

TS
dewisadiah02
Strange
By : Dewi Sa'diah
"Gue ngga nyangka, hiks ... dia ... dia sejahat ini sama gue."
Rara menghela napasnya berat. Mulutnya masih bungkam, pikirannya sibuk mencari kalimat penghibur untuk sahabatnya yang sedang menangis sesenggukan di rumahnya. Yang masih Rara lakukan hanyalah mengelus lembut punggung temannya.
"Bayangin Ra. Gue sama dia udah jadian sembilan bulan! Tapi dia malah milih cewek itu! Padahal bentar lagi gua berojol!" ceracau sahabatnya Rara. Ia membersihkan sisa air mata yang menempel di pipinya. Namun percuma saja, karena air matanya masih terus mengalir.
"Udahlah, masih banyak cowok laen di dunia ini," kata Rara akhirnya. Ia meringis, merasa sesak dalam dadanya. Ada perasaan tak suka dalam kalimat yang ia lontarkan. Terselip perasaan cemburu dalam hatinya.
"Tapi gue sayang banget sama dia, Ra. Gue ngerasa separuh jiwa gue pergi sama dia ..." lirih sahabatnya.
'Brengsek!' umpat Rara. Kini, selain dadanya yang terasa sesak, air matanya pun memberontak. Berlomba-lomba untuk keluar lebih dulu dari rongga matanya.
"Ra, lo nangis?" Rara terhenyak. Tanpa sadar, air matanya sudah mengalir. Dengan cepat ia menghapus buliran air matanya. "Ra, lo kenapa?"
'Gue cemburu, bego! Sakit ati gue, sakit!' teriak Rara dalam hatinya. Hanya dalam hati, karena ia tak berani untuk merealisasikan kekesalannya.
"Enggak, gue cum kebawa suasana sama.lo. Lo yang sabar ya." Rara tersenyum pada sahabatnya.
Bruk.
Suara itu terdengar begitu kentara ketika tiba-tiba sahabatnya memeluknya tiba-tiba. Memeluk tubuh mungil Rara dengan erat. Rara mematung. Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dinginnya mulai menampakkan diri.
"Lo emang sahabat terbaik gue, Ra," kata sahabatnya, "Lo ngga mempermasalahin kekurangan gue."
Rara hanya mampu mengangguk. Entahlah, suaranya menghilang begitu sahabatnya memeluknya.
Pelukan mereka terlepas. Sahabatnya menatap Rara penuh sayang, sedangkan Rara tersenyum tipis. "Semua orang kan punya kekurangan," balas Rara.
"Tapi ... gue kan abnormal." Sahabat Rara itu menunduk.
"Ngga boleh ngomong gitu, Ndre. Ini kan bukan kemauan lo buat jadi seorang ... gay." Tepat di kalimat terakhir, Rara merasa dirinya yang hancur. Hancur karena mencintai seorang lelaki yang mencintai lelaki.
"Makasih, Ra," kata Andre sambil tersenyum, " gue balik dulu ya, takut bokap nyariin perawannya yang ilang," lanjutnya sambil cengengesan.
"Alah, kayak lo masih perawan aje," cetus Rara sambil tertawa hambar.
"Ngga usah bongkar aib ngapa," balas Andre. Lalu ia mengecup kening Rara sebelum benar-benar pergi dari rumah Rara.
Kini tinggal Rara sendiri, bersama perasaannya. Perasaan cinta yang dengan tololnya tumbuh untuk Andre. Lelaki yang tidak mungkin membalas cintanya. Lelaki yang mencintai sejenisnya.
"Mungkin bukan lo doang yang abnormal, Ndre. Tapi gue juga."
End.
"Gue ngga nyangka, hiks ... dia ... dia sejahat ini sama gue."
Rara menghela napasnya berat. Mulutnya masih bungkam, pikirannya sibuk mencari kalimat penghibur untuk sahabatnya yang sedang menangis sesenggukan di rumahnya. Yang masih Rara lakukan hanyalah mengelus lembut punggung temannya.
"Bayangin Ra. Gue sama dia udah jadian sembilan bulan! Tapi dia malah milih cewek itu! Padahal bentar lagi gua berojol!" ceracau sahabatnya Rara. Ia membersihkan sisa air mata yang menempel di pipinya. Namun percuma saja, karena air matanya masih terus mengalir.
"Udahlah, masih banyak cowok laen di dunia ini," kata Rara akhirnya. Ia meringis, merasa sesak dalam dadanya. Ada perasaan tak suka dalam kalimat yang ia lontarkan. Terselip perasaan cemburu dalam hatinya.
"Tapi gue sayang banget sama dia, Ra. Gue ngerasa separuh jiwa gue pergi sama dia ..." lirih sahabatnya.
'Brengsek!' umpat Rara. Kini, selain dadanya yang terasa sesak, air matanya pun memberontak. Berlomba-lomba untuk keluar lebih dulu dari rongga matanya.
"Ra, lo nangis?" Rara terhenyak. Tanpa sadar, air matanya sudah mengalir. Dengan cepat ia menghapus buliran air matanya. "Ra, lo kenapa?"
'Gue cemburu, bego! Sakit ati gue, sakit!' teriak Rara dalam hatinya. Hanya dalam hati, karena ia tak berani untuk merealisasikan kekesalannya.
"Enggak, gue cum kebawa suasana sama.lo. Lo yang sabar ya." Rara tersenyum pada sahabatnya.
Bruk.
Suara itu terdengar begitu kentara ketika tiba-tiba sahabatnya memeluknya tiba-tiba. Memeluk tubuh mungil Rara dengan erat. Rara mematung. Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dinginnya mulai menampakkan diri.
"Lo emang sahabat terbaik gue, Ra," kata sahabatnya, "Lo ngga mempermasalahin kekurangan gue."
Rara hanya mampu mengangguk. Entahlah, suaranya menghilang begitu sahabatnya memeluknya.
Pelukan mereka terlepas. Sahabatnya menatap Rara penuh sayang, sedangkan Rara tersenyum tipis. "Semua orang kan punya kekurangan," balas Rara.
"Tapi ... gue kan abnormal." Sahabat Rara itu menunduk.
"Ngga boleh ngomong gitu, Ndre. Ini kan bukan kemauan lo buat jadi seorang ... gay." Tepat di kalimat terakhir, Rara merasa dirinya yang hancur. Hancur karena mencintai seorang lelaki yang mencintai lelaki.
"Makasih, Ra," kata Andre sambil tersenyum, " gue balik dulu ya, takut bokap nyariin perawannya yang ilang," lanjutnya sambil cengengesan.
"Alah, kayak lo masih perawan aje," cetus Rara sambil tertawa hambar.
"Ngga usah bongkar aib ngapa," balas Andre. Lalu ia mengecup kening Rara sebelum benar-benar pergi dari rumah Rara.
Kini tinggal Rara sendiri, bersama perasaannya. Perasaan cinta yang dengan tololnya tumbuh untuk Andre. Lelaki yang tidak mungkin membalas cintanya. Lelaki yang mencintai sejenisnya.
"Mungkin bukan lo doang yang abnormal, Ndre. Tapi gue juga."
End.




someshitness dan tata604 memberi reputasi
2
1.9K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan