Apa kabar dirimu sekarang? Bagaimana kehidupanmu yang sekarang? Semoga semuanya baik, lancar, dan menyenangkan. Semoga dirimu juga selalu dalam lindungan Allah SWT. Jangan sampai tertelan kesibukanmu sampai-sampai lupa bernafas.

Mengenai surat ini, maaf jika lancang menyebutkan namamu. Aku yang masih merindukanmu sejak pertama bertemu. Disela kesibukanku hanya bisa mengingat saat-saat ada kamu di kelas dulu. Inget ndak ketika kita satu kelompok seni budaya ketika mau latian, kamu bilang boleh bareng pulangnya. Aku senang sekali. Meski kamu mengatakannya sambil kaskusan dengan teman-teman dan mengejekku biar aku tidak tersesat di jalan saat pulang. Tetap saja aku senang sekali.

Aku yang biasanya memang pulang bareng kamu tanpa ijin dan sepengetahuan kamu. Hanya bisa mengikuti laju motormu dengan perlahan di belakang punggungmu. Saat itu bisa mengikutimu dengan berada disamping mu dengan ijin dan sepengetahuanmu. Meski jarak yang kita tempuh berbeda, dirimu berbelok pulang lebih dulu daripadaku. Masa iya aku mau minta dianter sampai rumah sedangkan kamu bukan siapa-siapaku. Masa iya aku minta dianter sampai rumah sedangkan kita naik motor sendiri-sendiri. Itu kan konyol.

Teringat betapa bodohnya diriku ketika ketauan mengikutimu. Berbelok ke SPBU untuk pura-pura isi bensin, tapi malah ikut antri ke barisan Pertamax Plus. Meski harusnya tidak mengapa isi pertamax, tapi Pak Petugas menegurku bahwa aku salah barisan. Kemudian karena kamu juga isi bensin dan terlihat olehku beda barisan denganku aku jadi tengsin dan pindah barisan juga di belakangmu. Malu sungguh malu kobodohanku salting di depanmu.

Begitulah surat dariku. Aku terlalu malu mau menulis hal-hal konyol lain yang kuingat momen ada kamu. Anggap saja surat ini hanya menanyakan kabar dirimu saat ini. Skip saja cerita-cerita konyol di bawahnya. Semoga kamu sehat selalu dan bahagia.