Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ansarsafetyAvatar border
TS
ansarsafety
Kambing Kumpul Kambing, Garong & Garong, Mafia & Mafia. Bukan Begitu, Pak Prabowo?

UPAYA Sudirman Said, Menteri ESDM, "menjerat" pihak-pihak yang ia sinyalir ingin mencari keuntungan dari tarik-ulur terkait diperpanjang atau tidaknya kontrak PT Freeport oleh Pemerintah Republik Indonesia, berbuntut panjang dan melebar kemana-mana.

DPR RI gonjang-ganjing dan terbelah jadi tiga kubu. Kubu pertama, pembela Setya Novanto, Ketua DPR RI yang diduga merupakan satu dari tiga orang yang terlibat dalam percakapan rahasia yang direkam (ditengarai dilakukan oleh salah seorang petinggi Freeport bekerjasama dengan Sudirman Said).

Kubu kedua, penentang Setya Novanto. Kubu ini secara lantang meminta Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Bahkan ada yang mendesak agar keanggotaannya di parlemen dicopot. PDI Perjuangan, PKB, Hanura, dan Nasdem, lewat politisi-politisinya di gedung parlemen Senayan, telah mengajukan mosi tak percaya.

Kubu ketiga, adalah kubu yang tak jelas keberpihakannya. Namun tidak bisa dibilang netral. Sebab dalam praktiknya, alih-alih tak ikut nimbrung sama sekali, (paling tidak sampai sejauh ini) mereka cenderung lebih kepada sikap pucuk eru. Ke mana arah tiupan angin ke sana mereka condong.

Pemerintah juga terbelah tiga. Ada kubu Jokowi, kubu Jusuf Kalla, dan kubu Luhut Panjaitan. Kubu Jokowi, jelas, sejak awal menyuarakan penentangan rencana perpanjangan kontrak Freeport. Perkara ini cuma siasat, tentu siapapun yang sampai pada kesimpulan ini pada dasarnya sekadar menerka-nerka. Mengira-ngira dengan pertimbangan yang berdasarkan pada ilmu menduga-duga.

Kubu Jusuf Kalla, meski tak terang benar, mengindikasikan sebaliknya. Sudirman, dari gelagat- gelagatnya (bahkan jauh sebelum kasus ini menyeruak), besar kemungkinan berada di kubu ini.

Sedangkan kubu Luhut baru bersuara belakangan, tepatnya pascanama Luhut muncul berkali- kali di dalam rekaman tersebut. Suara diduga Setya Novanto dan diduga Riza Chalid, mengemukakan kalimat-kalimat yang jika dicermati, sedikit banyak akan memunculkan kecurigaan, bahwa Luhut merupakan orang yang paling bisa memengaruhi setiap keputusan dan kebijakan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Luhut berupaya menampik. Tentu saja. Sebab jika dibiarkan berkembang akan jadi kampanye yang buruk sekali baginya. Luhut tak ingin kecurigaan ini mengerucut ke arah yang lebih berbahaya, bahwa dia adalah "presiden bayangan".

Makin ke sini, kasus ini makin membingungkan. Harap digarisbawahi bahwa pada dasarnya, kasusnya sendiri tidak membingungkan. Perkembangannyalah yang membuatnya jadi membingungkan, lantaran, barangkali memang sengaja dibikin begitu.

Sudirman Said balik dipojokkan. Merekam percakapan orang lain adalah perbuatan terlarang dan pelakunya adalah seorang kriminil. Najwa Shihab, wartawan pertama yang berhasil mengungkap identitas ketiga orang dalam rekaman tersebut, juga terancam dipolisikan. Seperti Sudirman, tindakannya juga dianggap sebagai kejahatan.

Setya Novanto sendiri terus mengubah-ubah jawaban. Dari mengakui bahwa suara itu adalah suaranya dan pembicaraan tersebut ada, lalu membantah dan menyebut bahwa rekaman tersebut bisa saja rekayasa untuk menjatuhkan dirinya, sampai yang terakhir, membantah bahwa ia melakukan pencatutan.

Tiga pengakuan yang satu dengan yang lain sesungguhnya berkaitpaut. Tiga pengakuan yang dasar argumentasinya adalah bahasa dan kalimat belaka. Permainan kata- kata. Tidak ada "mencatut", hanya "menyebut-nyebut". Dan menyebut, tidak sama dengan mencatut.

Khusus pengakuan terakhir, selain meluncur langsung dari mulut Setya Novanto, juga dikemukakan oleh Prabowo Subiyanto. Menurut beliau, Setya Novanto tak mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Kalau cuma menyebut, tidak salah, toh?

Menurut beliau pula, Setya Novanto tidak minta saham. Tepatnya, tidak untuk dirinya pribadi. Melainkan untuk Indonesia


Fadly Zon, dalam acara bincang-bincang yang dipandu Najwa Shihab, juga pernah melontarkan hal yang sama. Bahwa apa yang dilakukan oleh Setya Novanto, justru heroik. Selama bertahun- tahun, saham untuk Indonesia di PT Freeport tidak lebih dari 9 persen. Setya Novanto melobinya supaya jadi 20 persen.

Namun apa hubungan antara saham 20 persen ini dengan angka 11 untuk presiden, 9 untuk JK, dengan 'kumpul-kumpul', 'golf', dan 'private jet yang bagus dan representatif'?

Saya tak akan menjawabnya di sini. Saya percaya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan segera terjawab dengan sendirinya. Jawaban yang barangkali saja akan terus diulang-ulang, betapapun ngawurnya.

Namun ada hal lain yang jadi pertanyaan. Apa urusan Prabowo dengan perkara ini? Apa urusan Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz? Apa urusan Amien Rais?

Mereka semua hadir di Hambalang, di kediaman Prabowo. Hadir pula Setya Novanto, Aburizal Bakrie, dan Idrus Marham. Dua nama terakhir ini dari Golkar dan mereka memang terkait erat dengan Setya Novanto. Tapi mengapa harus bertemu di rumah Prabowo?

Lha, kan, mereka semua anggota KMP. Oh, iya, koalisi yang terbentuk setelah kalah dalam pemilu itu, ya. Tapi apa urusan KMP? Apakah sekadar karena desakan agar Setya Novanto mundur dari jabatannya? Atau ada sebab lain? Apakah jangan-jangan bukan cuma Setya Novanto yang terlibat dalam upaya kongkalikong ini? Apakah ada elite KMP lain yang diam-diam mencoba mengambil untung?

Sekali lagi, saya tak akan menjawab. Presiden PKS, Sohibul Iman, dalam satu wawancara dengan portal berita nasional, membantah bahwa KMP mendukung Setya Novanto dalam pengertian mendukung an sich. Mereka secara pribadi meyakini Setya Novanto tak bersalah dan untuk itu mendukungnya untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan Majelis Kehormatan Dewan.
Ah... ya, ya. Saya jadi teringat pada petuah orang-orang tua dulu. Orang-orang yang tidak berpendidikan namun sungguh ajaib nyaris selalu benar. Bahwa ada kecenderungan alamiah, satu kumpulan akan terdiri dari pihak-pihak yang sebanding dan setara, entah dalam kasta, sifat, dan minat.

Maka kambing akan selalu berkumpul dengan kambing. Singa dengan singa. Prajurit dengan Prajurit. Jenderal dengan Jendral. Garong dengan garong. Mafia dengan mafia.

Cuma persoalannya, di antara pihak-pihak yang bertikai ini, siapa yang kambing siapa yang garong siapa yang mafia? Yang jelas, mereka bukan kambing. Jadi, apakah semuanya garong dan mafia?

sumur tua http://medan.tribunnews.com/2015/11/...tu-pak-prabowo

koment boss
emoticon-Bingung (S) emoticon-Bingung (S)
0
5.5K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan