JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mulai menyelidiki kasus pencatutan nama petinggi negara terkait rekaman perpanjangan kontrak PT Freeport menuai kritikan tajam. Padahal, kasus ini sedang bergulir di ranah Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

Praktisi hukum Universitas Airlangga, Ahmad Mukhlis menilai, sikap Korps Adhyaksa terkesan berlebihan dan tebang pilih perkara.

"Ketika masih banyak kasus korupsi yang mangkrak, Kejaksaan sepertinya berupaya menjadikan momen kasus ini untuk perbaikan citra. Padahal masih banyak kasus yang lebih penting ketimbang kasus tersebut termasuk eksekusi perkara yang telah berketetapan hukum tetap dan piutang PNBP yang hingga kini tak tertagih," kata Mukhlis, Kamis (3/12/2015).

Menurutnya, jika Kejaksaan tidak ingin tebang pilih dalam penanganan kasus dugaan korupsi, seharusnya bisa juga memeriksa oknum jaksa yang disebut-sebut dalam persidangan dugaan suap kasus dana bansos Pemprov Sumatera Utara.

"Bagaimana dengan kesaksian terdakwa atau saksi kasus bansos yang mengutarakan bahwa sudah memberikan uang untuk oknum jaksa di Kejagung. Apakah Jampidsus melakukan perlakuan yang sama?," sindirnya.

Mukhlis menambahkan, sikap Polri maupun KPK yang justru lebih menunggu putusan MKD adalah tepat, demi mengumpulkan bukti-bukti yang lebih valid.

"Masyarakat pastinya lebih senang jika benar kasus ini mengarah ke penyalahgunaan wewenang atau tindak pidana korupsi tersebut ditangani KPK," sebutnya.

Sebagai penegak hukum, kata dia, Kejaksaan harusnya menunggu MKD mengeluarkan putusan.

"Penegak hukum bisa membuka penyelidikan baru sesuai laporan maupun referensi lainnya. Karena jika menunggu hasil MKD, justru penegak hukum akan lebih diuntungkan dalam mengusut dugaan terjadinya pemufakatan korupsi," tukasnya. (put)