Yang namanya bisnis prostitusi bisa dikatakan salah satu aktivitas yang telah ada sejak jaman purbakala. Dari jaman para nabi, yang namanya pekerja seks komersial sudah banyak dikisahkan dalam pelbagai kisah dan cerita. Herannya, sampai sekarang bisnis tersebut kok ya nggak ada surutnya gitu lho, malah kecenderungannya semakin meluas hingga melibatkan banyak remaja yang lagi lucu lucunya hehehe.

Titik ekuilibrium antara pekerja seks dengan lelaki hidung belang terjadi ketika garis permintaan bersinggungan dengan garis penawaran. Faktor faktor penentunya banyak, tapi jika kita asumsikan kondisi ceteris paribus maka peran paling besar adalah terdapatnya makelar alias germo alias muncikari. Yoi, muncikari ini faktor dominan sehingga terjadi titik keseimbangan kurva demand dan supply-nya.

Nanya pak?

Silakan.

Apakah keseimbangan kurva demand dan supply itu juga dipengaruhi oleh inflasi dan tingkat pengangguran?

Huss, kamu pikir kita sedang membahas topik kuliah mengenai pandangan ekonom merkantilisme versus keynesian apa? (Wakakakakakak).

Hmmm, tapi jika dipikir pikir, teori makro ekonomi relevan juga dijadikan dasar analisis mengapa dewasa ini banyak remaja putri—baik yang berstatus pelajar ataupun mahasiswi, dan perempuan muda terjerat masuk lingkaran setan prostitusi. Salah satu faktor yang patut diduga sebagai pemicu mereka terjerat bujuk rayu muncikari adalah persoalan lifestyle alias gaya hidup. Nah, gaya hidup sendiri adalah aktualisasi dari besarnya penghasilan yang didapat. Jika kondisi makro ekonomi lesu akan banyak perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja, sudah tentu pengangguran akan meningkat. Selanjutnya, itu berarti akan membuat penurunan daya beli. Nah, pada saat kemampuan ekonomis menurut namun lifestyle tetap dipertahankan pada suatu tingkatan tertentu, artinya apa? Dibutuhkan persumberan penghasilan lain. Sialnya, kebanyakan dari orang orang itu berpikiran pendek, hingga pada akhirnya kena deh dibokisin muncikari.

Laporan jurnalis Tempo Riyan Novitra dari Pekanbaru mengabarkan jalannya sidang kasus prostitusi yang menjerat Dio, yang didakwa oleh jaksa telah melakukan kegiatan sebagai muncikari sehingga yang bersangkutan dijerat pasal pidana KUHP serta Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang Perdagangan Manusia.

Dalam fakta persidangan terungkap kebenaran transaksi bisnis prostitusi online yang dijalankan Dio. Dalam aksinya, muncikari ini menggunakan Facebook, WhatsApp, Line, dan BlackBerry Messenger untuk menawarkan perempuan. Dio memperlihatkan foto-foto wanita yang ditawarkan kepada para pelanggan sesuai tarif yang disepakati. Adapun tarif yang ditetapkan adalah Rp 2,5-8 juta.

Dio adalah muncikari yang kerap merayu para mahasiswi untuk diseret ke bisnis prostitusi. Ia telah menjalankan aksinya selama dua tahun. Lebih dari seratus perempuan masuk perangkapnya. Kebanyakan mereka adalah mahasiswi. Ada juga yang tidak bekerja. Semua berasal dari kabupaten dan kota di Riau.

Dalam persidangan dihadirkan juga mahsiswi ST yang menjadi korban Dio. Awalnya, mereka berkenalan di sebuah salon. “Keduanya bertemu saat sama-sama perawatan di salon setahun lalu,” tutur Ivan. Suatu hari, Dio tahu bahwa ST sedang membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan kebutuhan hidupnya di Pekanbaru. Ia lantas menawarkan ST pekerjaan untuk melayani pria hidung belang dengan tarif Rp 2,5 juta. “Saat itu ST menyanggupi.”

Disamping soal lifestyle, yang tidak juga perlu diwaspadai karena memang lebih serem, yaitu terkait konsumsi narkoba! Seringkali pelajar dan mahasiswi diajak mencoba barang haram tersebut hingga pada akhirnya ketagihan dan kecanduan. Pada saat itulah muncikari masuk dengan iming iming penghasilan sebagai pekerja seks, dimana selanjutnya hasil jeripayah “memeras lendir” itu untuk membeli narkoba. (Tuh, makanya jangan sekali kali deh deket deket sama narkoba gaesss!).

SUMBER BERITA SINGINDO.COM

Setuju gan. NARKOBA salah satu pintu masuk ke arena prostitusi. Waspadah lah!!