- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Beberapa Adegan Paling Sulit di Film-Film Hollywood (Photo + Video)


TS
kandang.naga
Beberapa Adegan Paling Sulit di Film-Film Hollywood (Photo + Video)
Quote:

Thanks to :Mimin, KASKUS.Officer, Momod (all room), dan KASKUSer sedunia^^
Quote:
Oke bray...Ketemu lagi sama gua pria nyaris paling ganteng seKASKUS raya.Lagi lagi gua bikin thread bray. Tapi hasil copas dari internet bray. Kagak apa apa ya bray?! Yang penting kagak repost dan malu maluin....

Kagak usah pake basa basi segala ya bray....Apalagi masang banner, spanduk, plang, flyer, sampe billboard komunitas segede gaban. Bikin siwer mata aja bray...




Kagak usah pake basa basi segala ya bray....Apalagi masang banner, spanduk, plang, flyer, sampe billboard komunitas segede gaban. Bikin siwer mata aja bray...

Quote:

Guna menghargai jerih payah tim produksi dan juga aksi para aktornya, berikut ini kisah-kisah di balik proses pengambilan gambar beberapa film blockbuster Hollywood. Masing-masing digarap dengan kompleksitas dan tingkat kesulitan tinggi. Semua tersaji dalam hitungan menit di layar bioskop.
Namun tentu kisah-kisah di artikel ini hanya sebagian saja dari banyak kisah-kisah serupa lainnya. Kisah-kisah yang dipilih dalam artikel ini pun hanya diambil dari beberapa film yang diproduksi dalam dua dekade terakhir.
Source Intro
Quote:
1. The Dark Knight Rises (2012)

Apakah aksi stunt di udara pada adegan pembuka The Dark Knight Rises (2012) hadir tanpa polesan CGI? Jawabannya tidak sepenuhnya. Sutradara Christopher Nolan tidak suka dengan adegan aksi yang tidak terasa nyata karena terlalu banyak menggunakan CGI. Jadilah Nolan dan tim merancang pengambilan gambar dengan tingkat kesulitan tinggi demi menghadirkan adegan sepanjang enam menit yang mendebarkan.
Awal Juli 2011, Nolan membawa timnya ke daerah Pegunungan Cairngorm, dataran tinggi Skotlandia. Daerah itu dikenal sebagai area pegunungan tertinggi di Inggris Raya dengan hawa dingin, angin, dan juga kondisi alam yang masih belum terjamah peradaban. Kondisi tersebut dianggap pas oleh Nolan untuk menjadi lokasi pengambilan gambar jatuhnya pesawat. Ia benar-benar memastikan bahwa puing-puing pesawat tak akan jatuh menimpa orang-orang atau pemukiman penduduk.
Nolan membutuhkan dua pesawat dan satu helikopter untuk merampungkan pengambilan gambarnya. Pesawat yang pertama adalah CIA Turboprop dan pesawat kargo Lockheed C130 Hercules yang berukuran lebih besar dan biasa dipakai oleh militer. Kemudian satu lagi adalah sebuah helikopter untuk mengangkut kamera. Kedua jenis pesawat di atas dipilih karena mampu diterbangkan dengan kecepatan rendah, sehingga memudahkan kru kamera di helikopter untuk mengambil gambarnya.

Sebanyak empat orang stuntman melakukan aksi terjun menggunakan tali pengaman dari pesawat Hercules menuju ke Turboprop, meledakkan ekor pesawat (yang akhirnya diketahui bahwa ekor pesawat tersebut adalah properti belaka), serta ditarik kembali. Dalam beberapa kali sesi latihannya, mereka terjun menggunakan parasut setelah adegan meledakkan ekor pesawat.
Namun pada pengambilan gambar terakhir, Nolan mengungkap bahwa keempatnya tidak perlu membuka parasut karena berhasil ditarik kembali ke pesawat Hercules pasca peledakan. CGI diperlukan untuk memoles aksi para stuntman tersebut. Sementara untuk adegan perkelahian di dalam pesawat, Nolan membangun sebuah alat simulasi di studio Cardington, England. Alat tersebut dapat diputar, diguncang, dan diputar sesuai permintaan sutradara dengan para aktor di dalamnya.

Apakah aksi stunt di udara pada adegan pembuka The Dark Knight Rises (2012) hadir tanpa polesan CGI? Jawabannya tidak sepenuhnya. Sutradara Christopher Nolan tidak suka dengan adegan aksi yang tidak terasa nyata karena terlalu banyak menggunakan CGI. Jadilah Nolan dan tim merancang pengambilan gambar dengan tingkat kesulitan tinggi demi menghadirkan adegan sepanjang enam menit yang mendebarkan.
Awal Juli 2011, Nolan membawa timnya ke daerah Pegunungan Cairngorm, dataran tinggi Skotlandia. Daerah itu dikenal sebagai area pegunungan tertinggi di Inggris Raya dengan hawa dingin, angin, dan juga kondisi alam yang masih belum terjamah peradaban. Kondisi tersebut dianggap pas oleh Nolan untuk menjadi lokasi pengambilan gambar jatuhnya pesawat. Ia benar-benar memastikan bahwa puing-puing pesawat tak akan jatuh menimpa orang-orang atau pemukiman penduduk.
Nolan membutuhkan dua pesawat dan satu helikopter untuk merampungkan pengambilan gambarnya. Pesawat yang pertama adalah CIA Turboprop dan pesawat kargo Lockheed C130 Hercules yang berukuran lebih besar dan biasa dipakai oleh militer. Kemudian satu lagi adalah sebuah helikopter untuk mengangkut kamera. Kedua jenis pesawat di atas dipilih karena mampu diterbangkan dengan kecepatan rendah, sehingga memudahkan kru kamera di helikopter untuk mengambil gambarnya.

Sebanyak empat orang stuntman melakukan aksi terjun menggunakan tali pengaman dari pesawat Hercules menuju ke Turboprop, meledakkan ekor pesawat (yang akhirnya diketahui bahwa ekor pesawat tersebut adalah properti belaka), serta ditarik kembali. Dalam beberapa kali sesi latihannya, mereka terjun menggunakan parasut setelah adegan meledakkan ekor pesawat.
Namun pada pengambilan gambar terakhir, Nolan mengungkap bahwa keempatnya tidak perlu membuka parasut karena berhasil ditarik kembali ke pesawat Hercules pasca peledakan. CGI diperlukan untuk memoles aksi para stuntman tersebut. Sementara untuk adegan perkelahian di dalam pesawat, Nolan membangun sebuah alat simulasi di studio Cardington, England. Alat tersebut dapat diputar, diguncang, dan diputar sesuai permintaan sutradara dengan para aktor di dalamnya.

Quote:
2. Titanic (1997)

Penonton film Titanic (1997) boleh saja teralihkan perhatiannya dari gambaran besar tragedi kapal Titanic karena roman antara Jack Dawson (Leonardo DiCaprio) dan Rose DeWitt Bukater (Kate Winslet) yang disisipkan dari buah pikir sang sutradara, James Cameron. Namun, karamnya kapal Titanic pada pelayaran perdananya ini menjadi klimaks yang tak boleh dilewatkan. Demi merekonstruksi detik-detik tenggelamnya kapal RMS Titanic yang semirip mungkin dengan sejarah, Cameron sampai membuat kapal tiruan Titanic.
Dibantu dengan Peter Lamont (Production Design), Cameron membangun replika kapal yang dibuat dengan skala 90 persen dari ukuran kapal aslinya. Dengan ukuran panjang 243,8 meter dan lebar 27,4 meter, ternyata replika itu tidak muat di studio film mana pun, sehingga akhirnya 20th Century Fox dan Paramount Pictures membangun studio di pesisir Mexico demi keperluan pengambilan gambar selama 100 hari.
Dengan keseriusan produksi yang seperti itu, bujet filmnya sendiri telah melebihi biaya riil untuk membuat sebuah kapal Titanic. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun kapal pada tahun 1910-1912 adalah 1,5 juta dolar AS. Jumlah itu setara dengan 120-150 juta dolar AS pada tahun pembuatan film Titanic. Replika kapal mewah Titanic yang menelan seratus juta dolar AS lebih tersebut akhirnya direlakan oleh Cameron untuk dihancurkan saat pengambilan gambar tenggelamnya kapal Titanic.
Banyak adegan yang harus dilangsungkan dalam satu kali pengambilan gambar, seperti dalam adegan Grand Staircase, di mana Jack dan Rose harus menyeberangi genangan air selutut sebelum air membanjiri ruangan dan merendam properti dan set yang ada.
Air yang dipakai selama proses pengambilan gambar pun diambil langsung dari laut. Semua air dipompa untuk memenuhi dua tangki dengan volume masing-masing cukup untuk 5 dan 17 juta galon air. Desain kapal Titanic untuk keperluan film ini diambil dari desain kapal Olympic yang tak lain adalah "kembaran" Titanic. Sementara untuk interior dan detail lainnya diambil dari arsip dokumentasi yang ada.
Titanic pada akhirnya meraih suskes besar secara komersil dan juga di mata para pengamat. Film ini menjadi film terlaris sepanjang masa dengan pendapatan sebesar 2,186 miliar dolar AS dan diganjar dengan 11 piala Oscar, di antaranya sebagai Best Picture (Film Terbaik) Academy Awards tahun 1998. Usaha yang tidak sia-sia dari James Cameron.

Penonton film Titanic (1997) boleh saja teralihkan perhatiannya dari gambaran besar tragedi kapal Titanic karena roman antara Jack Dawson (Leonardo DiCaprio) dan Rose DeWitt Bukater (Kate Winslet) yang disisipkan dari buah pikir sang sutradara, James Cameron. Namun, karamnya kapal Titanic pada pelayaran perdananya ini menjadi klimaks yang tak boleh dilewatkan. Demi merekonstruksi detik-detik tenggelamnya kapal RMS Titanic yang semirip mungkin dengan sejarah, Cameron sampai membuat kapal tiruan Titanic.
Dibantu dengan Peter Lamont (Production Design), Cameron membangun replika kapal yang dibuat dengan skala 90 persen dari ukuran kapal aslinya. Dengan ukuran panjang 243,8 meter dan lebar 27,4 meter, ternyata replika itu tidak muat di studio film mana pun, sehingga akhirnya 20th Century Fox dan Paramount Pictures membangun studio di pesisir Mexico demi keperluan pengambilan gambar selama 100 hari.
Dengan keseriusan produksi yang seperti itu, bujet filmnya sendiri telah melebihi biaya riil untuk membuat sebuah kapal Titanic. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun kapal pada tahun 1910-1912 adalah 1,5 juta dolar AS. Jumlah itu setara dengan 120-150 juta dolar AS pada tahun pembuatan film Titanic. Replika kapal mewah Titanic yang menelan seratus juta dolar AS lebih tersebut akhirnya direlakan oleh Cameron untuk dihancurkan saat pengambilan gambar tenggelamnya kapal Titanic.
Banyak adegan yang harus dilangsungkan dalam satu kali pengambilan gambar, seperti dalam adegan Grand Staircase, di mana Jack dan Rose harus menyeberangi genangan air selutut sebelum air membanjiri ruangan dan merendam properti dan set yang ada.
Air yang dipakai selama proses pengambilan gambar pun diambil langsung dari laut. Semua air dipompa untuk memenuhi dua tangki dengan volume masing-masing cukup untuk 5 dan 17 juta galon air. Desain kapal Titanic untuk keperluan film ini diambil dari desain kapal Olympic yang tak lain adalah "kembaran" Titanic. Sementara untuk interior dan detail lainnya diambil dari arsip dokumentasi yang ada.
Titanic pada akhirnya meraih suskes besar secara komersil dan juga di mata para pengamat. Film ini menjadi film terlaris sepanjang masa dengan pendapatan sebesar 2,186 miliar dolar AS dan diganjar dengan 11 piala Oscar, di antaranya sebagai Best Picture (Film Terbaik) Academy Awards tahun 1998. Usaha yang tidak sia-sia dari James Cameron.

Quote:
3. 28 Days Later (2002)
28 Days Later (2002) memang tidak selaris franchise film Resident Evil, tapi film garapan Danny Boyle ini diakui sebagai film cult yang wajib ditonton penyuka zombie movies. Penggambaran zombie yang agresif, gesit, dan buas sudah terlebih dulu diangkat di sini sebelum dipopulerkan kembali di World War Z (2013) oleh Brad Pitt. Pergerakan kamera yang sangat dinamis makin menguatkan keagresifan para zombie versi Boyle ini.
Adegan pembukanya juga menjadi kelebihan yang patut diapresiasi. Boyle bersama tim mampu menghadirkan kota London yang sepi dan terbengkalai di pagi hari bak kota mati. Seperti diketahui, London adalah salah satu kota dengan lalu lintas tersibuk pada hari kerja di dunia. Bagaimana Boyle bisa menghadirkan adegan London yang sunyi di pagi hari itu? Sang sineas ternyata bekerja sama dengan dewan kota dan polisi untuk mengosongkan jalan, meski hanya diizinkan dalam durasi yang singkat. Para kru hanya diberi jatah beberapa menit saja untuk mengosongkan jalan.
Namun, tentu usaha untuk mengosongkan jalanan kota London tidaklah mudah. Diungkap Boyle dalam sebuah wawancara, lalu lintas London sudah padat, bahkan ketika waktu masih menunjukkan pukul empat pagi. Oleh karenanya, usaha pengosongan jalan di sepanjang Piccadilly Circus, Jembatan Westminster, dan Docklands ini bukannya tanpa halangan.
Para penumpang commuter dan pengendara tidak sabar untuk segera lewat, sampai-sampai ada yang sampai mengumpat karenanya. Untuk meredam emosi para pengendara serta pejalan kaki, Boyle secara mengejutkan meminta beberapa wanita dengan penampilan menarik untuk mencegah para pengendara atau pejalan kaki melewati area syuting. Di matanya, para wanita ini punya kans lebih besar untuk mencegah warga memasuki area syuting.
Dalam jeda waktu yang singkat itu, Boyle dan kru meletakkan kurang lebih delapan kamera Canon XL1 MiniDV untuk mencakup sudut-sudut yang diinginkan. Ukuran kamera yang kecil membuat Boyle dan kru lebih mudah dalam merekam gambar yang diinginkan. "Dalam kondisi yang demikian, kami tidak akan mungkin merekam dengan menggunakan 35mm," ujar Boyle.
Sang sutradara dibantu dengan kru saling berkomunikasi dengan walkie talkie, sementara delapan orang di antaranya mengoperasikan kamera. Diungkapkan juga oleh Boyle, produser Andrew MacDonald sampai turun untuk mengoperasikan kamera.
"Kami harus bekerja dengan enam sudut yang berbeda sekaligus sembari kami berkejaran dengan waktu sebelum matahari terbit. Rasanya seperti di neraka," pungkasnya.
28 Days Later (2002) memang tidak selaris franchise film Resident Evil, tapi film garapan Danny Boyle ini diakui sebagai film cult yang wajib ditonton penyuka zombie movies. Penggambaran zombie yang agresif, gesit, dan buas sudah terlebih dulu diangkat di sini sebelum dipopulerkan kembali di World War Z (2013) oleh Brad Pitt. Pergerakan kamera yang sangat dinamis makin menguatkan keagresifan para zombie versi Boyle ini.
Adegan pembukanya juga menjadi kelebihan yang patut diapresiasi. Boyle bersama tim mampu menghadirkan kota London yang sepi dan terbengkalai di pagi hari bak kota mati. Seperti diketahui, London adalah salah satu kota dengan lalu lintas tersibuk pada hari kerja di dunia. Bagaimana Boyle bisa menghadirkan adegan London yang sunyi di pagi hari itu? Sang sineas ternyata bekerja sama dengan dewan kota dan polisi untuk mengosongkan jalan, meski hanya diizinkan dalam durasi yang singkat. Para kru hanya diberi jatah beberapa menit saja untuk mengosongkan jalan.
Namun, tentu usaha untuk mengosongkan jalanan kota London tidaklah mudah. Diungkap Boyle dalam sebuah wawancara, lalu lintas London sudah padat, bahkan ketika waktu masih menunjukkan pukul empat pagi. Oleh karenanya, usaha pengosongan jalan di sepanjang Piccadilly Circus, Jembatan Westminster, dan Docklands ini bukannya tanpa halangan.
Para penumpang commuter dan pengendara tidak sabar untuk segera lewat, sampai-sampai ada yang sampai mengumpat karenanya. Untuk meredam emosi para pengendara serta pejalan kaki, Boyle secara mengejutkan meminta beberapa wanita dengan penampilan menarik untuk mencegah para pengendara atau pejalan kaki melewati area syuting. Di matanya, para wanita ini punya kans lebih besar untuk mencegah warga memasuki area syuting.
Dalam jeda waktu yang singkat itu, Boyle dan kru meletakkan kurang lebih delapan kamera Canon XL1 MiniDV untuk mencakup sudut-sudut yang diinginkan. Ukuran kamera yang kecil membuat Boyle dan kru lebih mudah dalam merekam gambar yang diinginkan. "Dalam kondisi yang demikian, kami tidak akan mungkin merekam dengan menggunakan 35mm," ujar Boyle.
Sang sutradara dibantu dengan kru saling berkomunikasi dengan walkie talkie, sementara delapan orang di antaranya mengoperasikan kamera. Diungkapkan juga oleh Boyle, produser Andrew MacDonald sampai turun untuk mengoperasikan kamera.
"Kami harus bekerja dengan enam sudut yang berbeda sekaligus sembari kami berkejaran dengan waktu sebelum matahari terbit. Rasanya seperti di neraka," pungkasnya.

Quote:
4. Kill Bill Vol. 1 (2003)

Karya-karya Quentin Tarantino selalu mencuatkan dua kesan berikut: lugas dan keras. Untuk kesan yang kedua, begitu kentara dari adegan-adegan yang dimasukkannya ke dalam film. Ambil contoh adegan pertarungan antara The Bride (Uma Thurman) dan 88 prajurit O-Ren Ishii (Lucy Liu), yang karena saking brutalnya sampai harus ditampilkan dalam warna monokromatik.
Demi merancang adegan pertarungan yang disebut sebagai "The Bride VS Crazy 88's" ini, serta menampilkan Uma Thurman (dan stuntman penggantinya) menampilkan beragam jurus adu pedang dan juga gerakan akrobatik, Tarantino menggandeng penata laga-sutradara tersohor Yuen Wo Ping untuk mengonsep penempatan kamera. Dengan perencanaan yang pas, adegan pertarungan yang sejatinya terdiri dari beberapa kali take tersebut terlihat seperti satu adegan pertarungan yang panjang.

Dikutip Dsire Com bahwa Tarantino menggarap secara detail semua aspek yang diperlukan dalam adegan pertarungan tersebut. Sampai-sampai ia menyewa tim dari Jepang dan China termasuk para penerjemah demi kelancaran komunikasi. Ia ingin agar setiap kru, penata kamera, aktor, Yuen, dan tim penata kabel sling benar-benar satu visi dengannya dalam menggarap adegan tersebut. Butuh kurang lebih setahun baginya untuk merancang adegan satu ini. Sebelum melangsungkan pengambilan gambarnya, Tarantino meyakini bahwa adegan pertarungan dalam filmnya ini akan menjadi tolok ukur baru dalam perfilman.

Sang sutradara bahkan mencontohkan setiap detail gerakan dari setiap tokoh yang terlibat seharian penuh, dengan disaksikan para aktor dan kru. Dia tak segan melompat, berakrobat di atas kursi, sampai jatuh terjerembab saat mencontohkannya. Belum pernah ada sutradara yang setotal itu, menurut pengakuan para kru. Usaha keras Quentin Tarantino tak sia-sia, setiap dari kru yang bertugas tahu persis seperti apa detail adegannya.

Karya-karya Quentin Tarantino selalu mencuatkan dua kesan berikut: lugas dan keras. Untuk kesan yang kedua, begitu kentara dari adegan-adegan yang dimasukkannya ke dalam film. Ambil contoh adegan pertarungan antara The Bride (Uma Thurman) dan 88 prajurit O-Ren Ishii (Lucy Liu), yang karena saking brutalnya sampai harus ditampilkan dalam warna monokromatik.
Demi merancang adegan pertarungan yang disebut sebagai "The Bride VS Crazy 88's" ini, serta menampilkan Uma Thurman (dan stuntman penggantinya) menampilkan beragam jurus adu pedang dan juga gerakan akrobatik, Tarantino menggandeng penata laga-sutradara tersohor Yuen Wo Ping untuk mengonsep penempatan kamera. Dengan perencanaan yang pas, adegan pertarungan yang sejatinya terdiri dari beberapa kali take tersebut terlihat seperti satu adegan pertarungan yang panjang.

Dikutip Dsire Com bahwa Tarantino menggarap secara detail semua aspek yang diperlukan dalam adegan pertarungan tersebut. Sampai-sampai ia menyewa tim dari Jepang dan China termasuk para penerjemah demi kelancaran komunikasi. Ia ingin agar setiap kru, penata kamera, aktor, Yuen, dan tim penata kabel sling benar-benar satu visi dengannya dalam menggarap adegan tersebut. Butuh kurang lebih setahun baginya untuk merancang adegan satu ini. Sebelum melangsungkan pengambilan gambarnya, Tarantino meyakini bahwa adegan pertarungan dalam filmnya ini akan menjadi tolok ukur baru dalam perfilman.

Sang sutradara bahkan mencontohkan setiap detail gerakan dari setiap tokoh yang terlibat seharian penuh, dengan disaksikan para aktor dan kru. Dia tak segan melompat, berakrobat di atas kursi, sampai jatuh terjerembab saat mencontohkannya. Belum pernah ada sutradara yang setotal itu, menurut pengakuan para kru. Usaha keras Quentin Tarantino tak sia-sia, setiap dari kru yang bertugas tahu persis seperti apa detail adegannya.

Quote:
5. Mad Max: Fury Road (2015)

Tim produksi Mad Max: Fury Road harus melewati berbagai rintangan selama 12 tahun lamanya demi mendapatkan momen yang pas untuk melakukan pengambilan gambar. Tahun 2003, untuk pertama kalinya pengambilan gambar filmnya dilangsungkan di Namibia. Namun syuting itu dibatalkan karena masalah keamanan akibat Perang Irak.
Syuting pun digulirkan lagi pada tahun 2009 hingga 2010. Namun pada Juli 2010, lokasi syutingnya yang berada di Kawasan Broken Hill terus menerus diguyur hujan deras hingga membuat tanahnya lembab. Padahal kebutuhan artistik dari filmnya sendiri memerlukan setting berlatar cuaca panas dan berdebu seperti di tengah gurun. Disusul dengan penundaan berikutnya, syuting berjalan lancar pada Februari 2012.

Proses syuting film makin bertambah tingkat kesulitannya, sebab George Miller dan tim sepakat untuk meminimalisasi penggunaan Computer Generated Imagery (CGI) dalam filmnya. Hampir 80 persen lebih adegan action nan ekstrem yang ditayangkan di bioskop dilakukan secara sungguhan oleh para stuntman dan berbagai peralatan penunjang.

"Kami ingin membuatnya nyata. Nyata mobilnya, nyata lokasinya, nyata pergerakannnya, dan nyata pemainnya," ungkap Guy Norris, Koordinator Stuntman Mad Max: Fury Road dalam sebuah wawancara.
Jika dihitung, ada kurang lebih 300 adegan aksi dalam Mad Max Fury Road. Norris mendapat bantuan dari 150 stuntman untuk semua adegan tersebut, mulai dari adegan kejar-kejaran mobil penuh ledakan, hingga war boys yang melompat dari satu tiang setinggi 20 kaki ke tiang lain (polecat). "Aku tak pernah terpikir melihat (adegan) polecats itu secara sungguhan. Aku pikir itu akan dilakukan dengan CG. Itu terlihat terlalu berbahaya dan mengundang bencana," kata Miller.

Miller memikirkan setiap detail adegannya dengan seksama, sampai urusan desain mobilnya. Mad Max: Fury Road menampilkan 88 karakter mobil garang yang berbeda-beda. Tim produksi memodifikasi dan menduplikasinya hingga sejumlah 150 mobil. "Kami mengendarai setiap kendaraan gila yang dirancang oleh Collin Gibson. Semuanya orang yang mengendarainya benar-benar nyata. Kami juga telah menghancurkan banyak mobil," kenang Norris.
George Miller memang membutuhkan belasan tahun untuk merampungkan pengambilan gambarnya secara utuh. Akan tetapi, jeda waktu yang amat panjang ini membuatnya dan tim produksi merancang konsep pengambilan gambar yang memungkinkan sebuah adegan berbahaya dilakukan secara nyata tanpa CGI.
"Aku melihat ke atas pada suatu hari di gurun dan di situ lah mereka, delapan orang di atasku, dan aku berpikir, 'Oh, wow, mereka nyata.'

Tim produksi Mad Max: Fury Road harus melewati berbagai rintangan selama 12 tahun lamanya demi mendapatkan momen yang pas untuk melakukan pengambilan gambar. Tahun 2003, untuk pertama kalinya pengambilan gambar filmnya dilangsungkan di Namibia. Namun syuting itu dibatalkan karena masalah keamanan akibat Perang Irak.
Syuting pun digulirkan lagi pada tahun 2009 hingga 2010. Namun pada Juli 2010, lokasi syutingnya yang berada di Kawasan Broken Hill terus menerus diguyur hujan deras hingga membuat tanahnya lembab. Padahal kebutuhan artistik dari filmnya sendiri memerlukan setting berlatar cuaca panas dan berdebu seperti di tengah gurun. Disusul dengan penundaan berikutnya, syuting berjalan lancar pada Februari 2012.

Proses syuting film makin bertambah tingkat kesulitannya, sebab George Miller dan tim sepakat untuk meminimalisasi penggunaan Computer Generated Imagery (CGI) dalam filmnya. Hampir 80 persen lebih adegan action nan ekstrem yang ditayangkan di bioskop dilakukan secara sungguhan oleh para stuntman dan berbagai peralatan penunjang.

"Kami ingin membuatnya nyata. Nyata mobilnya, nyata lokasinya, nyata pergerakannnya, dan nyata pemainnya," ungkap Guy Norris, Koordinator Stuntman Mad Max: Fury Road dalam sebuah wawancara.
Jika dihitung, ada kurang lebih 300 adegan aksi dalam Mad Max Fury Road. Norris mendapat bantuan dari 150 stuntman untuk semua adegan tersebut, mulai dari adegan kejar-kejaran mobil penuh ledakan, hingga war boys yang melompat dari satu tiang setinggi 20 kaki ke tiang lain (polecat). "Aku tak pernah terpikir melihat (adegan) polecats itu secara sungguhan. Aku pikir itu akan dilakukan dengan CG. Itu terlihat terlalu berbahaya dan mengundang bencana," kata Miller.

Miller memikirkan setiap detail adegannya dengan seksama, sampai urusan desain mobilnya. Mad Max: Fury Road menampilkan 88 karakter mobil garang yang berbeda-beda. Tim produksi memodifikasi dan menduplikasinya hingga sejumlah 150 mobil. "Kami mengendarai setiap kendaraan gila yang dirancang oleh Collin Gibson. Semuanya orang yang mengendarainya benar-benar nyata. Kami juga telah menghancurkan banyak mobil," kenang Norris.
George Miller memang membutuhkan belasan tahun untuk merampungkan pengambilan gambarnya secara utuh. Akan tetapi, jeda waktu yang amat panjang ini membuatnya dan tim produksi merancang konsep pengambilan gambar yang memungkinkan sebuah adegan berbahaya dilakukan secara nyata tanpa CGI.
"Aku melihat ke atas pada suatu hari di gurun dan di situ lah mereka, delapan orang di atasku, dan aku berpikir, 'Oh, wow, mereka nyata.'

Quote:
6. Mission: Impossible - Ghost Protocol (2011)

André Nemec dan Josh Appelbaum, penulis skenario Mission: Impossible - Ghost Protocol (MI:GP), memiliki imajinasi ini: ada orang yang sukarela menyusuri dinding luar di lantai 123 gedung Burj Khalifa di Dubai. Pasalnya, orang tersebut harus bergelantungan dengan seutas kabel demi mencapai ruangan di sisi lain gedung. Namun, justru Tom Cruise yang mewujudkan imajinasi itu. Dibantu dengan sutradara Brad Bird dan kru, Cruise bersedia digantung di ketinggian 1.700 kaki.
Cruise, terlepas dari popularitasnya untuk selalu memastikan keselamatan dirinya, ternyata tertantang untuk melakukan aksi stunt satu ini. Selama menjalani pengambilan gambar delapan hari untuk adegan stunt itu, Cruise hanya bergantung pada kabel sebesar kawat piano saja. Berbeda dengan Cruise yang merasa tertantang, sang sutradara Brad Bird justru khawatir.
"Pada satu malam setelah syuting hari pertama, aku terhenyak di tempat tidur menyadari bahwa bintang film kami tergantung setinggi satu mil hanya dengan kawat kecil. Otakku rasanya mau berteriak, 'Apa yang sedang kami lakukan'," papar Brad Bird kepada News via email.

Meski sudah direncanakan secara matang, tetap saja proses pengambilan gambar di Burj Khalifa ini membuat Bird panas dingin. Maka, Gregg Smrz, koordinator stunt sekaligus orang yang dipercaya untuk memastikan keselamatan diri Tom Cruise, pun terlebih dulu melakukan persiapan demi syuting adegan tersebut.
"Kami terlebih dulu mengumpulkan data-data mengenai gedungnya dan membuat tiruannya untuk dipakai berlatih. Kami pun mengujinya di Los Angeles. Ternyata masih banyak masalah," ujarnya.
Gregg dengan timnya lalu menghabiskan waktu 200 jam untuk berlatih serta merancang seperti apa adegan yang akan dihadirkan dalam film. "Salah satu masalah yang harus kami pecahkan adalah membayangkan seperti apa jadinya bila adegan tersebut diambil gambarnya di ketinggian 1.700 kaki?" ujarnya.
Tepat sebulan sebelum pelaksanaan syuting di Burj Khalifa, Gregg dan tim telah membangun replika beberapa lantai dari Burj Khalifa dengan tingkat keakuratan tinggi. Data yang mereka gunakan berasal dari ratusan foto. Bahkan, kaca bangunan replika itu dipanaskan untuk menyamakan suhu udara di Uni Emirat Arab.
Dari banyak sesi latihan, akhirnya diperoleh sebuah rangkaian stunt yang memungkinkan Tom Cruise untuk melakukannya dengan aman dan lebih mudah. Termasuk di antaranya adalah ketika Cruise melepaskan pegangannya dan meluncur turun atau ketika ia berlarian di sisi gedung yang disebut Gregg sebagai “Australian Rappel”.

André Nemec dan Josh Appelbaum, penulis skenario Mission: Impossible - Ghost Protocol (MI:GP), memiliki imajinasi ini: ada orang yang sukarela menyusuri dinding luar di lantai 123 gedung Burj Khalifa di Dubai. Pasalnya, orang tersebut harus bergelantungan dengan seutas kabel demi mencapai ruangan di sisi lain gedung. Namun, justru Tom Cruise yang mewujudkan imajinasi itu. Dibantu dengan sutradara Brad Bird dan kru, Cruise bersedia digantung di ketinggian 1.700 kaki.
Cruise, terlepas dari popularitasnya untuk selalu memastikan keselamatan dirinya, ternyata tertantang untuk melakukan aksi stunt satu ini. Selama menjalani pengambilan gambar delapan hari untuk adegan stunt itu, Cruise hanya bergantung pada kabel sebesar kawat piano saja. Berbeda dengan Cruise yang merasa tertantang, sang sutradara Brad Bird justru khawatir.
"Pada satu malam setelah syuting hari pertama, aku terhenyak di tempat tidur menyadari bahwa bintang film kami tergantung setinggi satu mil hanya dengan kawat kecil. Otakku rasanya mau berteriak, 'Apa yang sedang kami lakukan'," papar Brad Bird kepada News via email.

Meski sudah direncanakan secara matang, tetap saja proses pengambilan gambar di Burj Khalifa ini membuat Bird panas dingin. Maka, Gregg Smrz, koordinator stunt sekaligus orang yang dipercaya untuk memastikan keselamatan diri Tom Cruise, pun terlebih dulu melakukan persiapan demi syuting adegan tersebut.
"Kami terlebih dulu mengumpulkan data-data mengenai gedungnya dan membuat tiruannya untuk dipakai berlatih. Kami pun mengujinya di Los Angeles. Ternyata masih banyak masalah," ujarnya.
Gregg dengan timnya lalu menghabiskan waktu 200 jam untuk berlatih serta merancang seperti apa adegan yang akan dihadirkan dalam film. "Salah satu masalah yang harus kami pecahkan adalah membayangkan seperti apa jadinya bila adegan tersebut diambil gambarnya di ketinggian 1.700 kaki?" ujarnya.
Tepat sebulan sebelum pelaksanaan syuting di Burj Khalifa, Gregg dan tim telah membangun replika beberapa lantai dari Burj Khalifa dengan tingkat keakuratan tinggi. Data yang mereka gunakan berasal dari ratusan foto. Bahkan, kaca bangunan replika itu dipanaskan untuk menyamakan suhu udara di Uni Emirat Arab.
Dari banyak sesi latihan, akhirnya diperoleh sebuah rangkaian stunt yang memungkinkan Tom Cruise untuk melakukannya dengan aman dan lebih mudah. Termasuk di antaranya adalah ketika Cruise melepaskan pegangannya dan meluncur turun atau ketika ia berlarian di sisi gedung yang disebut Gregg sebagai “Australian Rappel”.

Quote:
Beberapa foto dan video diambil dan diolah dari berbagai macam sumber di internet. Dan dipergunakan sebatas untuk informasi belaka.
Diubah oleh kandang.naga 21-12-2015 11:33
0
97.9K
Kutip
462
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan