- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tak Punya Biaya Evakuasi, Dokter Muda Ini Meninggal Dunia karena Sakit Saat Tugas
TS
recerezs
Tak Punya Biaya Evakuasi, Dokter Muda Ini Meninggal Dunia karena Sakit Saat Tugas
Quote:
Dionisius Giri Samudra, dokter yang sedang mengikuti program internship di Rumah Sakit Cenderawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, dikabarkan meninggal dunia, Rabu (11/11/2015) sekitar pukul 18.00 WIT.
“Selamat jalan Dr. Dionisius Giri Samudra. Satu lagi dokter meninggal di tempat tugas,” demikian ditulis dokter Bambang Budiono, dokter pada Rumah Sakit Awal Bros, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, melalui akunnya pada Facebook, Rabu hari ini pukul 18.25 Wita.
Sebelum dikabarkan meninggal, dokter muda asal Makassar itu menderita demam ditambah penurunan kesadaran dan trombositnya mencapai 50 ribu.
Dia tak dapat ditangani dokter di tempat kerjanya sebab fasilitas sangat terbatas sehingga harus dirujuk, setidaknya ke rumah sakit di Makassar, daerah asalnya.
Sejumlah rekannya sesama dokter pun berusaha mencarikan solusi agar cepat dirujuk, namun sulitnya alat transportasi menjadi kendala.
Bayangkan, perjalanan dari Dobo, Ibu Kota Kabupaten Aru ke Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku, jika menggunakan pesawat udara membutuhkan waktu hingga 3,5 jam.
Jadwal Penerbangan Tak Menentu
Dionisius Giri Samudra, dokter yang sedang mengikuti program internship di Rumah Sakit Cenderawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, dikabarkan meninggal dunia, Rabu (11/11/2015) sekitar pukul 18.00 WIT.
“Selamat jalan Dr. Dionisius Giri Samudra. Satu lagi dokter meninggal di tempat tugas,” demikian ditulis dokter Bambang Budiono, dokter pada Rumah Sakit Awal Bros, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, melalui akunnya pada Facebook, Rabu hari ini pukul 18.25 Wita.
Sebelum dikabarkan meninggal, dokter muda asal Makassar itu menderita demam ditambah penurunan kesadaran dan trombositnya mencapai 50 ribu.
Dia tak dapat ditangani dokter di tempat kerjanya sebab fasilitas sangat terbatas sehingga harus dirujuk, setidaknya ke rumah sakit di Makassar, daerah asalnya.
Sejumlah rekannya sesama dokter pun berusaha mencarikan solusi agar cepat dirujuk, namun sulitnya alat transportasi menjadi kendala.
Bayangkan, perjalanan dari Dobo, Ibu Kota Kabupaten Aru ke Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku, jika menggunakan pesawat udara membutuhkan waktu hingga 3,5 jam.
Almnus Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar tersebut meninggal dalam tugasnya pada usia 26 tahun akibat terserang malaria.
"Beliau menderita malaria berulang dan terlambat dievakuasi dari Puskesmas tempat dinasnya beberapa hari karena kendala cuaca sehingga kondisi semakin memburuk saat sampai RS Abepura Jayapura dan saat beliau akan dievakuasi ke Makasar nyawanya tidak tertolong." Demikian ditulis dokter Ari F Syam, Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo, melalui Kompasiana.com.
Kabar meninggalnya Dhanny beredar luas di kalangan dokter melalui Facebook. Mereka merasa kehilangan alumnus FK Unhas angkatan 2006 ini.
Merasa Terhormat Mengabdi
Dhanny mulai mengabdi di Bumi Cenderawasih, September 2013 atau 20 bulan lalu, pada usia 25 tahun. Dua tahun setelah disumpah menjadi dokter.
Mantan pegiat Tim Bantuan Medis Calcaneus FK Unhas dan Persekutuan Mahasiswa Kristen ini memilih pedalaman Papua karena merasa terpanggil untuk melayani masyarakat yang sulit mengakses layanan kesehatan.
Juga untuk membuktikan sumpahnya dalam mengadi untuk masyarakat.
“Adalah kegembiraan dan kehormatan bagi saya bila dapat membantu dan melayani masyarakat di daerah terpencil,”katanya semasa hidup sebagaimana ditulis Irfan, pegawai Dinas Kesehatan Luwu Timur, Sulawesi Selatan, melalui Facebook, Kamis (14/5/2015).
Menurut sejumlah dokter melalui Facebook, termasuk dokter Bambang Budiono, Chief Heart and Vascular Center, Awal Bros Hospital, Makassar, Sulawesi Selatan, semangat untuk ikhlas mengabdi yang dimiliki dokter Dhanny harus ditiru sebayanya.
Anak muda sekarang cenderung memilih pada zona nyaman. Bandingkan dengan almarhum Dhanny memilih zona tidak nyaman.
"Keputusannya berangkat ke pelosok Papua bagi sebagian orang adalah pengorbanan. Mengorbankan waktu bersama teman-teman mudanya. Umurnya 25 tahun waktu itu. Usia yang menggelora. Melewatkan waktu berkumpul dan bercengkrama di café setelah menonton film dibioskop. Atau karaoke bersama di rumah bernyanyi setelah lelah bermain futsal bersama kawan-kawan. Tapi tidak bagi Dhanny. Kegembiraannya adalah mengabdi, kehormatannya adalah melayani (…and i still remember u told me bout how happy n honored you are to serve people in remote area…_ini yang ditulis oleh sahabatnya Dwie Jusuf _)," tulis Irfan.
Rencana Menikah
Pada tahun 2014 lalu, sebagaimana ditulis Irfan melalui Facebook, Dhanny pernah menyampaikan rencanya menikah.
Setahun kemudian, rencananya pun akhirnya batal. Tuhan lebih dulu memanggilnya.
“Selamat jalan, kawan… Kami tak menunggu undangan pernikahan itu lagi… Tuhan memanggilmu…Berbahagialah di sana….Tuhan telah menyediakan pelaminan. Tunggulah dia di alam sana.” Demikian ditulis lagi Irfan.
Dikutip dari : Sumber
Opini:
Saya sangatlah berduka membaca berita ini. Seorang mahasiswa, anak muda, berbakti untuk negara, untuk kesehatan rakyat terpencil, yang tabah menjalani program internship agar menyelesaikan pendidikan kedokteran yang panjang, birokratis, mahal, dan melelahkan. Dengan berbekal uang 2.5 juta sebulan dia berbakti di Prov. Maluku dan kini dia telah tiada.
Semua sibuk bahas tentang gratifikasi dokter. Giliran berita duka seperti ini tidak ter-ekpose, padahal ini sudah ke 3 kali nya Dokter Muda di Indonesia Meninggal dunia.
Masihkah kalian tega membully dokter di indonesia?
fyi : saya bukanlah dokter atau kolega dari almarhum. saya cuma seorang warga indonesia yang peduli.
Semoga dengan adanya kejadian ini bisa membuka mata semua orang di Indonesia. Mohon maaf apabila ada salah kata dalam opini saya.
Spoiler for Berita Serupa:
Mengenang dr Dionisius Giri Samudra
Ternyata Dokter Muda Hanya Digaji Rp 2,5 Juta
Kalangan dokter di Indonesia sedang berduka saat memperingati Hari Kesehatan Nasional, Kamis (12/11/2015), hari ini.
Dokter muda, Dionisius Giri Samudra meninggal dunia karena sakit demam ditambah penurunan kesadaran.
Dia meninggal di RS Cenderawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, tempatnya menjalani program internship, Rabu (12/11/2015), sekitar pukul 18.00 WIT.
Mengetahui dokter Andra, sapaan Dionisius meninggal, kalangan dokter pun menebar ucapan selamat berduka pada Hari Kesehatan.
Berikut isi ucapannya:
Selamat Berduka di Hari Kesehatan Nasional
Satu orang Dokter Muda telah gugur di medan pengabdian saat menjalani internship di Kepulauan Aru, Maluku. Seorang muda, yang berbakti untuk negara, untuk kesehatan rakyat semesta
Seorang Dokter Muda, seorang dari ribuan Dokter Muda lainnya yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, yang menjalani kewajiban internship setelah 6 tahun pendidikan FK, setelah 6-12 bulan menunggu untuk menjalani kewajiban itu. Dan di belakangnya telah menunggu antri ribuan lainnya...
Internship telah menjadi cara baru "memPTTkan" dokter muda, cara baru rekrutment oleh negara untuk mempekerjakan dokter muda di seluruh pelosok negeri. Dengan daftar tunggu yang panjang, dengan lahan rumah sakit terbatas, ditentukan, dan disebar hingga pelosok terpencil di Maluku atau Papua, dengan hanya dibayar negara Rp 2,5 juta per bulan, maka apakah bahasa yg lain yang lebih tepat dari menyebutnya PTT jilid kedua? Bahkan lebih murah dari PTT jilid pertama, karena tanpa perlu menyediakan rumah dinas, transportasi, jaminan kesehatan, apalagi asuransi nyawa?
Pengertian asli internship sendiri adalah "hubungan kerja di mana siswa disewa untuk periode singkat guna menjalankan tanggungjawab profesional oleh suatu institusi." Semoga tidak disebut sewa kerja sosial.
Dan kalau menyebut internship adalah proses pendidikan, tapi kenapa mereka tidak ditempatkan di rumah sakit pendidikan atau jejaringnya? Kenapa hampir semua dibiarkan bekerja tanpa ada proses pembelajaran?
Dan kalau itu PTT jilid kedua, apa hak negara mempekerjakan mereka? Adakah negara nyata hadir selama proses mendidik mereka? Bukankah mereka mengeluarkan uang sekolah yang sangat mahal dari kocek sendiri? Ini bukan negara Kuba, di mana pendidikan kedokteran gratis lalu negara memiliki dan mempekerjakan seumur hidup!
Inilah saatnya merenung dengan khidmat , melakukan evaluasi ulang terhadap program internship dan pendidikan kedokteran yang panjang , melelahkan, birokratis , eksploitatif, dan sangat mahal.
Selamat hari kesehatan nasional, selamat berduka...
Kamis siang, jenazah dokter Andra dibawa dari Dobo ke Tual, Maluku Tenggara, menggunakan kapal laut.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Polres Kepulauan Aru AKBP Harold Huwae mengatakan, evakuasi korban membutuhkan waktu tempuh mencapai 12 jam.
“Jenazah dibawa dengan kapal feri. Perjalanan dari Dobo ke Maluku Tenggara itu 12 jam perjalanan,” kata Harold.
Jika benar perjalanan yang ditempuh membutuhkan waktu 12 jam perjalanan laut, maka jenazah korban baru akan tiba di Maluku Tenggara sekitar pukul 23.00 WIT.
Selanjutnya, dari Bandara Dumatubun Langgur, Tual, jenazah akan diterbangkan ke Ambon, Maluku, menggunakan pesawat carter.
Selanjutnya diterbangkan lagi dari Bandara Pattimura, Ambon ke Jakarta.
Rencananya, jenazah akan disemayamkan di rumah orangtuanya, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Dikutip dari : SUMBER
Diubah oleh recerezs 13-11-2015 03:15
0
2.4K
Kutip
12
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan