- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(masuk gan, biar pinter) El Nino hanya Alasan Cukong dan penjajah.


TS
crushing.kit
(masuk gan, biar pinter) El Nino hanya Alasan Cukong dan penjajah.
intro : Saya yakin Allah gak mungkin Menciptakan hutan untuk Dibakar
adalah manusia yang melakunannya demi KEPUASAN perut mereka,
dengan adanya El Nino yang datang tahun ini,
orang-orang jahat itu tau, keadahan hutan dan lahan yang kering bisa mudah terbakar.
dan dijadikan Alasan yang tepat untuk berkelit.
penjelasan bmkg bahwa el nino bukan penyebab utama kebakaran hutan. >>> Link bmkg
Siapa 'aktor' di balik pembakaran hutan dan lahan?
Ada sekitar 20 aktor yang terlibat di lapangan dan mendapat keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. Sebagian besar dari jaringan kepentingan dan aktor yang mendapat keuntungan ekonomi ini menyulitkan langkah penegakan hukum. Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang.
Fakta dan kesimpulan ini terungkap dalam penelitian tentang 'Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan' dari peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo. Kerumitan di lapangan, menurut Herry, terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN.

Penelitian Herry Purnomo menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan pembakaran justru akan naik karena siap ditanami kelapa sawit.
"Tidak mudah bagi bupati yang akan menuntut (pembakar hutan), bisa jadi yang punya (kebun) kelapa sawit, membakar hutan, berhubungan dengan partai tertentu yang kuat di daerah, sehingga bupati atau gubernur tidak gampang juga (bertindak), harus melihat konstelasi politik," kata Herry pada BBC Indonesia, Rabu (23/9).
Aktor-aktor tersebut, berdasarkan hasil penelitiannya, bekerja seperti bentuk "kejahatan terorganisir". Ada kelompok-kelompok yang menjalankan tugas berbeda, seperti mengklaim lahan, mengorganisir petani yang melakukan penebasan atau penebangan atau pembakaran, sampai tim pemasaran dan melibatkan aparat desa.
Namun tak hanya di tingkat pusat, pemilik lahan bisa saja kerabat penduduk desa, staf perusahaan, pegawai di kabupaten, pengusaha, atau investor skala menengah dari Jakarta, Bogor, atau Surabaya.
Terorganisir
Masing-masing kelompok yang melakukan aktivitas pembukaan lahan akan mendapat persentase pemasukan sendiri, namun rata-rata, pengurus kelompok tani mendapat porsi pemasukan terbesar, antara 51%-57%, sementara kelompok petani yang menebas, menebang, dan membakar mendapat porsi pemasukan antara 2%-14%.
Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp8,6 juta per hektar. Namun, lahan dalam kondisi 'siap tanam' atau sudah dibakar malah akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar.
Lalu tiga tahun kemudian, setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar.

Pemilik lahan yang terbakar bisa saja dari kota-kota besar atau kerabat penduduk desa, pegawai kabupaten, sampai peneliti.
Kenaikan nilai ekonomi dari lahan inilah yang membuat aktor-aktor yang diuntungkan berupaya agar kebakaran hutan dan lahan terjadi terus-menerus.
Selain itu, dalam pola jual beli lahan, penyiapan lahan menjadi tanggung jawab pembeli, jika akan dibakar atau dibersihkan secara mekanis. Semakin murah biaya pembersihan, untung pembeli akan semakin besar.
Sebagai perbandingannya, menurut Herry, per hektar lahan yang dibakar biayanya $10-20, sementara untuk lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 per hektar.
Penelitian Herry dilakukan di 11 lokasi di empat kabupaten di Riau, yaitu Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai, dan Bengkalis menggunakan metode pemetaan, survei, dan pendekatan kebijakan.
Di Riau, ada 60 perkebunan kelapa sawit dan 26 hutan tanaman industri.
Patron politik
Perusahaan atau individu di daerah yang menjadi pemilik perkebunan kelapa sawit di daerah bisa menemukan patron-patron politik di tingkat lokal.
Herry mencontohkan, "Misalkan ada perusahaan-perusahaan skala kecil yang punya patron partai politik sangat kuat di kabupaten itu yang berpengaruh ke proses-proses pengambilan keputusan dan penegakan hukum di daerah tersebut. Bisa jadi mereka pendukung kuat dari petahana."

Semakin murah biaya pembersihan, maka untung pembeli lahan akan semakin besar.
Pemain di tingkat menengah atau 'cukong', Herry menemukan, bisa siapa saja.
"Dari oknum pegawai pemerintah, polisi, tentara, peneliti, bisa terlibat, bisa punya sawit sampai ratusan hektar dan dalam proses pengembangan sawitnya bisa (melakukan) pembakaran untuk menyambut musim hujan berikutnya," ujarnya.
Aktor-aktor inilah yang tak terbaca atau tertangkap dalam pola penegakan hukum yang terjadi sekarang untuk menangani kabut asap.
Untuk menemukannya, maka penting untuk menelusuri ke mana produk kelapa sawit dari perkebunan-perkebunan tersebut disalurkan.
Bakar lahan
Terhadap temuan ini, juru bicara Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengatakan, ada 2.500 perusahaan kelapa sawit kelas kecil dan menengah, dan total hanya ada 635 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI.
Kabut asap di Riau sudah berlangsung selama 18 tahun terakhir.
"Yang jadi anggota kita saya yakin tidak ada (yang membakar lahan), karena kita kontrol sampai bawah. Di luar anggota GAPKI, kami tak punya instrumen atau kepentingan, tapi kita mengimbau, mendukung apa yang disampaikan oleh gubernur Kalsel misalnya agar mereka (perusahaan kelapa sawit kecil dan menengah) untuk jadi anggota GAPKI agar kontrolnya lebih gampang," ujarnya.
Namun, Tofan mengakui bahwa mereka belum memiliki metode yang ketat dalam melakukan pengawasan sampai ke bawah. "Tapi GAPKI punya standar, punya requirement, memenuhi aturan yang sesuai dengan regulasi di pusat, lokal, dan daerah," katanya. Selain itu, Kepolisian Daerah Riau sudah menetapkan PT Langgam Inti Hibrida yang juga anggota GAPKI sebagai tersangka pembakaran hutan.
Upaya penegakan hukum yang ada selama ini belum menyentuh patron-patron politik yang melindungi perusahaan atau pemilik lahan yang terbakar. Edi Saputra, petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan mengatakan bahwa praktik pembakaran lahan memang sudah berlangsung di komunitasnya selama ratusan tahun. Namun praktik itu tak setiap tahun dilakukan, biasanya hanya 5-10 tahun sekali bertepatan dengan masa tanam.
"Kita sudah ratusan tahun membakar, tapi kenapa kita ribut sekarang soal asap, artinya, kenapa itu muncul jadi kebakaran yang dahsyat? Karena semua konsesi itu diberikan kepada korporasi, sehingga lahan jadi mudah terbakar. Lahan korporasi itu kan kering sekali, nggak bisa ditanami padi. Sekarang dibanding dulu, jauh memang, asal tergores saja, ada bintik-bintik api, langsung terbakar lahan itu," katanya.
sumber : BBC.com
VIDEO: kompas tv, para Perusahaan yang jadi Tersangka pembakaran lahan
VIDEO: Aktivis Tau, pembebasan lahan akan di jadikan Kebun Sawit
Sebuah Kenyataan Atau Penegakan Hukum yang melemah?
Polisi Anulir Status Tersangka Anak Perusahaan Sinar Mas dalam Kebakaran Hutan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Yazid Fanani menganulir PT BMH sebagai tersangka dalam kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Padahal sebelumnya, perusahaan tersebut disebut sebagai tersangka. "BMH belum, karena yang kebakaran itu pohon yang mau panen," ujarnya, di Mabes Polri, Rabu (21/10).
PT BMH yang dimaksud yaitu PT Bumi Mekar Hijau, anak perusahaan Sinarmas Group. Pada Selasa (15/9) Yazid mengatakan PT BMH ditetapkan tersangka.
Namun, Yazid memiliki dalih dianulirnya penetapan tersangka tersebut. Menurut Yazid, pada saat itu baru masuk laporan.
Laporan tersebut merupakan salah satu alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik. Sementara barang bukti tersebut masih perlu dianalisis. Setelah dilakukan analisis, tuturnya, belum ditemukan cukup bukti untuk ditetapkan tersangka. Saat ini, penyidik menunggu proses keterangan ahli dan pihak perusahaan sendiri.
Seperi diketahui, Karhutla di Sumatera dan Kalimantan mengakibatkan kabut asap pekat yang hingga kini belum teratasi. Kesehatan, aktifitas ekonomi, pendidikan terganggu akibat kasus asap.
sumber : Republika
adalah manusia yang melakunannya demi KEPUASAN perut mereka,
dengan adanya El Nino yang datang tahun ini,
orang-orang jahat itu tau, keadahan hutan dan lahan yang kering bisa mudah terbakar.
dan dijadikan Alasan yang tepat untuk berkelit.
penjelasan bmkg bahwa el nino bukan penyebab utama kebakaran hutan. >>> Link bmkg
Quote:
Siapa 'aktor' di balik pembakaran hutan dan lahan?
Ada sekitar 20 aktor yang terlibat di lapangan dan mendapat keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. Sebagian besar dari jaringan kepentingan dan aktor yang mendapat keuntungan ekonomi ini menyulitkan langkah penegakan hukum. Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang.
Fakta dan kesimpulan ini terungkap dalam penelitian tentang 'Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan' dari peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo. Kerumitan di lapangan, menurut Herry, terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN.

Penelitian Herry Purnomo menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan pembakaran justru akan naik karena siap ditanami kelapa sawit.
"Tidak mudah bagi bupati yang akan menuntut (pembakar hutan), bisa jadi yang punya (kebun) kelapa sawit, membakar hutan, berhubungan dengan partai tertentu yang kuat di daerah, sehingga bupati atau gubernur tidak gampang juga (bertindak), harus melihat konstelasi politik," kata Herry pada BBC Indonesia, Rabu (23/9).
Aktor-aktor tersebut, berdasarkan hasil penelitiannya, bekerja seperti bentuk "kejahatan terorganisir". Ada kelompok-kelompok yang menjalankan tugas berbeda, seperti mengklaim lahan, mengorganisir petani yang melakukan penebasan atau penebangan atau pembakaran, sampai tim pemasaran dan melibatkan aparat desa.
Namun tak hanya di tingkat pusat, pemilik lahan bisa saja kerabat penduduk desa, staf perusahaan, pegawai di kabupaten, pengusaha, atau investor skala menengah dari Jakarta, Bogor, atau Surabaya.
Terorganisir
Masing-masing kelompok yang melakukan aktivitas pembukaan lahan akan mendapat persentase pemasukan sendiri, namun rata-rata, pengurus kelompok tani mendapat porsi pemasukan terbesar, antara 51%-57%, sementara kelompok petani yang menebas, menebang, dan membakar mendapat porsi pemasukan antara 2%-14%.
Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp8,6 juta per hektar. Namun, lahan dalam kondisi 'siap tanam' atau sudah dibakar malah akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar.
Lalu tiga tahun kemudian, setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar.

Pemilik lahan yang terbakar bisa saja dari kota-kota besar atau kerabat penduduk desa, pegawai kabupaten, sampai peneliti.
Kenaikan nilai ekonomi dari lahan inilah yang membuat aktor-aktor yang diuntungkan berupaya agar kebakaran hutan dan lahan terjadi terus-menerus.
Selain itu, dalam pola jual beli lahan, penyiapan lahan menjadi tanggung jawab pembeli, jika akan dibakar atau dibersihkan secara mekanis. Semakin murah biaya pembersihan, untung pembeli akan semakin besar.
Sebagai perbandingannya, menurut Herry, per hektar lahan yang dibakar biayanya $10-20, sementara untuk lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 per hektar.
Penelitian Herry dilakukan di 11 lokasi di empat kabupaten di Riau, yaitu Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai, dan Bengkalis menggunakan metode pemetaan, survei, dan pendekatan kebijakan.
Di Riau, ada 60 perkebunan kelapa sawit dan 26 hutan tanaman industri.
Patron politik
Perusahaan atau individu di daerah yang menjadi pemilik perkebunan kelapa sawit di daerah bisa menemukan patron-patron politik di tingkat lokal.
Herry mencontohkan, "Misalkan ada perusahaan-perusahaan skala kecil yang punya patron partai politik sangat kuat di kabupaten itu yang berpengaruh ke proses-proses pengambilan keputusan dan penegakan hukum di daerah tersebut. Bisa jadi mereka pendukung kuat dari petahana."

Semakin murah biaya pembersihan, maka untung pembeli lahan akan semakin besar.
Pemain di tingkat menengah atau 'cukong', Herry menemukan, bisa siapa saja.
"Dari oknum pegawai pemerintah, polisi, tentara, peneliti, bisa terlibat, bisa punya sawit sampai ratusan hektar dan dalam proses pengembangan sawitnya bisa (melakukan) pembakaran untuk menyambut musim hujan berikutnya," ujarnya.
Aktor-aktor inilah yang tak terbaca atau tertangkap dalam pola penegakan hukum yang terjadi sekarang untuk menangani kabut asap.
Untuk menemukannya, maka penting untuk menelusuri ke mana produk kelapa sawit dari perkebunan-perkebunan tersebut disalurkan.
Bakar lahan
Terhadap temuan ini, juru bicara Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengatakan, ada 2.500 perusahaan kelapa sawit kelas kecil dan menengah, dan total hanya ada 635 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI.
Kabut asap di Riau sudah berlangsung selama 18 tahun terakhir.
"Yang jadi anggota kita saya yakin tidak ada (yang membakar lahan), karena kita kontrol sampai bawah. Di luar anggota GAPKI, kami tak punya instrumen atau kepentingan, tapi kita mengimbau, mendukung apa yang disampaikan oleh gubernur Kalsel misalnya agar mereka (perusahaan kelapa sawit kecil dan menengah) untuk jadi anggota GAPKI agar kontrolnya lebih gampang," ujarnya.
Namun, Tofan mengakui bahwa mereka belum memiliki metode yang ketat dalam melakukan pengawasan sampai ke bawah. "Tapi GAPKI punya standar, punya requirement, memenuhi aturan yang sesuai dengan regulasi di pusat, lokal, dan daerah," katanya. Selain itu, Kepolisian Daerah Riau sudah menetapkan PT Langgam Inti Hibrida yang juga anggota GAPKI sebagai tersangka pembakaran hutan.
Upaya penegakan hukum yang ada selama ini belum menyentuh patron-patron politik yang melindungi perusahaan atau pemilik lahan yang terbakar. Edi Saputra, petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan mengatakan bahwa praktik pembakaran lahan memang sudah berlangsung di komunitasnya selama ratusan tahun. Namun praktik itu tak setiap tahun dilakukan, biasanya hanya 5-10 tahun sekali bertepatan dengan masa tanam.
"Kita sudah ratusan tahun membakar, tapi kenapa kita ribut sekarang soal asap, artinya, kenapa itu muncul jadi kebakaran yang dahsyat? Karena semua konsesi itu diberikan kepada korporasi, sehingga lahan jadi mudah terbakar. Lahan korporasi itu kan kering sekali, nggak bisa ditanami padi. Sekarang dibanding dulu, jauh memang, asal tergores saja, ada bintik-bintik api, langsung terbakar lahan itu," katanya.
sumber : BBC.com
VIDEO: kompas tv, para Perusahaan yang jadi Tersangka pembakaran lahan
Spoiler for kompas:

VIDEO: Aktivis Tau, pembebasan lahan akan di jadikan Kebun Sawit
Spoiler for kompas:

Sebuah Kenyataan Atau Penegakan Hukum yang melemah?
Quote:
Polisi Anulir Status Tersangka Anak Perusahaan Sinar Mas dalam Kebakaran Hutan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Yazid Fanani menganulir PT BMH sebagai tersangka dalam kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Padahal sebelumnya, perusahaan tersebut disebut sebagai tersangka. "BMH belum, karena yang kebakaran itu pohon yang mau panen," ujarnya, di Mabes Polri, Rabu (21/10).
PT BMH yang dimaksud yaitu PT Bumi Mekar Hijau, anak perusahaan Sinarmas Group. Pada Selasa (15/9) Yazid mengatakan PT BMH ditetapkan tersangka.
Namun, Yazid memiliki dalih dianulirnya penetapan tersangka tersebut. Menurut Yazid, pada saat itu baru masuk laporan.
Laporan tersebut merupakan salah satu alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik. Sementara barang bukti tersebut masih perlu dianalisis. Setelah dilakukan analisis, tuturnya, belum ditemukan cukup bukti untuk ditetapkan tersangka. Saat ini, penyidik menunggu proses keterangan ahli dan pihak perusahaan sendiri.
Seperi diketahui, Karhutla di Sumatera dan Kalimantan mengakibatkan kabut asap pekat yang hingga kini belum teratasi. Kesehatan, aktifitas ekonomi, pendidikan terganggu akibat kasus asap.
sumber : Republika
Diubah oleh crushing.kit 24-10-2015 04:26
0
3.8K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan