- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenai Mbah Priok alias MBAH HOAX, Masih Ada Pemuja Kuburan Kosong Saat Ini,
TS
japek
Mengenai Mbah Priok alias MBAH HOAX, Masih Ada Pemuja Kuburan Kosong Saat Ini,
Silakan lihat klik link FB di bawah ini kalau gak percaya
Kisah omong kosong macam itu kok masih dipercaya di masa sekarang ini?
http://www.facebook.com/permalink.ph...d=258666351159
http://www.hidayatullah.com/read/172...dayatullah.com
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...tanyakan-.phpx
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...83+Tahun-.phpx
Kisah omong kosong macam itu kok masih dipercaya di masa sekarang ini?
http://www.facebook.com/permalink.ph...d=258666351159
Spoiler for Dari Hidayatullah.com:
Tradisi ziarah kubur di tengah masyarakat Indonesia telah berurat akar. N
amun, beberapa kasus ditemukan tradisi tersebut dijadikan alat untuk meraup kepentingan materi kelompok tertentu.
Hal ini terungkap dalam bedah buku bertajuk "Kasus Mbah Priok, Studi Bayani wa Tahqiq Terhadap Masalah Makam Eks TPU Dobo" , yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Senin (23/5). Buku setebal 174 halaman itu merupakan hasil penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta.
“Di Indonesia, ziarah makam keramat merupakan tradisi yang sudah lama dan tua. Dalam kasus makam Mbah Priok ini telah terjadi manipulasi sejarah. Seakan-akan makam Mbah Priok itu keramat,” kata JJ Rizal, Sejarawan Universitas Indonesia (UI) yang menjadi salah seorang dalam acara tersebut.
Rizal mencontohkan manipulasi tanggal lahir dan soal asal muasal penamaan Tanjung Priok. Ahli waris mengklaim jika Mbah Priok, yang bernama asli Habib Hasan Al Haddad, adalah sosok yang memiliki kaitan dengan penamaan Tanjung Priok.
“Nama Tanjung Priok sudah ada sejak tahun 1800-an. Mbah Priok meninggal tahun 1927, dan bukan 1756,” kata Rizal.
Dalam buku itu pernyataan Rizal juga dipertegas oleh Budayawan Betawi, Ridwan Saidi. Menurut Ridwan, kata “Priok” berasal dari keberadaan Aki Tirem, penghulu daerah Warakas yang terkenal sebagai pengrajin periuk nasi. Sedangkan “Tanjung” merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut.
Lebih lanjut Rizal mengungkapkan jika Mbah Priok itu bukanlah penyiar ajaran Islam di tanah Betawi. Menurutnya, tahun1927 Mbah Priok berlayar ke Jakarta. Kedatangannya ke Jakarta adalah untuk berziarah ke makam kramat Luar Batang.
Tetapi, kata Rizal, sebelum kapal yang ditumpanginya melepas jangkar di Tanjung Priok, Mbah Priok meninggal dunia.
Sementara itu pembicara lain, Zaki Mubarok, Ketua Pimpinan Pusat LDNU, mengatakan jika dangkalnya pemahaman akidah masyarakat menjadi salah satu sebab adanya oknum-oknum yang memanfaatkan.
Dalam kasus makam Mbah Priok misalnya, ada ratusan remaja dan pemuda yang mengatasnamakan pasukan berani mati siap membela Mbah Priok.
Ada juga sebagian peziarah makam Mbah Priok yang meyakini bahwa membersihkan makam setiap hari bisa mendatangkan pahala.
Tak hanya itu, Zaki juga menyoroti tentang pengajian rutin yang kerap diselenggarakan di makam Mbah Priok. Setiap Kamis malam Jum’at ada pengajian yang dipimpin oleh Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Alaydrus dan diikuti oleh jama’ah yang banyak.
Namun yang menjadi persoalan adalah dari sisi pengaturan jalan dan tempat parkir kendaraan, kegiatan tersebut seringkali membuat lalu-lintas menjadi macet. Pada waktu acara akan dimulai dan ketika pembacaan rawi (riwayat Nabi) telah sampai pada mahallul qiyam, biasanya mereka menyulut petasan dan kembang api.
“Ziarah kubur itu boleh dan sunnah, yang tidak boleh meminta sama kuburan. Ngaji itu bagus, tapi kalau bikin macet jalanan, itu yang tidak bagus,” begitu ungkap Zakky.
Selain JJ Rizal dan Zaki Mubarak, pembicara lain yang hadir adalah Robi Nurhadi, Koordinator Tim Sosial Pengkaji Kasus Mbah Priok.
Sengketa makam Mbah Priok yang melibatkan ahli waris dengan pengelola pelabuhan Tanjung Priok (Pelindo) memang sudah berlangsung lama. Persoalan ini mengakibatkan terrjadinya bentrokan warga dengan aparat Satpol PP pada 14 April 2010. Sedikitnya tiga anggota Satpol PP tewas dan puluhan warga luka-luka.
Dengan kata lain, Mbhak Priok tak ada kaitan dengan penamaan Tanjung Priok.*
amun, beberapa kasus ditemukan tradisi tersebut dijadikan alat untuk meraup kepentingan materi kelompok tertentu.
Hal ini terungkap dalam bedah buku bertajuk "Kasus Mbah Priok, Studi Bayani wa Tahqiq Terhadap Masalah Makam Eks TPU Dobo" , yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Senin (23/5). Buku setebal 174 halaman itu merupakan hasil penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta.
“Di Indonesia, ziarah makam keramat merupakan tradisi yang sudah lama dan tua. Dalam kasus makam Mbah Priok ini telah terjadi manipulasi sejarah. Seakan-akan makam Mbah Priok itu keramat,” kata JJ Rizal, Sejarawan Universitas Indonesia (UI) yang menjadi salah seorang dalam acara tersebut.
Rizal mencontohkan manipulasi tanggal lahir dan soal asal muasal penamaan Tanjung Priok. Ahli waris mengklaim jika Mbah Priok, yang bernama asli Habib Hasan Al Haddad, adalah sosok yang memiliki kaitan dengan penamaan Tanjung Priok.
“Nama Tanjung Priok sudah ada sejak tahun 1800-an. Mbah Priok meninggal tahun 1927, dan bukan 1756,” kata Rizal.
Dalam buku itu pernyataan Rizal juga dipertegas oleh Budayawan Betawi, Ridwan Saidi. Menurut Ridwan, kata “Priok” berasal dari keberadaan Aki Tirem, penghulu daerah Warakas yang terkenal sebagai pengrajin periuk nasi. Sedangkan “Tanjung” merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut.
Lebih lanjut Rizal mengungkapkan jika Mbah Priok itu bukanlah penyiar ajaran Islam di tanah Betawi. Menurutnya, tahun1927 Mbah Priok berlayar ke Jakarta. Kedatangannya ke Jakarta adalah untuk berziarah ke makam kramat Luar Batang.
Tetapi, kata Rizal, sebelum kapal yang ditumpanginya melepas jangkar di Tanjung Priok, Mbah Priok meninggal dunia.
Sementara itu pembicara lain, Zaki Mubarok, Ketua Pimpinan Pusat LDNU, mengatakan jika dangkalnya pemahaman akidah masyarakat menjadi salah satu sebab adanya oknum-oknum yang memanfaatkan.
Dalam kasus makam Mbah Priok misalnya, ada ratusan remaja dan pemuda yang mengatasnamakan pasukan berani mati siap membela Mbah Priok.
Ada juga sebagian peziarah makam Mbah Priok yang meyakini bahwa membersihkan makam setiap hari bisa mendatangkan pahala.
Tak hanya itu, Zaki juga menyoroti tentang pengajian rutin yang kerap diselenggarakan di makam Mbah Priok. Setiap Kamis malam Jum’at ada pengajian yang dipimpin oleh Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Alaydrus dan diikuti oleh jama’ah yang banyak.
Namun yang menjadi persoalan adalah dari sisi pengaturan jalan dan tempat parkir kendaraan, kegiatan tersebut seringkali membuat lalu-lintas menjadi macet. Pada waktu acara akan dimulai dan ketika pembacaan rawi (riwayat Nabi) telah sampai pada mahallul qiyam, biasanya mereka menyulut petasan dan kembang api.
“Ziarah kubur itu boleh dan sunnah, yang tidak boleh meminta sama kuburan. Ngaji itu bagus, tapi kalau bikin macet jalanan, itu yang tidak bagus,” begitu ungkap Zakky.
Selain JJ Rizal dan Zaki Mubarak, pembicara lain yang hadir adalah Robi Nurhadi, Koordinator Tim Sosial Pengkaji Kasus Mbah Priok.
Sengketa makam Mbah Priok yang melibatkan ahli waris dengan pengelola pelabuhan Tanjung Priok (Pelindo) memang sudah berlangsung lama. Persoalan ini mengakibatkan terrjadinya bentrokan warga dengan aparat Satpol PP pada 14 April 2010. Sedikitnya tiga anggota Satpol PP tewas dan puluhan warga luka-luka.
Dengan kata lain, Mbhak Priok tak ada kaitan dengan penamaan Tanjung Priok.*
http://www.hidayatullah.com/read/172...dayatullah.com
Spoiler for Dari Situs NU:
Makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara dinilai sejarawan masih kurang memenuhi syarat untuk dapat dijadikan sebuah cagar budaya, karena minimnya bukti sejarah mengenai peran tokoh tersebut dalam penyebaran agama Islam.
Demikian disampaikan sejarawan dari Universitas Indonesia, JJ Rizal, usai memaparkan kajiannya tentang makam Mbah Priok di hadapan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Rabu.
Keberadaan makam yang `dikeramatkan` tersebut menurut Rizal lebih banyak mengandung cerita (story) dan kurang sekali nilai sejarahnya (history), di mana kebanyakan hanya berupa mitos, legenda berisi sepak terjang, petualangan ajaib dan fantastik yang bersangkutan ketika hidup.
Bahkan setelah meninggal dunia pun namanya tetap tetap disanjung dan diwarnai berbagai cerita yang isinya di luar nalar dan akal sehat. "Bahkan seringkali satu cerita dengan cerita lainya bertentangan," ujar Rizal.
Ia mengaku telah melakukan penelusuran mulai dari catatan sejarah hingga melakukan wawancara dengan ahli waris, di mana salah seorang ahli waris mengaku bahwa Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok itu bahkan belum sempat menyiarkan agama Islam di tanah Betawi karena keburu meninggal dunia.
Rizal juga menggugat pengakuan beberapa pihak bahwa Tanjung Priok diberi nama berdasarkan kisah Hasan Al Haddad, karena daerah itu telah bernama Tanjung Priok jauh sebelum Hasan Al Haddad berlayar ke Batavia.
Dalam mitologi orang Betawi, asal muasal penyebutan nama Tanjung Priok tidak pernah dikaitkan dengan nama Mbah Priok, melainkan seringkali dikaitkan dengan nama Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas, yang memang merupakan pembuat periuk atau priok.
Rizal menyebut data itu disajikan dalam buku "Profile Tanah Betawi" dan "Babad Tanah Betawi" karya budayawan Betawi, Ridwan Saidi.
Sementara mengenai bukti penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh yang bersangkutan, dari penelusuran data sejarah oleh para peneliti sejarah, juga tidak ditemukan bukti yang kuat.
"Dari segi historis dalam jaringan orang yang dianggap berjasa mengislamkan tanah Betawi tidak sekalipun tercantum atau disebut nama Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok,"kata Rizal.
Bahkan dalam studi klasik yang dilakukan oleh LWC Van Den Berg tahun 1886 dalam bukunya "Orang Arab di Nusantara" mengenai komunitas Hadramaut dan koloni Arab di Indonesia, nama Hasan Al Haddad juga tidak ditemukan.
"Padahal, buku ini merupakan laporan terlengkap berdasarkan riset, observasi dan wawancara komprehensif Berg terhadap kelompok Arab-Hadramaut, terutama yang ada di Batavia," ujar Rizal.
Anakronisme atau keterbolakbalikan waktu juga menjadi satu hal yang membuat sejarah mengenai Mbah Priok tidak dapat diverifikasi seperti yang ditulis dalam buku panduan peziarah, di mana disebutkan makam itu berasal dari pertengahan tahun 1700-an.
Disebutkannya bahwa Mbah Priok meninggal pada 1756 dan lahir pada 1727. "Tetapi tidak ada bukti berupa arsip atau keterangan dari zaman itu sebagaimana kita mendapat bukti soal makam Habib Husein Alaydrus atau yang sohor disebut makam keramat Luar Batang yang ada tercatat dalam kronik kompeni merujuk ke tahun wafatnya 1756," kata Rizal.
Salah satu bukti mudah, katanya, adalah pemasangan apa yang diklaim foto diri Habib Hasan Al Haddad yang tergantung di dinding atas makam, padahal diriwayatkan ia berasal dari pertengahan abad ke-18.
"Teknologi foto baru dikenal di Hindia Belanda pada penghujung abad ke-19. Anakronisme ini semakin menguatkan betapa makam Mbah Priok lebih merupakan mitos yang diciptakan dari sejarah atau peristiwa masa lalu seorang `tokoh` yang diidealisir," ujar Rizal.
Dengan itu, ia menyebut niat Pemprov DKI untuk menganggap makam Mbah Priok sebagai peninggalan sejarah mesti ditinjau ulang.
Dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb. 11/1/1972 disebutkan bahwa bangunan bersejarah cagar budaya adalah bangunan yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa serta gaya yang khas dari masa lalu. Selain itu juga memiliki aspek penting bagi sejarah ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan memang pihaknya hingga saat ini belum berani menetapkan kawasan makam Habib Hasan Al Haddad atau Mbah Priok sebagai situs cagar budaya.
"Kita akan menunggu dulu hasil penelitian MUI (Majelis Ulama Indonesia). Kalau dari hasil kajian makam dinyatakan layak dijadikan cagar budaya, maka proses penetapan segera dilakukan," katanya.
Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka usulan untuk menjadikan makam Mbah Priok akan dipertimbangkan kembali. (ant/sam)
Demikian disampaikan sejarawan dari Universitas Indonesia, JJ Rizal, usai memaparkan kajiannya tentang makam Mbah Priok di hadapan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Rabu.
Keberadaan makam yang `dikeramatkan` tersebut menurut Rizal lebih banyak mengandung cerita (story) dan kurang sekali nilai sejarahnya (history), di mana kebanyakan hanya berupa mitos, legenda berisi sepak terjang, petualangan ajaib dan fantastik yang bersangkutan ketika hidup.
Bahkan setelah meninggal dunia pun namanya tetap tetap disanjung dan diwarnai berbagai cerita yang isinya di luar nalar dan akal sehat. "Bahkan seringkali satu cerita dengan cerita lainya bertentangan," ujar Rizal.
Ia mengaku telah melakukan penelusuran mulai dari catatan sejarah hingga melakukan wawancara dengan ahli waris, di mana salah seorang ahli waris mengaku bahwa Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok itu bahkan belum sempat menyiarkan agama Islam di tanah Betawi karena keburu meninggal dunia.
Rizal juga menggugat pengakuan beberapa pihak bahwa Tanjung Priok diberi nama berdasarkan kisah Hasan Al Haddad, karena daerah itu telah bernama Tanjung Priok jauh sebelum Hasan Al Haddad berlayar ke Batavia.
Dalam mitologi orang Betawi, asal muasal penyebutan nama Tanjung Priok tidak pernah dikaitkan dengan nama Mbah Priok, melainkan seringkali dikaitkan dengan nama Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas, yang memang merupakan pembuat periuk atau priok.
Rizal menyebut data itu disajikan dalam buku "Profile Tanah Betawi" dan "Babad Tanah Betawi" karya budayawan Betawi, Ridwan Saidi.
Sementara mengenai bukti penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh yang bersangkutan, dari penelusuran data sejarah oleh para peneliti sejarah, juga tidak ditemukan bukti yang kuat.
"Dari segi historis dalam jaringan orang yang dianggap berjasa mengislamkan tanah Betawi tidak sekalipun tercantum atau disebut nama Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok,"kata Rizal.
Bahkan dalam studi klasik yang dilakukan oleh LWC Van Den Berg tahun 1886 dalam bukunya "Orang Arab di Nusantara" mengenai komunitas Hadramaut dan koloni Arab di Indonesia, nama Hasan Al Haddad juga tidak ditemukan.
"Padahal, buku ini merupakan laporan terlengkap berdasarkan riset, observasi dan wawancara komprehensif Berg terhadap kelompok Arab-Hadramaut, terutama yang ada di Batavia," ujar Rizal.
Anakronisme atau keterbolakbalikan waktu juga menjadi satu hal yang membuat sejarah mengenai Mbah Priok tidak dapat diverifikasi seperti yang ditulis dalam buku panduan peziarah, di mana disebutkan makam itu berasal dari pertengahan tahun 1700-an.
Disebutkannya bahwa Mbah Priok meninggal pada 1756 dan lahir pada 1727. "Tetapi tidak ada bukti berupa arsip atau keterangan dari zaman itu sebagaimana kita mendapat bukti soal makam Habib Husein Alaydrus atau yang sohor disebut makam keramat Luar Batang yang ada tercatat dalam kronik kompeni merujuk ke tahun wafatnya 1756," kata Rizal.
Salah satu bukti mudah, katanya, adalah pemasangan apa yang diklaim foto diri Habib Hasan Al Haddad yang tergantung di dinding atas makam, padahal diriwayatkan ia berasal dari pertengahan abad ke-18.
"Teknologi foto baru dikenal di Hindia Belanda pada penghujung abad ke-19. Anakronisme ini semakin menguatkan betapa makam Mbah Priok lebih merupakan mitos yang diciptakan dari sejarah atau peristiwa masa lalu seorang `tokoh` yang diidealisir," ujar Rizal.
Dengan itu, ia menyebut niat Pemprov DKI untuk menganggap makam Mbah Priok sebagai peninggalan sejarah mesti ditinjau ulang.
Dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb. 11/1/1972 disebutkan bahwa bangunan bersejarah cagar budaya adalah bangunan yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa serta gaya yang khas dari masa lalu. Selain itu juga memiliki aspek penting bagi sejarah ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan memang pihaknya hingga saat ini belum berani menetapkan kawasan makam Habib Hasan Al Haddad atau Mbah Priok sebagai situs cagar budaya.
"Kita akan menunggu dulu hasil penelitian MUI (Majelis Ulama Indonesia). Kalau dari hasil kajian makam dinyatakan layak dijadikan cagar budaya, maka proses penetapan segera dilakukan," katanya.
Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka usulan untuk menjadikan makam Mbah Priok akan dipertimbangkan kembali. (ant/sam)
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...tanyakan-.phpx
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...83+Tahun-.phpx
Quote:
Original Posted By asca13►What!!! disitu ditulis R.A (Radhiallahu Anhu)???? itu gelar yang khusus untuk para shahabat Rasulullah SAW... gile main pasang gelar gitu aja... Taqlid buta...
Bahkan budayawan betawi sekelas babe Ridwan Saidi aja meragukan kebenaran tentang cerita mbah priok... Bahkan nama tersebut gak ada di daftar perkumpulan Arab-Hadramaut... Parah....
Bahkan budayawan betawi sekelas babe Ridwan Saidi aja meragukan kebenaran tentang cerita mbah priok... Bahkan nama tersebut gak ada di daftar perkumpulan Arab-Hadramaut... Parah....
Diubah oleh japek 12-03-2013 02:08
0
22.4K
Kutip
349
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan