Dukungan untuk JIS dari berbagai pihak - Kasus JIS gak seperti yang dibayangin lhoo
TS
dnugs
Dukungan untuk JIS dari berbagai pihak - Kasus JIS gak seperti yang dibayangin lhoo
Kasus JIS udah emang lama lewat, tapi kasus ini menarik dibahas daripada kita bahas kasus-kasus mainstream kaya kasus SN dan MKD.
Ane tadi browsing-browsing di internet berita-berita hukum terbaru. Ternyata ada ada berita tentang JIS yang narik perhatian ane. coba cek berita ini gan tentang
Spoiler for Eksaminasi kasus JIS:
Eksaminasi Kasus JIS: Kekerasan Seksual Anak Direkayasa?
Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan atas kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS) --sebelumnya Jakarta International School--, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Eksaminasi ini dilakukan sejak Juni 2015.
Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia mengatakan, kasus dugaan kekerasan seksual anak di JIS cenderung direkayasa. Bahkan proses peradilan terhadap para tersangka terkesan dipaksakan dan diwarnai penyiksaan oleh oknum penyidik.
"Berdasarkan temuan Kontras dan keterangan keluarga tersangka, para tersangka mengalami penyiksaan selama proses penyelidikan. Kalau kasus itu benar adanya, kenapa tersangka harus disiksa untuk mengakui perbuatan yang ditudingkan," ujar Putri di Warung Daun, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).
Putri juga menegaskan, hasil forensik dan keterangan sejumlah ahli di persidangan menunjukkan bahwa pada pokoknya tidak ada tindakan sodomi terhadap anak di JIS, sebagaimana dakwaan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Hasil visum yang membuktikan adanya kekerasan seksual anak pun diragukan dengan munculnya fakta-fakta baru. Tapi itu tidak pernah dipertimbangkan oleh jaksa maupun majelis hakim," tutur dia.
Lebih jauh, Kontras melihat adanya pelanggaran hak anak dalam kasus tersebut. Karena kasus itu cenderung dipaksakan untuk memenuhi tekanan publik atas substansi peristiwa pidana agar terlihat bahwa kekerasan seksual anak benar-benar terjadi di sekolah bertaraf internasional itu.
"Ditemukannya fakta-fakta adanya dugaan pelanggaran pada proses hukum ini, maka yang paling dirugikan adalah kepentingan hak anak," papar Putri.
Namun begitu, Putri menegaskan, hasil eksaminasi ini tidak bertujuan untuk mengintervensi proses hukum pada kasus JIS. Kajian itu semata-mata dilakukan sebagai upaya kontrol oleh publik terhadap kinerja aparat penegak hukum.
"Kami berharap hasil eksaminasi ini dapat menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Polri dalam melakukan koreksi kinerja aparatnya. Sehingga peristiwa salah tangkap maupun pemidanaan yang dipaksakan tidak pernah terjadi lagi," ungkap Putri.
Kajian ini dilakukan majelis eksaminator yang beranggotakan akademisi, aktivis, LSM, dokter forensik, hingga mantan jaksa. Kajian yang dilakukan sejak Juni 2015 itu menunjukkan, aparat penegak hukum telah gagal dalam mewujudkan keadilan dan perlindungan bagi anak serta memenuhi hak-hak tersangka.
Nah kalo agan-agan baca, keliatan kasus ini emang penuh rekayasa dan terkesan dipaksakan. ya bayangin aja orangtua pelapor terlalu memaksakan kasus dan juga anaknya
yang seperti menjadi mesin uang orangtuanya. Selain itu fakta-fakta juga tidak menunjukkan bahwa 2 guru JIS telah melakukan "perbuatan" itu. Hasil pemeriksaan dokter
tidak menunjukkan adanya bekas kekerasan. dan juga JIS telah diputuskan tidak bersalah dan 2 gurunya dibebaskan.
Nah ane mau bahas tentang berbagai dukungan nih yang selama ini datang buat JIS. Baru-baru ini dukungan datang dari berbagai ahli hukum dari Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) lewat eksaminasi (Baca berita di atas). Ya agan-agan pikirin aja, kalo
dukungan datang dari ahli-ahli hukum kaya begini, pasti pendapat mereka valid, karena didukung juga dengan fakta lapangan serta bukti-bukti yang valid.
Selain itu, dukungan juga datang dari pengusaha Sandiaga Uno.
Spoiler for Cek beritanya gan:
Sandiaga Uno Kaget Guru JIS Divonis Bersalah
TEMPO.CO, Jakarta - Orang Tua Siswa Jakarta International School, Sandiaga Uno, mengaku dirinya terkejut mendengar putusan hakim terhadap dua guru JIS Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong. Ia menilai putusan hakim banyak menyimpang dari fakta-fakta persidangan.
"Saya sangat sedih mendengar semua cerita ini. Sekali lagi kita harus kecewa dan semakin tidak percaya dengan penegakan hukum di negeri yang kita cintai," kata Sandiaga Uno, Orang Tua Siswa Jakarta International School, melalui rilisnya kepada media, Kamis, 2 April 2015.
Ia menilai kasus ini merupakan upaya penzaliman dan kriminalisasi tidak hanya kepada Neil dan Ferdinant, namun juga kepada profesi guru. Menurutnya kejadian ini dapat terjadi kepada siapapun, kapan saja jika tuduhan-tuduhan yang dilemparkan hanya berdasarkan cerita dan laporan yang tidak berdasar bukti yang tidak sahih.
"Saya berharap Neil dan Ferdinant akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilannya, karena saya yakin mereka orang baik dan tidak bersalah."
Istri Guru Jakarta International School, Sisca Tjiong, mengatakan dirinya merasa sedih dan amat sangat kecewa atas putusan yang ditetapkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap suaminya Ferdinant Tjiong guru di sekolah tersebut. Ia mengatakan dirinya akan mengajukan banding atas putusan yang ditetapkan kepada Ferdinant.
"Saya akan mencari keadilan," kata Sisca Tjiong, istri Ferdinant Tjiong, Guru Jakarta International School di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 April 2015. Menurutnya sejak awal persidangan ada ketidakwajaran ketika Hakim melarang pihak Jakarta International School berbicara kepada media mengenai perkembangan persidangan.
"Itu sudah benar-benar gak adil buat kita, bahwa tadi disebutkan katanya kita membeberkan informasi yang tidak benar ke media, itu bohong sekali," kata Sisca. Ia mengatakan segala informasi dan bukti-bukti yang disampaikan pihak kuasa hukum JIS kepada media, merupakan bukti sebenarnya. "Itu bukan bukti yang bohong," kata Sisca.
Ferdinant Tjiong, Guru Jakarta International School divonis bersalah atas tuduhan mencabuli tiga siswa TK Jakarta International School, yakni AK, AL, dan DA. Hakim menyatakan terdakwa memenuhi syarat secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk dan membiarkan adanya tindakan cabul.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Nur Aslam Bustaman, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Ferdinant dinyatakan bersalah dan dihukum berdasarkan tuntutan primer pasal 82 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Ferdinant ditetapkan hukuman pidana 10 tahun dengan denda Rp 100 juta, dan subsider kurungan 6 bulan.
Sandiaga Uno juga menyempatkan diri datang ke pengadilan untuk mendampingi 2 guru JIS yang sedang disidang. Nih gan live report dari salah satu orang tua murid JIS yang datang ke persidangan: klik gan
Menurutnya, kasus ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap JIS dan juga profesi guru. Ya kalo dipikirin lagi emang bener sih gan. Kasus ini sangat kental aroma kriminalisasinya. kasus ini juga dipaksain sama orang tua pelapor, yang terkesan mengincar JIS sebagai ladang uangnya. FYI, pada awalnya 2 guru JIS belum menjadi tersangka. Tapi melihat peluang 2 guru ini dijadikan tersangka, orang tua pelapor akhirnya menambahkan jumlah tuntutan dari 12.5 juta dollar menjadi 125 juta dolar!! Keliatan banget ada niatan memeras, padahal bukti-buktinya gak kuat.
Dukungan terhadap JIS juga datang dari Komnas HAM, yang emang ngeduga kasus ini penuh rekayasa.
Spoiler for Ini beritanya gan:
Komnas HAM Dukung Kompolnas Ungkap Rekayasa Kasus JIS
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung langkah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengungkap dugaan adanya rekayasa dalam kasus Jakarta International School (JIS).
Anggota Komnas HAM Nurcholis mengatakan, Kompolnas menjadi lembaga yang tepat untuk mengusut dugaan penyiksaan terhadap para pekerja kebersihan PT ISS. “Kompolnas harus bisa mengusut laporan itu karena bisa merekomendasikan untuk memberikan sanksi bila terjadi pelanggaran saat penyidikan,” katanya saat dihubungi, Kamis (5/2/2015).
Sebelumnya dalam pertemuan dengan keluarga terpidana pekerja kebersihan PT ISS, orangtua siswa JIS yang didampingi oleh Imparsial, Kompolnas menyatakan akan memanggil penyidik Polda Metro Jaya untuk mengungkap dugaan kekerasan dan penyiksaan dalam mengungkap kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) terhadap lima pekerja dari PT ISS Indonesia.
Dalam pertemuan itu Kompolnas diwakili oleh Andrianus Mailala dan Hamidah Abdurrahman. Pada pertemuan tersebut, keluarga menyerahkan beberapa foto para pekerja PT ISS Indonesia selama proses penyelidikan di Polda Metro Jaya dan foto salah satu pekerja kebersihan yang meninggal saat proses penyidikan tersebut.
"Dengan adanya pengaduan ini, kami menjanjikan dua minggu lagi kita akan mengadakan pertemuan dengan pihak penyidik kasus JIS di Polda Metro Jaya, pengacara terpidana, dan perwakilan keluarga untuk melakukan klarifikasi terhadap pengaduan keluarga pekerja kebersihan yang menduga telah terjadi penyiksaan oleh para penyidik," katanya, Rabu 4 Februari 2015.
Kompolnas langsung memutuskan untuk melakukan klarifikasi dua minggu berikutnya kepada pihak penyidik Polda Metro Jaya dengan laporan keluarga pekerja kebersihan PT Integrated Service Solution (ISS). Dengan bukti yang dibawa keluarga pekerja, pihak penyidik harus menjelaskan tuduhan tersebut saat mengungkap laporan TPW, orangtua yang mengaku anaknya menjadi korban pelecehan di JIS.
"Bila buktinya kuat dan terjadi pelanggaran yang dilakukan para penyidik, kami akan meminta internal Polda Metro Jaya untuk mengevaluasi tindakan tersebut. Di internal kepolisian ada lembaga untuk mengawasi kinerja seperti propam dan lain-lain. Kita bisa merekomendasikan pemberian sanksi," katanya.
Dengan demikian, pembuktian terhadap dugaan tersebut harus dipersiapkan dalam klarifikasi itu. Bukti tersebut bisa dalam keadaan sebelum menjalani penyelidikan hingga penyidikan dibandingkan setelah melewati proses itu. Jadi, pengaduan keluarga pekerja kebersihan PT ISS tidak sebatas lisan. Karena itu, kehadiran tim pengacara para pekerja sangat penting.
Hamidah Abdurrahman mengakui saat ini masih sering menerima pengaduan dugaan kekerasan pihak penyidik dalam mengungkapkan suatu kasus. Di berbagai daerah dan berbagai kasus masih sering ditemukan tindak kekerasan dan penyiksaan sehingga tersangka mengalami luka bahkan ada yang meninggal dunia.
"Untuk itu, keberadaan bukti-bukti sangat penting untuk mengklarifikasi pengaduan tersebut, karena kita akan usahakan dipertemukan langsung dengan para penyidik kasus JIS saat itu," tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut, aktivis Imparsial Ghufron Mabruri menjelaskan pihak keluarga pekerja kebersihan dari PT ISS Indonesia bukti-bukti berupa foto dan keterangan dari keluarga serta istri pekerja kebersihan yang diadili dalam kasus tuduhan pelecehan seksual terhadap anak TK di JIS.
"Kami juga mengharapkan supaya Kompolnas mengupayakan untuk melakukan investiasi dengan meninggalnya salah satu tersangka yaitu Saudara Azwar saat proses penyelidikan," katanya.
Sebab dari bukti yang ada, sebelum mengikuti proses penyelidikan di Polda Metro Jaya, Azwar masih segar bugar. Dia tubuhnya ramping dan sempat foto di dekat halikopter di depan Polda Metro Jaya. "Tetapi saat meninggal wajahnya bengkak, lebab dan penuh luka," katanya.
Para pekerja kebersihan PT ISS lainnya, lanjut Ghufron, mengalami penyiksaan seperti disundut rokok, jarinya dijepit kaki kursi, dipaksa minum sambal dua botol, muka ditendang, mata, mulut serta hidung diplester dan dilakban.
Para pekerja kebersihan yang mengalami penyiksaan itu adalah Virgiawan Amin, Agus Iskandar, Syahrial dan Zainal Abidin. Adapun Afrischa yang didampingi pengacara selama penyidikan lolos dari dugaan penganiayaan di Unit PPA Polda Metro Jaya tersebut.
Sementara Yayan, istri Syahrial, mengatakan saat menengok suaminya di Polda Metro Jaya sempat tidak mengenali wajah Syahrial. Sebab, wajahnya penuh luka dan lebam. Dia mengaku disiksa polisi demikian juga dengan teman-temannya.
"Saya kaget dan sedih sekali. Tetapi, suami saya meminta untuk sabar, kalau protes maka takut akan disiksa lagi. Jadi, kami mohon bantuannya apalagi untuk kasus yang suami saya tidak lakukan," jelasnya.
Kalo lihat berita ini, tidak hanya guru yang dijadikan tersangka, namun petugas kebersihan ISS yang bekerja di JIS juga menjadi tersangka jauh sebelum penetapan 2 guru JIS jadi tersangka. FYI, petugas kebersihan ini bukan karyawan JIS, namun dari outsourcing perusahaan ISS. Nah pernyataan itu juga bikin ane bingung gan jika dihubung-hubungkan dengan status JIS yang jadi phak yang salah. Logika aja gan, petugas kebersihan ini bukan karyawan JIS, tapi orang tua pelapor malah ngajuin tuntutan ke JIS, bukan ISS sebagai perusahaan penyedia jasa. Lebih mirisnya lagi, ternyata ada petugas kebersihan yang tewas saat pemeriksaan. Miris bagnet emang hukum kita.
Alhamdulillahnya, 2 guru JIS sekarang telah menghirup udara bebas dan diputuskan tidak bersalah oleh Pengadilan Tinggi DKI dan Pengadilan di Singapura (Sumber). Jika 2 guru JIS ini bebas, harusnya pengadilan juga membebaskan petugas kebersihan, karena dasar hukumnya sama gan. Semoga mereka cepat mendapat keadilan. Amin!