- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Pilu Ayah yang Anak Balitanya Tak Ditangani dengan Baik RS di Bekasi


TS
ovonelpotpal
Kisah Pilu Ayah yang Anak Balitanya Tak Ditangani dengan Baik RS di Bekasi
Quote:
Jakarta - Ibrahim Blegur bersedih, anak balitanya Falya yang berusia 14 bulan meninggal dunia. Satu hal yang dia sesali dalam sedihnya yakni penyebab meninggalnya sang putri karena pihak rumah sakit (RS) di Bekasi yang tak memberikan penanganan yang layak.
Di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Menteng, Jakarta, Jumat (6/11/2015), Ibrahim bertutur kisah pilu yang dialaminya. Bermula pada 28 Oktober 2015 lalu, dia membawa putrinya ke RS di kawasan Bekasi Barat.
"Awalnya muntah-muntah, dehidrasi vonis dokter, pokoknya dehidrasi ringan dan lemas saja," jelas Ibrahim.
Setelah diberi infus, putrinya sudah baikan dan bisa bermain dengan kakaknya. Tapi Kamis (29/10) siang, putrinya diberi antibotik oleh perawat atas perintah dokter jaga. Setelah itu kondisinya langsung drop hingga meninggal pada hari Minggu pagi.
"Jadi habis detik itu sampai detik itu saya tidak boleh mengeluarkan uang. Bahkan Rp 100 ribu pun tidak boleh mengeluarkan uang, pihak rumah sakit bilang kita harus berfokus pada pemulangan saja. Padahal biasanya korban ditahan tidak boleh pulang kalau tidak bayar," tambahnya.
"Dari hari Rabu - Minggu, 5 hari anak saya dirawat. Setelah hari kamis jam 1 anak saya dikasih antibiotik, sudah mulai lemas, matanya merah, minta makan," tutur dia lagi.
Ibrahim juga menceritakan bagaimana sebelumnya dia berusaha memanggil suster dan dokter saat anaknya mengalami perubahan kondisi, di mana perut mengembung, muka dan badan bengka, dan juga bercak merah, serta bibir
Jam 4 setelah saya pulang kerja kondisinya sudah berubah perutnya buncit, muka bengkak, badan bengkak, di tangan ada bercak.merah, tangan digigit seperti sedang menahan sakit dan bibir biru.
"Saya pencet tombol emergency tapi tidak ada suster yang datang akhirnya saya harus datang ke perawat dimana dokter. Kata perawat dokter sudah pulang dan kita sampaikan kondisi anak saya sudah kritis, perut buncit, muka bengkak. Setelah itu datang dokter jaga cuma memeriksa dengan stetoskop ke perutnya tanpa memberitahu isteri saya gimana perkembangan terakhir anak saya," ungkapnya.
"Setelah 30 menit kemudian tidak ada lagi dokter yang datang atau perawat untuk memberikan penanganan. Akhirnya saya datang marah-marah dan menggebrak meja bahwa kondisinya sudah kritis," imbuh dia lagi.
Hingga kemudian pada Kamis malam, putrinya dipindahkan ke ICU, tapi dia tidak diberitahu. Dan saat meninggal baru diberi penjelasan.
"Dokter yang merawat memeluk saja, dan mencium anak saya juga meminta maaf. PokoKnya setelah diberi antibiotiknya itu anak saya kritis. Sehari setelah dirawat sebenarnya sudah baik-baik saja, sudah sehat dan bisa main sama kakaknya. Ini anak kedua saya kritis sudah sejak jam 9 malam hari Kamis," urai dia.
Ditemani kuasa hukumnya M Ihsan, dia mengadu ke KPAI. Kasus ini dalam penanganan Dinkes Bekasi tetapi pihak keluarga tidak dilibatkan.
"Telah dilakukan mediasi tapi permasalahannya tidak pernah mendatangkan orang tua korban. Tiba-tiba mereka menyimpulkan dan mengundang media bahwa mereka tidak melanggar prosedur, meninggal bukan karena antibiotik. Ini sebenarnya tidak ada itikad baik dari rumah sakit. Harusnya kan korban berhak mendapatkan analisis dan diagnosa kenapa meninggalnya," tutup Ihsan.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pihak rumah sakit di kawasan Bekasi Barat itu.
(dra/dra)
Turut berduka cita

Pilihlah rumah sakit yang sudah akreditasi dan paripurna.
Ini kejadian di rs mana ya?
Kalau lokasi udh jelas diplanet bekasi
0
2.3K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan