Quote:
Pemerintah Indonesia dinilai kurang menghargai eksistensi ilmuwan dan peneliti Indonesia. “Pemerintah kita sangat mudah merevisi program dan kurang menghargai eksistensi ilmuwan dan penelitinya,” kata pemerhati ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Bahran Andang kepada SH, Jumat (7/8).
Hal tersebut yang membedakan Indonesia dengan Iran dalam bidang sains dan teknologi. Kemajuan pesat iptek Iran berkat sejumlah “kelebihan” negara tersebut dibandingkan negara lain. Salah satu kelebihan yang menonjol adalah Iran konsisten terhadap program nasional sains dan ipteknya.
“Kelebihan Iran dibandingkan kita, mereka konsisten terhadap program nasional sains dan ipteknya serta konsisten pada peningkatan kapasitas atau kompetensi para ilmuwannya,” kata Bahran.
Alumnus jurusan Fisika dan Teknik Pertambangan ini mengatakan, dalam kondisi terburuk seperti apa pun, Iran tidak akan menghentikan program dan roda produksi iptek strategis yang vital bagi negaranya. Ia mengungkapkan, dukungan swasta terhadap kemajuan sains dan teknologi di Iran juga sangat besar.
Ia mencontohkan, perbandingan investasi pemerintah dan sektor swasta untuk kemajuan iptek di Iran adalah 1:15.
Di Indonesia, investasi di sektor riset pemerintah masih sangat dominan ketimbang swasta. Anggaran riset kecil Bahran mengatakan, anggaran riset dari pemerintah Indonesia pun masih terhitung relatif kecil. Anggaran riset dari pemerintah hanya hanya 0,9 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Anggaran riset dari pemerintah Iran sekitar 10 persen dari anggaran nasional mereka,” tutur Bahran.
Iran juga telah membangun Science Technopark, yakni pusat-pusat aplikasi teknologi yang mempertemukan para peneliti dengan dunia industri. Science Technopark tersebut, Bahran melanjutkan, mendapat dukungan penuh dari pemerintah, antara lain berupa penyediaan lahan dan infrastruktur pendukung lainnya.
Ia mencontohkan, terkait lahan, Iran telah memiliki puluhan ribu hektare Science Technopark, sedangkan Indonesia baru menjajaki kerja sama dengan mereka pada 2003. Dukungan pemerintah terbukti mampu mendorong produktivitas dan daya saing iptek Iran hingga negara ini mendapat peringkat tinggi di dunia internasional.
Bahran berpendapat, sanksi dan tekanan embargo membuat Iran justru lebih berdaya tahan (survive) dan mandiri di bidang iptek. Kondisi tersebut, menurut Bahran, amat berbeda dengan kemajuan iptek Indonesia yang relatif berjalan normal, tanpa resistensi dan gangguan berarti dari dunia luar.
“Lebih spesifik, selama lebih 30 tahun, bangsa Iran menjadikan iptek sebagai sarana ‘jihad besar’ melawan hegemoni Barat yang mendominasi ekonomi dan perkembangan iptek,” seru Bahran.
Kejar Prestasi
Para ilmuwan Iran fokus mengejar peringkat prestasi akademis dengan melakukan riset unggulan serta memublikasikannya di dunia internasional. Bahran mencontohkan, setiap tahunnya, ilmuwan Iran merilis ribuan makalah riset, sedangkan publikasi Indonesia masih dalam hitungan ratusan.
Perwakilan dari Pardis Technopark Iran, Mahdi Saffarinia mengatakan, kemajuan sains dan iptek Iran berkat perhatian pemimpin spiritual negaranya, Ayattollah Ali Khamenei. Ia mengutarakan, berkat dukungan pemimpin negaranya, Iran telah menyumbangkan relatif banyak publikasi ilmiah ke dunia internasional.
“Bila Anda ingin melihat iptek sebuah negara maju atau tidak, Anda harus melihat seberapa banyak negara tersebut menyumbang tulisan ilmiah ke dunia internasional,” tutur Mahdi kepada SH sesaat setelah memberikan paparan dalam sebuah seminar pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2015, di Gedung Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta awal pekan lalu.
Ia berpendapat, makin banyak jumlah artikel ilmiah diterima dan diterbitkan di tingkat dunia, negara tersebut dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara yang kurang memublikasikan hasil penelitian mereka. Iran, Mahdi menuturkan, dalam kurun 2013 saja telah memublikasikan 4.552 artikel khusus nanoteknologi di dunia internasional. Ia menyebutkan, dalam bidang nanoteknologi, Iran memiliki 20.966 ilmuwan dan peneliti yang tersebar di 94 universitas dan pusat-pusat penelitian.
sumber
Mungkin catatan di atas bisa menjadi jawaban hipotetis mengapa negara-negara teluk dan Israel ketakutan dengan Iran. Walau di tengah kondisi ekonomi yg morat-marit akibat embargo dan tekanan politik internasional, ternyata Iran tak kehabisan cara dalam merealisasikan potensi sains dan teknologi bangsanya.
Catatan saya: Jika Islam tumbuh di tengah-tengah bangsa yg berperadaban tinggi dan cinta ilmu pengetahuan, maka Islam akan melahirkan generasi ilmuwan yg akan berjasa besar bagi kemajuan umat manusia.

Tapi jika Islam tumbuh di sekumpulan bangsa yg tak menghargai ilmu pengetahuan dan menjadikan kekerasan sebagai solusi, maka Islam hanya akan melahirkan generasi teroris....