Jakarta - Total utang pemerintah pusat per September 2015 mencapai Rp 3.091,06 triliun, atau naik Rp 85,55 triliun dibanding periode bulan sebelumnya yang sebesar Rp 3.005,51 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian ‎Keuangan (Kemenkeu), Askolani menjelaskan, nominal tersebut tak lepas dari kondisi perekonomian nasional, khususnya nilai tukar rupiah yang melemah cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Meski demikian, Askolani menegaskan, utang tetap diukur berdasarkan rasio terhadap PDB negara. Artinya selama utang masih berada di bawah nilai ekonomi negara tersebut, maka berarti utang masih dalam kategori aman.

"Memang betul secara nominal memang bertambah sesuai dengan dinamika kebijakan fiskal pemerintah. Secara internasional, stok utang pemerintah dilihat dari rasionya terhadap PDB yang sekarang sekitar 25-26%,"‎ ungkap Askolani kepada detikFinance, Rabu (28/10/2015)

Ukuran rasio untuk negara maju dan berkembang tentu berbeda. Namun bila melihat rata-rata batas wajar rasio utang‎ terhadap PDB dari sebuah negara adalah 40%. Sementara posisi rasio utang pemerintah Indonesia adalah 25-26%, atau masih cukup jauh.

"Indonesia jauh di bawah ambang batas yang wajar 40%," imbuhnya.

Askolani menambahkan, banyak negara maju justru memiliki rasio utang yang berada di atas batas wajar. Misalnya Jepang dengan rasio 200%. Akan tetapi, keuntungan negeri sakura tersebut adalah, surat utang yang diterbitkan pemerintah menjadi konsumsi warga lokal. Sementara Indonesia cukup banyak dimiliki asing.

"Kita juga jauh di bawah banyak negara maju yang bisa mendekati 100% atau bahkan di atas 100%," imbuhnya.



sumur