapi tak pernah lupa membangun desanya,” ujar Koordinator Bonek daerah Sukolilo, Surabaya, David saat cangkrukan bersama Imam Nahrawi, Kamis (27/3/2014) malam.
Bersama seratusan rekannya, David berkomitmen memenangkan PKB dan Imam Nahrawi dalam perhelatan Pemilu Legislatif 9 April mendatang.
"Lahir batin, figur seperti beliaulah yang kami impikan, figur pemimpin muda yang visioner, punya semangat mengabdi dan bisa membangun motivasi anak muda,” ulasnya.
Dengan bersemangat para bonek ini pun meneriakkan yel-yel Salam Satu Nyali Wani untuk H Imam Nahrawi. (Laporan Rifki)
Diambil langsung dari situs resmi pkb
Surabaya - Suporter fanatik Persebaya yang dikenal dengan istilah Bonek alias Bondo Nekat menyatakan dukungan kepada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sosok Sekjen PKB Imam Nahrawi menginspirasi mereka untuk terjun ke dunia politik demi membangun bangsa.
"Imam Nahrawi sosok pemimpin yang bisa diterima anak muda, terlahir dari desa sukses di kota, tapi tak pernah lupa membangun desanya,” ujar Koordinator Bonek daerah Sukolilo, Surabaya, David saat cangkrukan bersama Imam Nahrawi, Kamis (27/3/2014) malam.
Bersama seratusan rekannya, David berkomitmen memenangkan PKB dan Imam Nahrawi dalam perhelatan Pemilu Legislatif 9 April mendatang.
"Lahir batin, figur seperti beliaulah yang kami impikan, figur pemimpin muda yang visioner, punya semangat mengabdi dan bisa membangun motivasi anak muda,” ulasnya.
Dengan bersemangat para bonek ini pun meneriakkan yel-yel Salam Satu Nyali Wani untuk H Imam Nahrawi. (Laporan Rifki)
Diambil langsung dari situs resmi pkb
Lanjut Dibawah gan
0
2.4K
Kutip
39
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan