- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Nelayan yang Bertahan Hidup di Lautan Selama 438 Hari


TS
androbotcop
Kisah Nelayan yang Bertahan Hidup di Lautan Selama 438 Hari
Quote:
Salvador Alvarenga, seorang nelayan asal El Salvador, terapung di kapal ikan selama total 438 hari sebelum diselamatkan. Ia terapung di lautan dan terdampar 6.700 mil (10.782 km) dari lokasi semula.
Pada 18 November 2012, kapal nelayan yang ditumpangi Salvador Alvarenga goyah karena badai, Sebelum melaut ia menyiapkan kapalnya dibantu Ray Perez, sahabatnya
Dua hari setelah melaut dan berencana kembali setelah mendapatkan hasil tangkapan, mereka terjebak hujan badai. Di tengah badai mereka harus bertahan. Cordoba mulai mabuk laut, muntah-muntah, menjerit dan akhirnya menangis karena ketakutan.
Sekitar pukul 09.00 Alvarenga melihat munculnya gunung di cakrawala. Mereka sudah sekitar dua jam terombang-ambing di lautan. Mesin motor mulai terbatuk. Ia segera mengeluarkan radio dan memanggil bosnya. "Willy! Willy! Willy! Motor hancur! "
"Tenang, man, beri aku koordinatmu," Willy menjawab, dari dermaga pantai di Costa Azul.
"Kami tidak punya GPS, itu tidak berfungsi," jawab Alvarenga
"Jatuhkan jangkar," perintah Willy.
"Kami tidak memiliki jangkar," kata Alvarenga. Dia telah melihat jangkar tersebut hilang sebelum berangkat, dan tidak berpikir dia membutuhkannya dalam misi laut dalam.
"OK, kami datang untuk menjemputmu," Willy menanggapi.
"Ayolah, aku benar-benar kacau di sini," teriak Alvarenga. Itu adalah kata-kata terakhirnya ke pantai.
Pada 18 November 2012, kapal nelayan yang ditumpangi Salvador Alvarenga goyah karena badai, Sebelum melaut ia menyiapkan kapalnya dibantu Ray Perez, sahabatnya
Dua hari setelah melaut dan berencana kembali setelah mendapatkan hasil tangkapan, mereka terjebak hujan badai. Di tengah badai mereka harus bertahan. Cordoba mulai mabuk laut, muntah-muntah, menjerit dan akhirnya menangis karena ketakutan.
Sekitar pukul 09.00 Alvarenga melihat munculnya gunung di cakrawala. Mereka sudah sekitar dua jam terombang-ambing di lautan. Mesin motor mulai terbatuk. Ia segera mengeluarkan radio dan memanggil bosnya. "Willy! Willy! Willy! Motor hancur! "
"Tenang, man, beri aku koordinatmu," Willy menjawab, dari dermaga pantai di Costa Azul.
"Kami tidak punya GPS, itu tidak berfungsi," jawab Alvarenga
"Jatuhkan jangkar," perintah Willy.
"Kami tidak memiliki jangkar," kata Alvarenga. Dia telah melihat jangkar tersebut hilang sebelum berangkat, dan tidak berpikir dia membutuhkannya dalam misi laut dalam.
"OK, kami datang untuk menjemputmu," Willy menanggapi.
"Ayolah, aku benar-benar kacau di sini," teriak Alvarenga. Itu adalah kata-kata terakhirnya ke pantai.
Quote:
Terombang-ambing di Lautan Makan Ikan Mentah

Sementara itu, air kian memenuhi kapal mereka. Mau tidak mau, Alvarega dan Cordoba mulai bekerja sama.
Mereka lalu mengeluarkan air dari kapal, juga terpaksa membuang seluruh ikan tangkapan--tuna, hiu, dan mah-mahi--sebanyak 500 kg karena dirasa membebani kapal. Perlahan-lahan, mereka juga terpaksa membuang bahan bakar dan es.
Saat pagi harinya, ketika Alvarenga berhasil melihat daratan ia segera menghubungi rekannya di darat. Radio terputus dan tidak bisa terhubung lagi, karena lokasi telah berada di tengah laut.
Tanpa kail atau pemancing, Alvarenga menemukan cara sendiri untuk menangkap ikan, ia berlutut di ujung kapal, matanya mengawasi air, dan menangkap ikan dengan tangannya. Ezequiel membersihkannya, dan mereka makan ikan mentah-mentah.
Sebelum menemukan sumber air, untuk mencegah dehidrasi Alvarenga dan Ezequiel bahkan minum urin mereka, dan 'ngemil' kukunya.
"Aku sangat lapar, sampai-sampai makan kukuku sendiri dan menelannya," kenang Alvarenga.
Bahkan Alvarenga pernah makan ubur-ubur mentah. Baru setelah 14 hari, hujan turun dan mereka bisa menampung airnya. Pun begitu, mereka harus tetap menghemat.
Sedangkan untuk tambahan makanan, mereka memunguti plastik yang mengapung di lautan, dan menemukan sisa kol dan wortel layu beserta susu yang setengah basi--yang mereka anggap makanan mewah.
Terdampar selama berhari-hari, dua nelayan yang awalnya bukan teman dekat pun saling berbagi cerita, bahkan membuat janji. Jika Ezequiel bertahan hidup, ia akan pergi ke El Salvador dan mengunjungi orangtua Alvarenga, sedangkan jika Alvarenga bertahan hidup, ia akan pergi ke Chiapas dan menemui ibu Ezequiel.

Sementara itu, air kian memenuhi kapal mereka. Mau tidak mau, Alvarega dan Cordoba mulai bekerja sama.
Mereka lalu mengeluarkan air dari kapal, juga terpaksa membuang seluruh ikan tangkapan--tuna, hiu, dan mah-mahi--sebanyak 500 kg karena dirasa membebani kapal. Perlahan-lahan, mereka juga terpaksa membuang bahan bakar dan es.
Saat pagi harinya, ketika Alvarenga berhasil melihat daratan ia segera menghubungi rekannya di darat. Radio terputus dan tidak bisa terhubung lagi, karena lokasi telah berada di tengah laut.
Tanpa kail atau pemancing, Alvarenga menemukan cara sendiri untuk menangkap ikan, ia berlutut di ujung kapal, matanya mengawasi air, dan menangkap ikan dengan tangannya. Ezequiel membersihkannya, dan mereka makan ikan mentah-mentah.
Sebelum menemukan sumber air, untuk mencegah dehidrasi Alvarenga dan Ezequiel bahkan minum urin mereka, dan 'ngemil' kukunya.
"Aku sangat lapar, sampai-sampai makan kukuku sendiri dan menelannya," kenang Alvarenga.
Bahkan Alvarenga pernah makan ubur-ubur mentah. Baru setelah 14 hari, hujan turun dan mereka bisa menampung airnya. Pun begitu, mereka harus tetap menghemat.
Sedangkan untuk tambahan makanan, mereka memunguti plastik yang mengapung di lautan, dan menemukan sisa kol dan wortel layu beserta susu yang setengah basi--yang mereka anggap makanan mewah.
Terdampar selama berhari-hari, dua nelayan yang awalnya bukan teman dekat pun saling berbagi cerita, bahkan membuat janji. Jika Ezequiel bertahan hidup, ia akan pergi ke El Salvador dan mengunjungi orangtua Alvarenga, sedangkan jika Alvarenga bertahan hidup, ia akan pergi ke Chiapas dan menemui ibu Ezequiel.
Quote:
Kematian Sahabatnya di Tengah Laut

Setelah dua bulan, Alvarenga semakin terbiasa menangkap burung laut dan kura-kura, sementara Ezequiel melemah, tubuhnya menolak daging mentah.
"Aku sekarat, Aku mau mati," Ezequiel berucap suatu pagi.
"Jangan dipikirkan, ayo tidur siang saja," respon Alvarenga pada kawannya.
Tersengal-sengal, Ezequiel meminta air minum, dan Alvarenga mengarahkan botol minum ke mulutnya. Namun, bukanya meminumnya, tubuh Ezequiel kejang-kejang. Ia akhirnya tewas di kapal, meninggalkan Alvarenga dengan duka mendalam.
"Jangan tinggalkanku!" Salvador panik. "Ayo berjuang hidup! Aku harus apa jika sendirian?"
Tidak lama, Ezequiel meninggal di kapal, meninggalkan Alvarenga dengan duka mendalam.
"Aku mendudukkannya di kapal, takut ombak akan menghanyutkannya."
Keesokkan paginya, Alvarenga mengajak Ezequiel berbicara seakan-akan ia masih hidup. Itu terus terjadi selama enam hari. Sebelum menenggelamkannya di air.
Setelahnya, Alvarenga kehilangan keinginan bertahan hidup, dan menyalahkan diri atas kematian rekannya.
Alvarenga yang sendirian hampir putus asa, namun ia bertahan, mengingat pesan ibunya bahwa mereka yang bunuh diri tidak akan masuk surga. Ia melanjutkan mengawasi setiap titik di lautan, mengenali apakah itu kapal yang bisa menyelamatkannya.
Dalam kesendirian ia membayangkan kenikmatan hidup yang akan dialaminya jika ia selamat, seperti makan-makanan enak dan bertemu wanita cantik.

Setelah dua bulan, Alvarenga semakin terbiasa menangkap burung laut dan kura-kura, sementara Ezequiel melemah, tubuhnya menolak daging mentah.
"Aku sekarat, Aku mau mati," Ezequiel berucap suatu pagi.
"Jangan dipikirkan, ayo tidur siang saja," respon Alvarenga pada kawannya.
Tersengal-sengal, Ezequiel meminta air minum, dan Alvarenga mengarahkan botol minum ke mulutnya. Namun, bukanya meminumnya, tubuh Ezequiel kejang-kejang. Ia akhirnya tewas di kapal, meninggalkan Alvarenga dengan duka mendalam.
"Jangan tinggalkanku!" Salvador panik. "Ayo berjuang hidup! Aku harus apa jika sendirian?"
Tidak lama, Ezequiel meninggal di kapal, meninggalkan Alvarenga dengan duka mendalam.
"Aku mendudukkannya di kapal, takut ombak akan menghanyutkannya."
Keesokkan paginya, Alvarenga mengajak Ezequiel berbicara seakan-akan ia masih hidup. Itu terus terjadi selama enam hari. Sebelum menenggelamkannya di air.
Setelahnya, Alvarenga kehilangan keinginan bertahan hidup, dan menyalahkan diri atas kematian rekannya.
Alvarenga yang sendirian hampir putus asa, namun ia bertahan, mengingat pesan ibunya bahwa mereka yang bunuh diri tidak akan masuk surga. Ia melanjutkan mengawasi setiap titik di lautan, mengenali apakah itu kapal yang bisa menyelamatkannya.
Dalam kesendirian ia membayangkan kenikmatan hidup yang akan dialaminya jika ia selamat, seperti makan-makanan enak dan bertemu wanita cantik.
Quote:
Berhasil Selamat, 14 Bulan di Tengah Laut

Ia belajar menghitung siklus bulan, untuk mengetahui berapa lama ia berada di lautan.
Ketika lautan sedang tenang, Alvarenga melihat langit dipenuhi burung camar. Pulau tropis muncul dari balik kabut, dikelilingi air kehijauan. Segera mengeluarkan pelampung, ia berenang menuju daratan, dan terdampar di hamparan pasir. Si nelayan sudah bisa membaui aroma cangkang kelapa, bunga dan pohon palem. Tubuhnya sudah kurus kering, tak ada lagi daging yang tersisa di lengan dan pahanya.
"Aku sudah hancur dan sekurus papan," kenangnya. "Benar-benar tinggal organ tubuh dan pencernaan, tulang berbalut kulit. Lenganku tidak ada daging, pahaku kurus dan jelek."
Salvador Alvarenga terdampar di Tile Islet, pulau kecil yang merupakan bagian dari Ebon Atoll, bagian selatan dari 1.156 pulau yang membentuk Republik Kepulauan Marshall, dan salah satu daerah terpencil di bumi. Meleset sedikit, ia perlu melakukan perjalanan 4.000 mil (6437 km)ke Alaska atau 2.500 mil (4023 km) ke Brisbane, Australia.
Ia bertemu pasangan suami-istri, Russel Laikidrik dan Emi Libokmeto, yang menyelamatkannya dan langsung membawakan obat dan makanan, juga memanggilkan grup penyelamat beserta polisi dan perawat. Dengan perahu, mereka membawanya ke Ebon, untuk merawatnya hingga kembali sehat.
Kisah Salvador Alvarenga menarik perhatian media. Kisah pertama dituturkan oleh sebuah kantor berita asing pada Januari lalu, bersaman dengan reporter dari Hawaii, Los Angeles, dan Australia yang penasaran dengan kisahnya. Walau banyak juga yang meragukan kebenarannya.
Ketika sudah cukup sehat, Elvarenga menepati janjinya dengan Ezequiel, ia pergi ke Chiapas dan bertemu ibu Ezequiel, Ana Rosa.
Kembali di Marshall Island, kondisi kesehatan Salvador memburuk. Kakinya membengkak, livernya terinfeksi parasit karena mengonsumsi makanan mentah, dan didagnosis anemia. Ditambah kondisi mentalnya yang tidak stabil, ia masih dihantui kematian Ezequiel, mengalami shock, dan dihantui ketakutan pada lautan dan air.
438 hari, Salvador Alvarenga hidup di batas kekuatan manusia.
"Aku pernah menderita kelaparan, kehausan, dan kesepian luar biasa. Semua tak bisa merenggut hidupku," ujar Alvarenga. "Ingat, kau hanya punya satu kali untuk hidup. Jadi hargailah itu," tutupnya.

Ia belajar menghitung siklus bulan, untuk mengetahui berapa lama ia berada di lautan.
Ketika lautan sedang tenang, Alvarenga melihat langit dipenuhi burung camar. Pulau tropis muncul dari balik kabut, dikelilingi air kehijauan. Segera mengeluarkan pelampung, ia berenang menuju daratan, dan terdampar di hamparan pasir. Si nelayan sudah bisa membaui aroma cangkang kelapa, bunga dan pohon palem. Tubuhnya sudah kurus kering, tak ada lagi daging yang tersisa di lengan dan pahanya.
"Aku sudah hancur dan sekurus papan," kenangnya. "Benar-benar tinggal organ tubuh dan pencernaan, tulang berbalut kulit. Lenganku tidak ada daging, pahaku kurus dan jelek."
Salvador Alvarenga terdampar di Tile Islet, pulau kecil yang merupakan bagian dari Ebon Atoll, bagian selatan dari 1.156 pulau yang membentuk Republik Kepulauan Marshall, dan salah satu daerah terpencil di bumi. Meleset sedikit, ia perlu melakukan perjalanan 4.000 mil (6437 km)ke Alaska atau 2.500 mil (4023 km) ke Brisbane, Australia.
Ia bertemu pasangan suami-istri, Russel Laikidrik dan Emi Libokmeto, yang menyelamatkannya dan langsung membawakan obat dan makanan, juga memanggilkan grup penyelamat beserta polisi dan perawat. Dengan perahu, mereka membawanya ke Ebon, untuk merawatnya hingga kembali sehat.
Kisah Salvador Alvarenga menarik perhatian media. Kisah pertama dituturkan oleh sebuah kantor berita asing pada Januari lalu, bersaman dengan reporter dari Hawaii, Los Angeles, dan Australia yang penasaran dengan kisahnya. Walau banyak juga yang meragukan kebenarannya.
Ketika sudah cukup sehat, Elvarenga menepati janjinya dengan Ezequiel, ia pergi ke Chiapas dan bertemu ibu Ezequiel, Ana Rosa.
Kembali di Marshall Island, kondisi kesehatan Salvador memburuk. Kakinya membengkak, livernya terinfeksi parasit karena mengonsumsi makanan mentah, dan didagnosis anemia. Ditambah kondisi mentalnya yang tidak stabil, ia masih dihantui kematian Ezequiel, mengalami shock, dan dihantui ketakutan pada lautan dan air.
438 hari, Salvador Alvarenga hidup di batas kekuatan manusia.
"Aku pernah menderita kelaparan, kehausan, dan kesepian luar biasa. Semua tak bisa merenggut hidupku," ujar Alvarenga. "Ingat, kau hanya punya satu kali untuk hidup. Jadi hargailah itu," tutupnya.
Bagaimana gan kisahnya, sngat menyedihkan dan mengharukan bukan mereka membuktikan bahwa bunuh diri bukan jalan satu2" nya dan semua cobaan itu tdk mebuat mereka putus asa utk hidup, kita hidup pasti punya harapan dan usahakan itu semampunya

Spoiler for tambahan:


Lebih dari setahun kemudian, pria ini ditemukan dalam keadaan kebingungan di salah satu pulau terumbu karang di Kepulauan Marshall. Pria ini mengaku selama terapung di lautan, dia mampu bertahan hidup dengan menangkap burung dan ikan dengan tangan kosong dan meminum darah penyu.
Banyak kalangan meragukan kebenaran cerita petualangan Alvarenga ini, termasuk pejabat sementara Kementerian Luar Negeri Kepulauan Marshall sendiri, Gee Bing.
Nick Vroomans, Direktur Lembaga Layanan Seni Bertahan Hidup—Staying Alive Survival Services— di Queensland kepada ABC mengatakan, kisah bertahan hidup yang diklaim Alvarenga sangat masuk akal.
“Dia dan orang lain yang pernah terapung di Lautan Pasifik punya kesempatan yang lebih baik untuk mampu bertahan hidup dalam waktu yang lama,” kata Vroomans.
“Kondisi lingkungan di bagian Pasifik (di Meksiko), terutama di sebelah Selatan Amerika dan Amerika Tengah memang agak kondusif bagi orang untuk mendapat air segar dan makanan,” tambah Vroomans.
“Pastinya Anda bisa menampung air hujan karena tampaknya Alvarenga tidak punya metode untuk mengolah air laut agar aman diminum,” katanya.
“Saya juga pernah minum darah penyu dan itu sangat kaya protein. Darah penyu akan memberi dampak sangat signifikan buatnya. Protein sangat penting dalam situasi bertahan hidup karena dapat memperbaiki sel tubuh,” paparnya lagi.

jangan lupa cendol dan ratenya gan walaupun sbenernya ini kisah lama

Quote:
Diubah oleh androbotcop 08-01-2016 05:54
0
6.1K
Kutip
32
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan