Preambule

Gunung Buthak merupakan salah satu gunung yang ingin saya tuju 2 tahun belakangan karena sebetulnya juga tidak terlalu jauh dari kampung halaman. Namun apadaya selama ini belum ada kesempatan yang pas kesana. Racun pertama adalah karena adanya catper dari Eyang Mbah Mubee kuncen Gunung Buthak yang pernah menulis tentang Jalur Kraton Gunung Kawi. Karena gunung ini cukup menarik dari sisi keindahan dan karena banyak obyek wisata religi (??) sehingga sepertinya layak sekali dalam benak saya untuk didaki



Gunung Buthak sendiri memiliki beberapa jalur yang saya peroleh informasinya dari wakamsi.
1. Jalur Sirah Kencong
2. Jalur Panderman (Batu)
3. Jalur Princi
4. Jalur Kraton Gunung Kawi
5. Jalur Precet

Untuk jalur yang saya pilih adalah jalur Panderman (Batu) dikarenakan akses transportasi yang relatif mudah dan turun di Kraton Gunung Kawi karena ingin melihat obyek wisata religi yang ada disana.

13 Oktober 2015
Perjalanan dimulai dari Jakarta dengan menaiki KA Brantas (Jakarta Pasar Senen-Kediri) yang berangkat sekitar pukul 16.00. Kereta Brantas rupanya kali itu penuh dengan penumpang meski bukan pendaki. Kereta sebelah (Matarmaja) dipenuhi dengan para pendaki yang sepertinya hendak liburan ke Gunung Semeru.



14 Oktober 2015
KA Brantas tiba di Stasiun Kediri sekitar pukul 06.30 dan karena kelaparan akhirnya saya pesan nasi rames didalam stasiun. Cukup kaget juga ternyata mahal . Satu bungkus nasi rames seharga 8 ribu rupiah dengan porsi yang kecil Sekitar pukul 07.00 saya jalan ke arah RS. Bhayangkara untuk mencari bus Puspa Indah jurusan Kediri-Malang. Saya manyun dipinggir jalan sekitar satu setengah jam sebelum akhirnya bus Puspa Indah muncul . Pukul 08.30 saya akhirnya naik bus Puspa Indah dan diberitahu oleh kernetnya bahwa kemungkinan jalur Pujon bakalan macet parah karena sehari sebelumnya dipakai untuk karnaval . Dengan adanya kondisi yang kurang bisa diprediksi ini akhirnya saya memutuskan sesampainya di Batu kalau sebelum pukul 12.00 dimungkinkan untuk naik Gunung Buthak dan bila selebihnya saya akan kemping ceria saja di Panderman. Rupanya perjalanan hari itu cukup lancar meski penumpang dibus ini cukup penuh .
Pukul 11.30 akhirnya sampai diperempatan (entah apa namanya) yang merupakan perempatan dengan Jalan Indragiri. Disini ada pos polisi untuk penanda. Karena perut kembali lapar, maka saya akhirnya memesan nasi soto ayam biar hati ini tenang . Setelah makan nasi soto saya sempatkan untuk membungkus nasi untuk bekal nanti malam sehingga saya tidak usah masak. Dari perempatan tadi saya naik ojek untuk sampai pos loket Gunung Panderman. Ongkos ojek untuk kesana adalah 25 ribu (dan tidak bisa ditawar ). Pukul 12.00 saya laporan dan membayar biaya tiket masuk sebesar 7 ribu dan mengisi buku tamu. Di pos ini juga ada peta jalur percabangan antara Gunung Panderman dan Gunung Buthak beserta kontak basecamp.



Pukul 12.15 saya mulai pendakian karena melihat cuaca yang diselimuti awan saya kuatir bahwa akan turun hujan dan kemalaman dijalur pendakian. Jalan dimulai dengan jalur berpaving. Terlihat beberapa simpangan tapi ikuti saja jalur dengan tanda plang kuning Gunung Buthak. Setelah jalur paving berakhir jalur mulai terlihat penuh debu karena musim kemarau berkepanjangan. Jalur setelah jalur paving ini didominasi dengan kebun warga yang ketika saya naik rupanya sedang tidak ditanami.



Sekitar setengah jam jalan saya bertemu dengan rombongan mahasiswa yang baru turun dari Gunung Buthak dan saya mendapati info bahwa yang turun masih banyak dan di Sendang ada air. Setelah melewati jalur ladang yang relatif landai namun berdebu akhirnya pada cabangan terakhir mulai masuk ke hutan belantara yang masih sama berdebunya karena tanahnya kering dan bekas diinjak sehingga menyebabkan tanah menjadi gembur. Ketika memasuki hutan ini jalur mulai menunjukkan taringnya, tanjakan dengan tanah labil yang sulit dipijak menjadi menu pemanasan. Tak lama ketika tanjakan itu habis jalur mulai melandai dan tidak terlalu labil tanahnya.



Ternyata jalur landai ini tak berlangsung lama, karena saya akan disuguhkan dengan tanjakan lain yang cukup menguras kampas dengkul dikarenakan tanah labil dan sangat berdebu. Beberapa tanjakan adalah tipe 3D (Dengkul-Dada-Dagu ).



Tak lama setelah melewati jalur ini maka jalur kembali melandai dengan latar belakang Gunung Panderman dari arah saya berjalan.



Sepanjang jalur ini saya tidak menemukan patok penanda pos yang biasanya saya temui digunung lain. Tak terasa setelah berjalan 2.5 jam (pukul 14.45) akhirnya saya sampai disimpangan Pos 5 (meski tidak ada tulisannya) dan disini saya bertemu dengan tim lain yang sedang makan nasi. Disini ada jalur cabangan ke kiri untuk ambil air. Sedangkan jalur pendakian adalah ke arah kanan. Setelah melewati Pos 5 ini vegetasi mayoritas jadi berupa hutan cemara. Namun saya mengendus bau asap yang tadinya saya kira ada yang membuat api unggun. Ternyata tak lama berselang muncullah suatu kenyataan ternyata hutan cemara ini bekas terbakar dan dibeberapa titik masih saya temui asap mengebul dan beberapa batang pohon masih membara. Awalnya saya kuatir akan jalur ini, tapi saya mencoba meneruskan perjalanan. Jalur naik beberapa jadi rusak karena tertimpa pohon dan tanah jadi sangat labil karena tanah bercampur dengan abu bekas kebakaran.



Ketika sampai didaerah bekas kebakaran ini nafas jadi terasa lebih sesak dan dibeberapa titik jalur hilang. Tapi kalau diamati dengan cermat maka akan terlihat jalur aslinya. Tanjakan yang tiada henti juga menjadi menu sebelum sampai dipuncak punggungan. Setelah tanjakan untuk sampai diketinggian 2600 MDPL selesai, kemudian jalur mulai melipir kearah kanan memutari Puncak Sukmo Ilang. Sekitar 10 menit kemudian saya sampai di savana (Sendang). Disini ada bak air yang dapat digunakan untuk air minum. Saya sampai di Sendang sekitar pukul 16.30.



Saya sempat berbincang dengan tim lain yang sedang istirahat dengan membuka tenda didekat bak air. Mereka memberi tahu bahwa ada dua jalur kepuncak, dari atas bak ada jalur ke kanan yang merupakan jalur pintas menuju puncak tapi jalurnya sangat terjal. Karena jam sudah menunjukkan pukul 16.30 dan setelah isi air yang cukup, saya akhirnya pamitan dan langsung gas untuk kearah puncak.



Setelah sekitar setengah jam jalan dijalur yang unyu ini akhirnya saya sampai dipuncak pukul 17.10. Sekitar 5 Jam dari pos awal pendakian



Rupanya dipuncak saya bertemu dengan satu tim wakamsi yang naik dari jalur Princi tapi mereka hendak pulang kerumah mereka lewat jalur Precet yang sama mengarah keselatan kearah jalur Kraton Gunung Kawi pula.

Sore itu tidak ada acara selain ngobrol ngalor-ngidul serta makan malam. Sekitar pukul 20.00 saya ngantuk dan akhirnya meniup sleeping pad lalu tidur.

15 Oktober 2015
Sekitar pukul 02.00 saya terbangun karena terasa dingin. Saya keluar tenda untuk melihat cuaca dan ternyata langit cerah dan kota Malang serta Blitar dengan kerlap-kerlip lampunya cukup memukau. Bintang dilangit juga terlihat jelas meski kamera handphone tidak mempu menangkap keindahan tersebut . Saya kembali kedalam tenda karena sudah merasa kedinginan, termometer kemudian saya cek dan ternyata temperatur menunjukkan 2 C



Kemudian saya coba tidur dengan melapisi kaki dengan celana WP dan tambahan layer. Sekitar pukul 04.00 terdengar sayup-sayup adanya tim yang bergerak naik untuk summit attack. Akhirnya saya juga terbangun lagi dan sekalian packing pelan-pelan peralatan didalam tenda sekaligus mengembalikan kesadaran biar 100%.



Sekitar pukul 06.30 saya mulai berberes semua peralatan sekaligus sarapan mie 2 bungkus. Lalu sekitar pukul 07.00 saya pamitan lalu beranjak turun. Saya turun lewat jalur lain yaitu dari puncak turun kearah selatan. Tapi saya salah ambil belokan (ada perempatan disadel) yang harusnya saya berjalan lurus tapi saya ambil ke kiri yang mengakibatkan ketemu jalur 4D lagi dan ternyata dibawah ketemu dengan cabangan yang sama dekat bak air

Lalu saya ambil jalur ke kanan melipir savana lalu agak turun sedikit sampai ketemu dengan mata air lain dengan batu disusun dan dengan isi bunga kanthil lagi Disini saya temukan jejak sepertinya pernah diziarahi orang dan nampak bekas api unggun dan bivak.



Jalur pendakian ada diatas batu susun tadi lalu mengarah kekiri melipir punggungan. Saya sempat agak kuatir karena jalurnya seperti jarang dilewati orang dan tanaman semak yang cukup rapat.


Tak lama saya menemukan batu susun lain, dan sepertinya disini tempat ziarah karena saya menemukan 3 sapu lidi dan kawasan sekitar situ juga cukup terawat. Disana juga ada bekas cerukan yang nampaknya pernah dipakai orang untuk nenda.



Tak lama kemudian saya melanjutkan perjalanan, jalur menuju arah kanan lalu turun kebawah. Nah disini saya mulai nyasar karena jalur putus karena terbakar. Saya mencoba mencari jalur sekitar 5-10 menit sampai akhirnya menemukan jalur kembali yang rupanya ada diatas kepala saya. Kemudian saya ikuti lagi dan tak lama kemudian jalur kembali hilang karena sebagian besar punggungan itu habis terbakar.


Bekas kebakaran

Saya orientasikan lagi dengan arah peta dan GPS untuk menuju sadel yang menurut kabar dari Mbah Mubee adalah savana. Menurut peta satelit yang saya punya arah tetap menuju keselatan. Setelah sampai disavana ini saya harus naik lagi tanjakan yang cukup menguras kampas lalu meilipir ke kiri lalu kekanan untuk sampai kesavana yang lain



Dari savana kedua ini lalu ambil jalur ke kiri dengan ada tanda plastik (atau kain) warna biru digantung dipohon. Naik sebentar lalu ke kanan. Disini vegetasi mulai berubah dari tanaman cemara jadi hutan lumut. Namun bekas kebakaran yang parah membuat jalur banyak yang putus dan bahkan hilang sama sekali. Setelah melewati hutan lumut lalu kembali terlihat hutan cemara, ambil jalur punggungan agak ke kanan lalu ikuti jalur meski banyak yang putus atau hilang lagi. Sampai ketemu sadel lalu naik keatas dan ketemu patok puncak Pitrang.



Setelah turunan Puncak Pitrang tadi jalur makin kian tidak jelas karena vegetasi berubah kembali antara campuran semak dan cemara. Saya coba terobos lorong yang ternyata membuat saya terjerembab dan saya temukan botol yang kemungkinan ditinggalkan pendaki/peziarah/tagana. Nah ini awal kesalahan saya, saya terlalu ambil jalur kekiri yang ternyata merupakan awal cabangan dari punggungan. Saya ikuti jalur tersebut namun hanya melihat tapak binatang. Saya agak kurang yakin dengan jalur ini karena tidak ada bekas bacokan atau bekas jalur yang nyata setelah saya telusuri. Akhirnya saya orientasi lagi dan rupanya jalur asli ada dipunggungan kanan. Karena saya malas naik lagi, akhirnya lembahan sedalam sekitar 20 meter saya turuni meski sangat terjal. Saya coba berhati-hati karena kalau sampai terkilir atau terjadi kecelakaan akan cukup sulit dievakuasi. Di lembahan itu rupanya hutan kembali lebat dan lembab. Lalu saya naik lagi ke punggungan meski sangat terjal dan tertutup banyak tanaman yang melintang. Akhirnya saya lega, jalur terlihat kembali yang artinya saya ada dijalan yang benar.

Tak berhenti lama, lalu saya lanjutkan perjalanan kebawah, jalur kebawah relatif mudah dikenali karena dihutan ini tidak terkena kebakaran. Saya agak bingung karena jalur ini nampaknya sudah lama tidak dilewati orang. Dedaunan yang jatuhpun juga sampai menutup jalur yang menyebabkan beberapa kali saya terpeleset. Perjalanan turun ini cukup membosankan tapi saya harus berjalan pelan agar tidak terkilir. Sekitar 2 jam kemudian saya menemukan bangunan dengan adanya patok batu terlilit kain putih yang sepertinya tempat ziarah.



Lalu dari situ jalan kebawah relatif lebih besar dan sekitar 10 menit kemudian saya sampai di Kraton. Kebetulan disana orang-orang Hindu sedang merayakan Kuningan (menurut info dari security pos Kraton).



Ketika sampai dibawah, saya ditanyai Mas Didik yang rupanya orang Perhutani yang menjaga jalur tersebut. Rupanya saya baru tahu kalau jalur Kraton ini ditutup karena jalur banyak yang rusak karena kebakaran yang terjadi beberapa bulan lalu. Entah mengapa dari jalur Panderman saya tidak diberi tahu kalau gunung ini terbakar dan patut saya sayangkan kalau gunung ini dibuka untuk pendakian karena membahayakan. Pelajaran buat saya, lain kali saya harus cek ricek ulang apakah jalur itu layak sehingga kejadian nyasar dijalur tidak saya alami lagi.

Yang unik adalah ketika saya diparkiran Kraton tersebut saya ditanyai oleh orang sekitar situ mimpi apakah saya semalam , naga-naganya mereka pingin nyari wangsit untuk togel yang kebetulan hari itu adalah kamis

Saya sampai di parkiran Kraton sekitar pukul 11.30 atau sekitar 4.5 jam dari awal turun gunung dari Puncak Buthak. Karena disini tidak ada sinyal handphone yang cukup bagus, saya kemudian tergesa-gesa makan siang rawon disalah satu warung lalu turun naik ojek arah Tulung Rejo dengan biaya 50 ribu untuk 28 km perjalanan yang memakan waktu sekitar 45 menit.



Sekitar pukul 13.00 saya sampai di jalan raya Malang-Blitar. Dan 30 menit kemudian saya kemudian naik bus arah Blitar