Quote:
Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Agus Supriatna menilai pembelian helikopter AW-101 buat blusukan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dipolitisasi pihak tertentu. Ini menyebabkan masyarakat tidak percaya kepada TNI AU sebagai pengguna alutsista.
"Saya bingung ini dipolitisir, kalau tidak percaya sama user (TNI AU). Saya 32 tahun loh sebagai pengguna. Kita harus kaji sesuai peningkatan profesionalisme saya ingin adik-adik saya bisa menggunakan teknologi baru, karena saya merasakan sendiri," kata Agus di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (26/11).
Agus membantah sengaja membuat kisruh di tengah masyarakat tentang pembelian helikopter AW-101. "Sebetulnya, yang buat kisruh itu siapa, ini orang buat kisruh pasti punya kepentingan," ujar dia.
Pengadaan alutsista udara tidak bisa dilakukan sembarangan. Misalnya, kata Agus, pengadaan hibah pesawat tempur F-16, TNI AU menerima pesawat buatan Amerika Serikat (AS) ini selama tiga tahap. Tahap pertama, prajurit matra udara ini menerima lima unit dan rusak satu. Begitupun pada penerimaan tahap kedua.
"Saya buka saja sama kalian ini. Kita ingin punya pesawat banyak, tidak apa-apa dikatakan hibah, lima pesawat pertama datang, kecelakaan satu, yang kedua juga ada insiden, jadi kita pakai delapan. Tahap ketiga harusnya sudah berangkat Agustus-September tapi tidak ada mesin. Lebih baik mundur kita," sambungnya.
Kendati demikian, TNI memastikan pembelian alutsista baru dan lengkap guna menciptakan profesionalisme prajurit.
Tuding ada Politisasi dalam pembelian Helicopter untuk Jokowi ? Jelas saja ada politisasi didalam itu pak. Orang anda juga mendukung pembelian Heli itu. Dari Italia AW 101. Anda sebagai pengguna kan? belum tahu bagaimana produsen membuatnya? dan itu bodohnya TNI AU. Coba cek EC-225 Buatan Anak bangsa itu.
Quote:
Tubagus Hasanuddin yang merupakan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik rencana pembelian helikopter kepresidenan dikarenakan TNI Angkatan Udara berniat membeli produk impor luar negeri.
Ia beranggapan PT Dirgantara Indonesia mampu membuat helikopter yang memiliki spesifikasi tak kalah hebatnya dari helikopter yang akan dibeli pemerintah, AgustaWestland AW101, dari Italia.
Anggota Komisi I DPR itu mengungkapkan, helikopter jenis Super Puma yang digunakan oleh presiden selama ini dibuat tahun 2000 dan dipakai sejak tahun 2002. Berarti heli tersebut sudah dipakai selama 13 tahun.
“Menurut saya, demi keamanan sudah selayaknya diganti. Untuk anggaran tahun 2016 yang akan datang, Setneg setelah mendapat saran dari TNI AU, merencanakan membeli heli pengganti yang ada, dengan jenis AW 101 Agusta buatan Italia,” kata Hasanuddin seperti dilansir Kompas.
Helikopter yang dimaksud, menurutnya, memang cukup canggih dengan interior yang mewah dan ruang yang lebar sehingga cukup nyaman dipakai oleh VVIP.
“Tapi harganya menurut informasi sekitar 55 juta dollar AS. Cukup mahal bila dibandingkan dengan jenis Super Puma produk PT Dirgantara Indonesia, kebanggaan anak bangsa yang harganya hanya 35 juta dollar AS,” ujarnya.
Menurutnya, jika Super Puma mau dilengkapi seperti AW 101 Agusta, sesungguhnya tinggal menambah saja komponen forward looking infra red (FLIR) dan chaff and flare dispencer (proteksi/antipeluru kendali).
Kemudian, infrared jammer dan laser warning. Semua alat ini diperkirakan memakan biaya 5 juta dollar AS.
“Sehingga, harga satu unit Super Puma maksimal sekitar 40 juta dollar AS. Dengan membeli produk dalam negeri, maka negara untung sebesar 30 persen dari harga dasar setidaknya dalam bentuk material dari dalam negeri,” lanjutnya.
“Serta mampu mempekerjakan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang,” tambahnya.
Layanan purnajual seperti perawatan dan pengadaan suku cadangnya pun, kata Hasanuddin lagi, akan lebih murah dan terjamin.
Sementara untuk suku cadang, Agusta diyakini akan lebih mahal dalam status impor dan tidak ada jaminan tidak terkena embargo.
“Menurut hemat saya, sudah saatnya mengganti helikopter kepresidenan, tapi akan lebih bijak bila menggunakan produk dalam negeri saja dan sesuai dengan amanah UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, Pasal 43, ‘Tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri selama negara sudah mampu memproduksinya’,” Hasanuddin mengingatkan.
Kalau bangga dengan Indonesia, pemerintah disarankan membeli Super Puma jenis EC 225 yang lebih besar dan bisa dimodifikasi untuk menjadi VVIP Kepresidenan.
“Saat ini sudah 32 kepala negara dan kerajaan di dunia sudah menggunakan EC-225. Sedangkan AW-101 hanya digunakan oleh 4 kepala negara saja. Bangsa asing saja bangga. Mengapa kita tidak bangga dengan produk anak bangsa sendiri?” ujarnya.
Sudah jelas bukan, Heli buatan Indonesia sendiri lebih murah dan bisa menghemat hingga 30% uang negara yang bisa di alokasikan untuk bidang lainnya. Jika dilihat tinggal menambahkan beberapa fitur yang ada di AW 101 untuk di EC-225 sudah menjadikan EC-225 Setara dengan AW 101. dan dapat dibuktikan Heli EC-225 sudah digunakan oleh 32 Kepala Negara sedangkan AW 101 digunakan oleh 4 Kepala Negara. Jadi Indonesia seharus berbangga mempunyai PT DI dan EC-225 yang lebih harum di luar negeri daripada di Negeri sendiri. Sekarang yang politisasi siapa ? TNI AU apa Masyarakat, Cobalah diperhatikan lebih detail. EC-225 lebih baik dan lebih murah serta buatan dalam negeri. Tidakkah kalian ingin mengharumkan nama Indonesia dengan Alutsita militer yang dibuat oleh Indonesia sendiri?
TRANSPARAN.IN