Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

juragankontenAvatar border
TS
juragankonten
Menunggu Jatah Rp 65 Triliun dari Freeport
emoticon-Najis (S)
Spoiler for judul:
Menunggu Jatah Rp 65 Triliun dari Freeport
Kunjungan Ketua DPR RI, Setya Novanto, bersama anggota delegasi DPR menggelar pertemuan dengan US - ASEAN Business Council di Washington DC, Amerika Serikat sebulan yang lalu (10/9/2015) membahas kerjasama yang telah berlangsung dan peluang-peluang usaha serta pengembangan kerja sama ekonomi.

Delegasi DPR RI yang terdiri atas Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Nurhayati Aseegaf, Roem Kono, Robert Kardinal, dan Markus Nari bertemu dengan para pengusaha AS, antara lain pimpinan korporasi Coca Cola, Philip Morris, General Electric, dan Freeport. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan anggota US - ASEAN Business Council yang beranggotakan 140 perusahaan terkemuka AS.

Sekarang muncul pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan adanya tokoh politik yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada PT Freeport untuk membantu memuluskan perpanjangan kontrak Freeport yang akan berakhir pada tahun 2019. Pertemuan para Delegasi DPR RI yang memakai uang pajak rakyat itu ternyata membawa “misi terselubung” dibaliknya.

Dilihat secara luar, pertemuan itu berlangsung dengan hangat dan para Delegasi DPR RI sangat mengakomodir keluh-keluhan yang dialami oleh perusahaan asing berinvestasi ke Indonesia. Pada pertemuan itu, para pengusaha AS menanyakan kondisi ekonomi dan politik Indonesia. Mereka menyampaikan soal berbagai kendala investasi di Indonesia terkait regulasi yang kurang kondusif maupun kurangnya kepastian investasi yang mereka rasakan.

Delegasi DPR menanggapi keluhan tersebut dan mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, termasuk penyederhanaan proses investasi dan deregulasi kebijakan. Deregulasi meliputi penyederhanaan kira-kira 160 peraturan di bidang investasi, industri, dan perdagangan. Setya dan delegasinya mengatakan, Indonesia memberikan kesempatan luas bagi para calon investor potensial dari luar negeri untuk melakukan hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi di Indonesia. DPR mendukung kebijakan pemerintah yang memberi kepastian hukum, kepastian investasi bagi perusahaan-perusahaan asing termasuk dari Amerika Serikat.

Suatu pengkhianatan besar! Tenyata dibelakang forum pertemuan resmi itu dengan licik disusupi kepentingan busuk oleh tokoh-tokoh politik tersebut. Pernyataan-pernyataan normatif di forum kemudian dibelakang meja ada lobi-lobi meminta “jatah” untuk memuluskan perpanjangan kontrak tambang emas Freeport di Papua, Diduga salah seorang politisi ternama berinisial NS menggunakan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla seolah-olah Presiden dan Wakil Presiden RI minta saham.

Dari rumor berkembang, tidak tanggung-tanggung, para politisi tersebut meminta “jatah preman” itu sebesar USD 5 Milyar setara Rp 65 Triliun. Hal itu diungkap secara rinci oleh Freeport atas kasus permintaan tokoh-tokoh politik tersebut. Namun, sangat disayangkan, Sudirman Said tak bisa menyebut siapa politisi yang coba menjual nama dua pimpinan tertinggi republik itu. Hanya, Sudirman Said mengatakan bahwa orang itu cukup terkenal. Wakil Jusuf Kalla sepertinya sudah tahu siapa politisi yang meminta “Jatah Preman” ke Freeport tersebut. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sangat marah atas tindakan politisi tersebut.

Dilihat sejak Presiden Soekarno jatuh, praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah menjadi budaya dalam perpolitikan Indonesia . Banyak muncul “Politisi pemain” meminta “jatah preman” menjadi suatu hal yang lajim dan jadi watak perpolitikan Indoensia. Karena begitu mendarah dagingnya budaya KKN dijaman Orde Baru dibawah kepemimpinan rejim diktator Soeharto, meski dilengserkan mahasiwa tahun 1998 namun hingga kini Indonesia belum berhasil juga menumpasnya. Generasi penerus Orde Baru yang berwatak KKN tersebut masih kuat bercokol semua lapisan Indonesia dengan berubah wajah. Budaya korupsi, transaksional dan feodal inilah yang mau dirubah oleh pemerintahan Jokowi yang kepemimpinannya baru berusia setahun.

Terbongkarnya kebobrokan mental para politisi Indonesia sebenarnya bukan suatu yang aneh. Bukan rahasia lagi, pada jaman Presiden SBY banyak terbongkar kasus-kasus serupa dalam meminta ”jatah preman” pencairan anggaran negara dan anggaran daerah. “Jatah preman” dimainkan ditingkat penetapan proyek atau pengadaan barang/jasa dengan memberikan komisi/fee kepada pejabat-pejabat pemerintahan dan politisi. “Jatah preman” ini pun sangat kental juga terjadi bidang pertambangan,perkebunan dan migas serta dunia perdagangan. Hampir semua sektor dan lini kehidupan tidak lepas dari “jatah preman” diberikan ke pemerintah dan politisi kalau ingin berjalan mulus dan sukses. Besar kecilnya tergantung kepiawaian bermain dan posisi jabatan dipegangnya. Maka tak aneh juga melihat para politisi dan pejabat-pejabat pemerintahan memiliki kekayaan luar biasa yang jauh dari hasil gaji dia dapat.

Mirisnya, terbongkar kasus-kasus persekongkolan licik mengkhianati bangsa Indonesia ini hanya baru diadili pada kasus korupsi dan gratifikasi proyek dan pengadaan barang/jasa. Sementara persekongkolan menjual sumber kekayaan alam Indonesia kepada bangsa asing seperti pertambangan dan perkebunan tidak pernah menjadi satu isu besar dan belum pernah diungkap sebelumnya. Ini pertama kali dalam sejarah Indonesia, Sudirman Said mengungkap praktek-praktek sudah lama terjadi di Indonesia ini bahwa transaksi menjual kekayaan alam Indonesia kepada asing bukan sekedar isapan jempol belaka. Modusnya adalah jatah saham dan komisi yang diberikan kepada penguasa untuk menggolkan kepentingan asing ke Indonesia.

Apakah kasus diungkap Sudirman Said ini hanya dipandang sebagai pencatut nama Presiden saja? Ataukah ini sebuah entry point untuk membongkar praktek-praktek pengkhianatan menjual negara Indonesia kepada bangsa asing?

Rakyat Indonesia yang rindu perubahan pasti menunggu pengungkapan kasus pengkhianatan ini oleh pemerintahan Jokowi atas praktek permainan jatah diberikan oleh perusahaan asing kepada penguasa dan politisi Indonesia dalam menguasai dan menjarah sumber daya alam Indonesia yang terjadi selama ini. Pentingnya membongkar kasus ini karena praktek ini sangat merugikan Indonesia dan membunuh masa depan generasi Indonesia oleh ulah segelintir warga Indonesia yang berkuasa untuk memperkaya dirinya dan kelompoknya sehingga tega mengkhianati bangsa Indonesia.


Sekilas Tentang Freeport

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.(AS). Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg.

Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua sdengan masa kontrak berakhir tahun 2021.

Selama ini hasil bahan yang di tambang tidak jelas baik volume hasil produksi maupun kandungannya karena hasil tambang tersebut di kapal-kan ke luar indonesia untuk di murnikan sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan sebuah hasil samping dari pemrosesan biji tembaga.

Freeport Indonesia sering dikabarkan telah melakukan penganiayaan terhadap para penduduk setempat. Selain itu, pada tahun 2003 Freeport Indonesia mengaku bahwa mereka telah membayar TNI untuk mengusir para penduduk setempat dari wilayah mereka. Menurut laporan New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan antara tahun 1998 dan 2004 mencapai hampir 20 juta dolar AS.

Sebelum pemeritahan Jokowi, PT Freeport Indonesia adalah mesin ATM-nya para pejabat tinggi penguasa di negara ini serta para jenderal2 dan tokoh politik.

Sejak hadirnya Freeport tahun 1967, hanya Presiden Jokowi yang berani bertindak untuk harga diri bangsa dan negaranya. Dalam menangani permasalahan tersebut, Presiden Jokowi melakukan langkah2 sebagai berikut :
- PT Freeport Indonesia bersedia membangun smelter (fasilitas pengelolahan dan pemurnian) di Gresik berkapasitas 2 juta ton yang berdiri di atas lahan seluas 80 hektare. Smelter ini terbesar di dunia . Pembangunan smelter ini setealh pemerintah mengancam akan mencabut izin ekspor Freeport karena tak kunjung membangun smelter hingga batas waktu habis, 24 Januari 2015. Setelah menggelar pertemuan dengan Freeport pada 22-23 Januari 2015, pemerintah mengatakan Freeport telah punya lahan smelter.

- PT Freeport Indonesia sepakat untuk mengembalikan 58 persen wilayah kerjanya kepada pemerintah termasuk Blok Wabu, lokasi potensial yang kaya akan emas. Dengan pengembalian lahan tersebut, wilayah kerja Freeport akan berkurang menjadi 90.360 hektare dari semula 212.950 hektare.

- Perusahaan asal Amerika Serikat itu juga diharuskan meningkatkan penerimaan negara, menambah kapasitas dan ekspansi smelter dalam negeri, meningkatkan kepemilikan pihak nasional atas saham PT FI dan mengutamakan penggunaan tenaga kerja lokal serta barang dan jasa dalam negeri.

Atas adanya kejadian pemalakan minta “jatah preman” oleh tokoh politisi itu dapat merusak tujuan negara dalam renegoisasi ulang dilakukan Presiden Jokowi dengan Freeport. Untuk itu, pemerintah harus membongkar tuntas dan membuka tokoh-tokoh politisi tersebut ke publik agar rakyat tahu atas kebobrokan bernegara selama ini.

Sudah saatnya pengkhianatan terhadap negara yang sudah lama berlangsung ini diberangus di bumi pertiwi. Sudah terlalu lama rakyat ditipu oleh politisi busuk yang merusak negeri ini.

(Artikel ini sebagai pengembangan dari tulisan Waiting In The Freeport Fee)

--- Referensi:
- SN, Makelar Freeport Pencatut Nama @Jokowi
- http://www.kompasiana.com/aznil/wait...7b6151048b458e


0
2.3K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan