- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
WEEZER nyanyi HEAVY ROTATION (AKB48) pas di Jakarta


TS
breakerspirates
WEEZER nyanyi HEAVY ROTATION (AKB48) pas di Jakarta
Agan2, ini ada video singkat pas weezer konser di Indonesia..
Si Rivers Cuomo nyanyi Heavy Rotationnya AKB48..
ini video aslinya AKB48..
silakan di buffer!!!



buat yang ga tau weezer.. ini ada beberapa bacaan tentang weezer..
Konser Penantian 18 Tahun Weezer di Jakarta

Jakarta - Sejak meluncurkan album perdananya pada Mei 1994 silam, akhirnya Weezer tampil di hadapan para penggemar di Jakarta, Selasa (8/1/2013) malam. Penantian selama 18 tahun pun terbayarkan lewat aksi Rivers Cuomo cs yang interaktif dengan penonton.
Saat jumpa pers sehari sebelum penampilannya di Lapangan D, Senayan, para personel Weezer mengaku belum pernah mendengar tentang Indonesia sebelumnya. Tetapi, karena banyaknya permintaan dari penggemar di Indonesia lewat social media, serta dukungan mereka selama ini kepada band, Weezer pun merasa terpanggil.
Bahkan yang mengejutkan, Rivers Cuomo sang vokalis begitu fasih melafalkan beberapa kata dengan bahasa Indonesia. Selama interaksi bersama penonton di sepanjang konser, ia kerap melontarkan kalimat-kalimat yang terdengar lucu.
Jakarta adalah kota pertama yang dikunjungi band berusia 20 tahun itu dalam tur keliling dunianya, dan menjadi satu-satunya kota di Asia. Setelah itu, Weezer akan melanjutkan konser di Australia dan Amerika Serikat.
Sebelum konser dimulai, Rivers yang tampil smart casual dengan balutan jaket orange, terlebih dahulu melakukan cek sound singkat sambil melakukan gerakan pemanasan seperti olahragawan. Ia juga sempat meladeni permintaan foto dari penonton di barisan depan.
Tak lama kemudian, Patrick Wilson (Drum), Brian Bell (Gitar), Scott Shriner (Bass) muncul ke atas panggung. Kain besar berwarna emas dengan tulisan 'Weezer' dinaikkan.
"Kami Weezer," seru Rivers dengan bahasa Indonesia yang kemudian disambut teriakan penonton. Mereka kemudian langsung membawakan lagu 'I Want You To' sebagai pembuka konser.
Sesuai janjinya, Weezer membawakan lagu-lagu seperti, 'Pork And Beans' dan 'Troublemaker' dari The Red Album, 'Beverly Hills', 'Island In the Sun', 'Perfect Situation', hingga 'El Scorcho' dari album Pingkerton.
Dalam perjalanan kariernya Weezer telah menjadi salah satu band yang menentukan peta musik rock alternatif di industri musik dunia. Album pertama mereka The Blue Album yang dirilis pada Mei 1994 berhasil mendapatkan kategori triple platinum di Amerika, dan dobel platinum di Canada.
Pinkerton yang dirilis dua tahun kemudian, mungkin tak sesukses album sebelumnya, namun secara lambat laun album ini mendapat tempat di hati para penggemar, dan mampu bertengger peringkat 48 dari 100 album terbaik di era 1990-an versi Majalah Rolling Stones AS.
Kembali ke jalannya konser, Rivers Cuomo juga sempat menyuruh masing-masing teman bandnya untuk bernyanyi di awal konser. Yang cukup mengejutkan, Patrick Wilson, Brian Bell, Scott Shriner ternyata memiliki kualitas suara yang bisa disandingkan dengan vokalis band lain. Selain memainkan instrumen musik masing-masing, mereka juga menjadi backing vokal.
Usai membawakan lagu ke-11, 'Tired of Sex' para personel Weezer juga sepertinya sudah kelelahan. Mereka kemudian menghilang ke belakang panggung.
Namun, sekitar 10 ribu penonton yang memadati arena konser tak dibiarkan begitu saja menunggu idolanya kembali beraksi. Selama jeda, mereka disuguhkan foto-foto perjalanan band yang mulai terbentuk pada 1992 lalu itu.
Ada foto ketika Rivers Cuomo sedang berlatih karate, foto pertama kali untuk cover album, foto garasi yang menjadi tempat latihan pertama Weezer, ulasan pertama dari media setempat tentang Weezer (yang berisi kritik), hingga foto-foto yang menceritakan awal bergabungnya Brian Bell. Penonton tak hanya disuguhi penampilan musik secara live, namun juga visualisasi sejarah band tersebut.
Konser berlanjut dengan lagu-lagu seperti 'My Name Is Jonas', 'Undone', 'No One Else', 'In the Garage'. Rivers Cuomo telah mengganti kostum, dan terlihat lebih bad boy setelah melepas kacamatanya.
Di pertengahan konser, hujan sempat mengguyur sesaat, namun tak satupun penonton yang beranjak. Arena konser yang becek juga tak menjadi halangan untuk melompat dan berjoget sepanjang konser hingga 'Only In Dreams' dipilih sebagai penutup.
Lagu terakhir yang dinyanyikan Weezer itu, seolah memutuskan 'aliran listrik' dari penonton yang sedang berada dalam tekanan tinggi. Ribuan penonton masih bertahan mengharapkan encore, namun sosok yang ditunggu tak kunjung datang.
Total, Weezer menyanyikan 21 lagu dalam konser yang digelar Asia Live, BlackRock Entertainment, Marygops Studios dan StarD Protainment itu.
Beberapa lagu weezer yang keren2..
Si Rivers Cuomo nyanyi Heavy Rotationnya AKB48..

Spoiler for Videonya nih:

ini video aslinya AKB48..
Spoiler for Videonya nih:

silakan di buffer!!!



buat yang ga tau weezer.. ini ada beberapa bacaan tentang weezer..
Spoiler for Konser Penantian 18 tahun:
Konser Penantian 18 Tahun Weezer di Jakarta

Jakarta - Sejak meluncurkan album perdananya pada Mei 1994 silam, akhirnya Weezer tampil di hadapan para penggemar di Jakarta, Selasa (8/1/2013) malam. Penantian selama 18 tahun pun terbayarkan lewat aksi Rivers Cuomo cs yang interaktif dengan penonton.
Saat jumpa pers sehari sebelum penampilannya di Lapangan D, Senayan, para personel Weezer mengaku belum pernah mendengar tentang Indonesia sebelumnya. Tetapi, karena banyaknya permintaan dari penggemar di Indonesia lewat social media, serta dukungan mereka selama ini kepada band, Weezer pun merasa terpanggil.
Bahkan yang mengejutkan, Rivers Cuomo sang vokalis begitu fasih melafalkan beberapa kata dengan bahasa Indonesia. Selama interaksi bersama penonton di sepanjang konser, ia kerap melontarkan kalimat-kalimat yang terdengar lucu.
Jakarta adalah kota pertama yang dikunjungi band berusia 20 tahun itu dalam tur keliling dunianya, dan menjadi satu-satunya kota di Asia. Setelah itu, Weezer akan melanjutkan konser di Australia dan Amerika Serikat.
Sebelum konser dimulai, Rivers yang tampil smart casual dengan balutan jaket orange, terlebih dahulu melakukan cek sound singkat sambil melakukan gerakan pemanasan seperti olahragawan. Ia juga sempat meladeni permintaan foto dari penonton di barisan depan.
Tak lama kemudian, Patrick Wilson (Drum), Brian Bell (Gitar), Scott Shriner (Bass) muncul ke atas panggung. Kain besar berwarna emas dengan tulisan 'Weezer' dinaikkan.
"Kami Weezer," seru Rivers dengan bahasa Indonesia yang kemudian disambut teriakan penonton. Mereka kemudian langsung membawakan lagu 'I Want You To' sebagai pembuka konser.
Sesuai janjinya, Weezer membawakan lagu-lagu seperti, 'Pork And Beans' dan 'Troublemaker' dari The Red Album, 'Beverly Hills', 'Island In the Sun', 'Perfect Situation', hingga 'El Scorcho' dari album Pingkerton.
Dalam perjalanan kariernya Weezer telah menjadi salah satu band yang menentukan peta musik rock alternatif di industri musik dunia. Album pertama mereka The Blue Album yang dirilis pada Mei 1994 berhasil mendapatkan kategori triple platinum di Amerika, dan dobel platinum di Canada.
Pinkerton yang dirilis dua tahun kemudian, mungkin tak sesukses album sebelumnya, namun secara lambat laun album ini mendapat tempat di hati para penggemar, dan mampu bertengger peringkat 48 dari 100 album terbaik di era 1990-an versi Majalah Rolling Stones AS.
Kembali ke jalannya konser, Rivers Cuomo juga sempat menyuruh masing-masing teman bandnya untuk bernyanyi di awal konser. Yang cukup mengejutkan, Patrick Wilson, Brian Bell, Scott Shriner ternyata memiliki kualitas suara yang bisa disandingkan dengan vokalis band lain. Selain memainkan instrumen musik masing-masing, mereka juga menjadi backing vokal.
Usai membawakan lagu ke-11, 'Tired of Sex' para personel Weezer juga sepertinya sudah kelelahan. Mereka kemudian menghilang ke belakang panggung.
Namun, sekitar 10 ribu penonton yang memadati arena konser tak dibiarkan begitu saja menunggu idolanya kembali beraksi. Selama jeda, mereka disuguhkan foto-foto perjalanan band yang mulai terbentuk pada 1992 lalu itu.
Ada foto ketika Rivers Cuomo sedang berlatih karate, foto pertama kali untuk cover album, foto garasi yang menjadi tempat latihan pertama Weezer, ulasan pertama dari media setempat tentang Weezer (yang berisi kritik), hingga foto-foto yang menceritakan awal bergabungnya Brian Bell. Penonton tak hanya disuguhi penampilan musik secara live, namun juga visualisasi sejarah band tersebut.
Konser berlanjut dengan lagu-lagu seperti 'My Name Is Jonas', 'Undone', 'No One Else', 'In the Garage'. Rivers Cuomo telah mengganti kostum, dan terlihat lebih bad boy setelah melepas kacamatanya.
Di pertengahan konser, hujan sempat mengguyur sesaat, namun tak satupun penonton yang beranjak. Arena konser yang becek juga tak menjadi halangan untuk melompat dan berjoget sepanjang konser hingga 'Only In Dreams' dipilih sebagai penutup.
Lagu terakhir yang dinyanyikan Weezer itu, seolah memutuskan 'aliran listrik' dari penonton yang sedang berada dalam tekanan tinggi. Ribuan penonton masih bertahan mengharapkan encore, namun sosok yang ditunggu tak kunjung datang.
Total, Weezer menyanyikan 21 lagu dalam konser yang digelar Asia Live, BlackRock Entertainment, Marygops Studios dan StarD Protainment itu.
Spoiler for Weezer Cover Story:
Cover Story: Weezer : 21 Tahun Suka, Duka dan Kacamata

Jakarta - “Sebenarnya di tahun terakhir sma, di kelas perilaku manusia, salah satu tugasnya adalah menulis garis waktu untuk kehidupan saya. Dan saya berpikir akan menjadi rock star hingga usia 30, lalu menjadi komponis musik klasik hingga 40, lalu menjadi penulis hingga 50, lalu saya akan mati.”
Tampaknya jalan kehidupan Rivers Cuomo tak berjalan sesuai bayangannya ketika masih duduk di bangku SMA di Storrs, Connecticut, Amerika Serikat. Cuomo yang sedang duduk di depan saya dalam sebuah ruang konferensi di Hotel Shangri-la berusia 42 tahun, terlihat terlalu segar untuk ukuran seseorang yang baru mendarat di Jakarta dari Tokyo dengan setelan jas serta kacamata berbingkai tebal khasnya, dan – berdasarkan teriakan histeris yang menyambut aksinya dalam konser Weezer esok malamnya pada 8 Januari – masih mempertahankan status rock star-nya. Bersama anggota Weezer lainnya, Cuomo sang vokalis dan gitaris sedang membandingkan cita-cita sewaktu SMA dengan keadaan mereka sekarang.
“Saya tidak ada kelas perilaku manusia, jadi saya tak pernah menulis itu,” kata Brian Bell, gitaris-keyboardist yang terkenal karena selera fashion-nya yang berkelas, 44 tahun.
“Saya bahagia karena masih hidup!” ujar Scott Shriner, bassist yang bertato di sekujur tubuhnya yang kekar, 47 tahun. “Ya, saya juga,” kata Patrick Wilson, drummer santai berbadan bongsor, 43 tahun.
Kisah Weezer berawal di tahun 1992, beberapa tahun setelah para anggota pendirinya hijrah dari kota asal masing-masing ke Los Angeles demi mewujudkan mimpi menjadi musisi. Cuomo, yang menggemari grup-grup rock seperti Kiss, Quiet Riot, Judas Priest dan Iron Maiden, pindah bersama band metal Avant Garde yang terdiri dari teman-teman SMA-nya di Storrs.
Sambil berusaha mewujudkan impiannya, Cuomo bekerja di toko musik Tower Records. Pat Finn, rekan kerja Cuomo, memperkenalkannya kepada teman-teman yang kelak mendirikan Weezer bersamanya, yakni Wilson, bassist Matt Sharp dan gitaris Jason Cropper.
Finn juga berteman dengan Karl Koch, yang hingga kini setia menemani Weezer dalam berbagai kapasitas, termasuk mendokumentasikan sejarah band itu dari awal berdiri. Kerajinan Koch dalam mengabadikan perjalan-an Weezer sudah menghasilkan DVD Video Capture Device, dan arsip artefak serta kisah-kisah seputar band itu juga akan dijadikan buku dengan judul tentatif yang terilham oleh komentar ibu Koch tentang anaknya: That Kid’s Got Stuff.
Setelah Avant Garde ganti nama menjadi Zoom dan kemudian bubar, pengaruh Finn dan wawasan musik yang semakin luas membuat Cuomo berpaling dari musik metal dan mulai menggemari musik alternative rock yang sedang naik daun. “Kami menggemari Pixies sebelum Nirvana meledak. Dan The Velvet Underground juga penting bagi saya ketika itu, sekitar 1990?” kata Cuomo. “Dan tentu saja kami mendengar Nirvana juga, seperti Sliver dan Bleach, setiap hari saat menuju latihan.”
Cuomo mulai banyak menulis musik yang mencerminkan inspirasi barunya, dan kualitas lagu-lagu ciptaannya seperti “Only In Dreams” dan “Undone – The Sweater Song” memicu antusiasme Wilson, Sharp dan Cropper. Mereka sepakat untuk mendirikan Weezer, yang namanya diambil dari julukan masa kecil Cuomo akibat penyakit asmanya. Namun ketika Weezer mulai tampil dalam berbagai acara di L.A., publik tak memiliki antusiasme yang sama untuk musik mereka.
Salah satu perkecualiannya adalah Bell, pindahan dari Knoxville, Tennessee yang ketika itu menjadi bassist di Carnival Art. “Saya sangat terpukau dengan apa yang saya dengar. Mereka selalu menanyakan pendapat saya, dan saya berkata, ‘Kalian tak bisa memba-yangkan. Ini akan jadi besar,’ ” katanya.
Akhirnya Bell terbukti benar, dan Geffen Records memberi kontrak rekaman. Dalam proses rekaman album pertama yang ber-awal pada Agustus 1993 bersama Ric Ocasek dari The Cars sebagai produser, Cropper keluar dari Weezer dan kembali ke L.A. untuk mengurus pacarnya yang hamil. Bell langsung setuju ketika diajak bergabung di Weezer sebagai pengganti Cropper. “Saya yakin dengan band ini saat nonton mereka sebelum bergabung, tapi ketika mendengar albumnya, saya tahu telah ikut serta dalam sesuatu yang besar,” kata Bell.
Album debut Weezer yang berjudul Weezer tapi lebih dikenal sebagai The Blue Album–karena warna biru yang dominan di sampulnya–dirilis pada Mei 1994, sebulan setelah Kurt Cobain, vokalis Nirvana, bunuh diri. “Dia mungkin akan menyukai album kami. Itu yang kami pikirkan,” kata Bell, sebelum bertanya ke Cuomo, “Ingat obrolan kami? ‘Kira-kira apa pendapat Kurt tentang album kita? Kita takkan pernah tahu.’”
Pada awalnya, antusiasme terhadap album pertama Weezer tidak spektakuler, tapi lama-kelamaan mencuri perhatian. Video-video unik arahan Spike Jonze untuk “Undone – The Sweater Song” dan “Buddy Holly” akhirnya sering diputar di MTV, sehingga publik menjadi terpikat oleh musik Weezer yang catchy, lirik yang cerdas dan penampilan mereka yang lebih mirip kutu buku daripada rock star. Selain itu, perubahan selera penggemar musik setelah kesuraman era grunge membuat musik Weezer yang relatif lebih ceria dapat diterima.
“Kira-kira apa yang akan terjadi jika kami mencoba mengeluarkan album di tahun ’92, ’91?” kata Cuomo. “Rasanya di sekitar tahun ’94, orang-orang sudah siap untuk sesuatu yang tidak terlalu grunge. Beck muncul di saat yang sama, dan Green Day, dan Beastie Boys.” Hingga saat ini, The Blue Album terjual lebih dari tiga juta kopi di seluruh dunia, dan merupakan album Weezer yang terlaris.
Walau impian cuomo untuk menjadi rock star terwujud, setelah tur mempromosikan The Blue Album selesai di tahun 1995 dia malah kembali menjadi manusia “normal” dengan kuliah di Harvard, Boston, mengambil studi komposisi musik klasik, sebelum ganti jurusan menjadi Sastra Inggris. Para anggota Weezer lainnya mengisi kekosongan ini dengan proyek-proyek lain, termasuk The Rentals milik Sharp yang cukup sukses lewat album Return Of The Rentals yang dirilis oleh perusahaan rekaman milik Madonna, Maverick Records.
Sementara Sharp sukses bersama The Rentals, Cuomo menjalani kehidupan yang menyiksa sebagai mahasiswa. Sebelum kuliah, dia menjalani operasi untuk memperpanjang kaki kirinya yang pertumbuhannya terganggu sejak masih kecil. Akibat operasi tersebut, Cuomo terpaksa berjalan dengan bantuan tongkat, dan jenggot tebal yang tumbuh di wajahnya membuatnya semakin sulit dikenali sesama mahasiswa sebagai musisi terkenal. Kondisi tersebut membuatnya merasa terisolasi, dan perasaan frustrasinya dicurahkan ke dalam lagu-lagu yang masuk ke album kedua Weezer, Pinkerton, yang dirilis pada September 1996.
Namun Pinkerton yang lebih suram, melankolis dan agresif tidak mendapat respon sebaik album sebelumnya, suatu hal yang membuat Cuomo kecewa karena tidak sesuai dengan harapannya. “Saya sempat berpikir ini album paling luar biasa sepanjang masa!” katanya sekarang. Pukulan eksternal ini disertai kondisi internal yang kurang harmonis akibat sikap Cuomo yang cenderung otoriter terhadap anggota Weezer lainnya. “Karena kami semua begitu muda dan tidak berpengalaman dalam menghadapi krisis, ditambah komunikasi buruk, masa itu terasa begitu kacau tanpa solusi,” kata Karl Koch melalui e-mail.
Setelah tur Pinkerton usai, di akhir 1997 Sharp keluar dari Weezer agar bisa lebih fokus pada The Rentals. Tanpa menyelesaikan studinya di Harvard, Cuomo kembali ke Los Angeles dan menempati sebuah apartemen bersama Mikey Welsh yang sempat bermain musik bersamanya di Boston, dan resmi diangkat sebagai bassist baru Weezer di tahun 1998. Cuomo kembali menulis lagu, tapi hasilnya kurang memuaskan. Pada September 2011, Welsh menulis di halaman Facebook-nya tentang masa itu: “Di saat itu saya merasa bahwa Rivers kehilangan arah, bahwa dia kehilangan inspirasinya. Saya percaya inspirasinya adalah Matt Sharp, tapi kini Matt sudah pergi, dan hanya ada saya.”
Akhirnya di tahun 2000, Cuomo berhasil menciptakan sejumlah lagu baru yang dinilai layak, dan Weezer aktif kembali. Setelah absen selama hampir tiga tahun, Weezer kembali tampil di depan umum dan terkejut karena massa penggemarnya bertambah pesat di luar dugaan, antara lain karena semakin populernya Pinkerton berkat pujian dari mulut ke mulut para penggemar musik di Internet. Akhirnya, curahan hati Cuomo menemukan apresiasi selayaknya.
“Pinkerton terdengar relevan bagi saya sekarang, dan terdengar seperti akan tetap terdengar luar biasa hingga akhir waktu,” kata Shriner.
Ketika Weezer ikut Vans Warped Tour, yang juga menampilkan band-band seperti Green Day dan The Mighty Mighty Bosstones, para anggotanya khawatir akan mendapat respons yang buruk dari penonton yang lebih menyukai punk rock dan ska. Tapi ketika Welsh menyaksikan penampilan The Mighty Mighty Bosstones, penonton malah meneriakkan nama band yang akan main setelah mereka, yakni Weezer. “Saya tidak menonton sisa penampilan Bosstones, saya kembali ke ruang ganti kami sambil tersenyum lebar,” tulis Welsh di Facebook.
Akhirnya pada Mei 2001, Weezer mengeluarkan album ketiganya yang juga berjudul Weezer, tapi lebih dikenal sebagai The Green Album karena warna hijau yang dominan di sampulnya. Ric Ocasek kembali bertindak sebagai produser, dan hasilnya adalah 10 lagu rock yang simpel, bertolak belakang dengan Pinkerton. Alhasil, nama Weezer kembali melejit berkat lagu-lagu seperti “Hash Pipe” dan “Island In The Sun”.

Jakarta - “Sebenarnya di tahun terakhir sma, di kelas perilaku manusia, salah satu tugasnya adalah menulis garis waktu untuk kehidupan saya. Dan saya berpikir akan menjadi rock star hingga usia 30, lalu menjadi komponis musik klasik hingga 40, lalu menjadi penulis hingga 50, lalu saya akan mati.”
Tampaknya jalan kehidupan Rivers Cuomo tak berjalan sesuai bayangannya ketika masih duduk di bangku SMA di Storrs, Connecticut, Amerika Serikat. Cuomo yang sedang duduk di depan saya dalam sebuah ruang konferensi di Hotel Shangri-la berusia 42 tahun, terlihat terlalu segar untuk ukuran seseorang yang baru mendarat di Jakarta dari Tokyo dengan setelan jas serta kacamata berbingkai tebal khasnya, dan – berdasarkan teriakan histeris yang menyambut aksinya dalam konser Weezer esok malamnya pada 8 Januari – masih mempertahankan status rock star-nya. Bersama anggota Weezer lainnya, Cuomo sang vokalis dan gitaris sedang membandingkan cita-cita sewaktu SMA dengan keadaan mereka sekarang.
“Saya tidak ada kelas perilaku manusia, jadi saya tak pernah menulis itu,” kata Brian Bell, gitaris-keyboardist yang terkenal karena selera fashion-nya yang berkelas, 44 tahun.
“Saya bahagia karena masih hidup!” ujar Scott Shriner, bassist yang bertato di sekujur tubuhnya yang kekar, 47 tahun. “Ya, saya juga,” kata Patrick Wilson, drummer santai berbadan bongsor, 43 tahun.
Kisah Weezer berawal di tahun 1992, beberapa tahun setelah para anggota pendirinya hijrah dari kota asal masing-masing ke Los Angeles demi mewujudkan mimpi menjadi musisi. Cuomo, yang menggemari grup-grup rock seperti Kiss, Quiet Riot, Judas Priest dan Iron Maiden, pindah bersama band metal Avant Garde yang terdiri dari teman-teman SMA-nya di Storrs.
Sambil berusaha mewujudkan impiannya, Cuomo bekerja di toko musik Tower Records. Pat Finn, rekan kerja Cuomo, memperkenalkannya kepada teman-teman yang kelak mendirikan Weezer bersamanya, yakni Wilson, bassist Matt Sharp dan gitaris Jason Cropper.
Finn juga berteman dengan Karl Koch, yang hingga kini setia menemani Weezer dalam berbagai kapasitas, termasuk mendokumentasikan sejarah band itu dari awal berdiri. Kerajinan Koch dalam mengabadikan perjalan-an Weezer sudah menghasilkan DVD Video Capture Device, dan arsip artefak serta kisah-kisah seputar band itu juga akan dijadikan buku dengan judul tentatif yang terilham oleh komentar ibu Koch tentang anaknya: That Kid’s Got Stuff.
Setelah Avant Garde ganti nama menjadi Zoom dan kemudian bubar, pengaruh Finn dan wawasan musik yang semakin luas membuat Cuomo berpaling dari musik metal dan mulai menggemari musik alternative rock yang sedang naik daun. “Kami menggemari Pixies sebelum Nirvana meledak. Dan The Velvet Underground juga penting bagi saya ketika itu, sekitar 1990?” kata Cuomo. “Dan tentu saja kami mendengar Nirvana juga, seperti Sliver dan Bleach, setiap hari saat menuju latihan.”
Cuomo mulai banyak menulis musik yang mencerminkan inspirasi barunya, dan kualitas lagu-lagu ciptaannya seperti “Only In Dreams” dan “Undone – The Sweater Song” memicu antusiasme Wilson, Sharp dan Cropper. Mereka sepakat untuk mendirikan Weezer, yang namanya diambil dari julukan masa kecil Cuomo akibat penyakit asmanya. Namun ketika Weezer mulai tampil dalam berbagai acara di L.A., publik tak memiliki antusiasme yang sama untuk musik mereka.
Salah satu perkecualiannya adalah Bell, pindahan dari Knoxville, Tennessee yang ketika itu menjadi bassist di Carnival Art. “Saya sangat terpukau dengan apa yang saya dengar. Mereka selalu menanyakan pendapat saya, dan saya berkata, ‘Kalian tak bisa memba-yangkan. Ini akan jadi besar,’ ” katanya.
Akhirnya Bell terbukti benar, dan Geffen Records memberi kontrak rekaman. Dalam proses rekaman album pertama yang ber-awal pada Agustus 1993 bersama Ric Ocasek dari The Cars sebagai produser, Cropper keluar dari Weezer dan kembali ke L.A. untuk mengurus pacarnya yang hamil. Bell langsung setuju ketika diajak bergabung di Weezer sebagai pengganti Cropper. “Saya yakin dengan band ini saat nonton mereka sebelum bergabung, tapi ketika mendengar albumnya, saya tahu telah ikut serta dalam sesuatu yang besar,” kata Bell.
Album debut Weezer yang berjudul Weezer tapi lebih dikenal sebagai The Blue Album–karena warna biru yang dominan di sampulnya–dirilis pada Mei 1994, sebulan setelah Kurt Cobain, vokalis Nirvana, bunuh diri. “Dia mungkin akan menyukai album kami. Itu yang kami pikirkan,” kata Bell, sebelum bertanya ke Cuomo, “Ingat obrolan kami? ‘Kira-kira apa pendapat Kurt tentang album kita? Kita takkan pernah tahu.’”
Pada awalnya, antusiasme terhadap album pertama Weezer tidak spektakuler, tapi lama-kelamaan mencuri perhatian. Video-video unik arahan Spike Jonze untuk “Undone – The Sweater Song” dan “Buddy Holly” akhirnya sering diputar di MTV, sehingga publik menjadi terpikat oleh musik Weezer yang catchy, lirik yang cerdas dan penampilan mereka yang lebih mirip kutu buku daripada rock star. Selain itu, perubahan selera penggemar musik setelah kesuraman era grunge membuat musik Weezer yang relatif lebih ceria dapat diterima.
“Kira-kira apa yang akan terjadi jika kami mencoba mengeluarkan album di tahun ’92, ’91?” kata Cuomo. “Rasanya di sekitar tahun ’94, orang-orang sudah siap untuk sesuatu yang tidak terlalu grunge. Beck muncul di saat yang sama, dan Green Day, dan Beastie Boys.” Hingga saat ini, The Blue Album terjual lebih dari tiga juta kopi di seluruh dunia, dan merupakan album Weezer yang terlaris.
Walau impian cuomo untuk menjadi rock star terwujud, setelah tur mempromosikan The Blue Album selesai di tahun 1995 dia malah kembali menjadi manusia “normal” dengan kuliah di Harvard, Boston, mengambil studi komposisi musik klasik, sebelum ganti jurusan menjadi Sastra Inggris. Para anggota Weezer lainnya mengisi kekosongan ini dengan proyek-proyek lain, termasuk The Rentals milik Sharp yang cukup sukses lewat album Return Of The Rentals yang dirilis oleh perusahaan rekaman milik Madonna, Maverick Records.
Sementara Sharp sukses bersama The Rentals, Cuomo menjalani kehidupan yang menyiksa sebagai mahasiswa. Sebelum kuliah, dia menjalani operasi untuk memperpanjang kaki kirinya yang pertumbuhannya terganggu sejak masih kecil. Akibat operasi tersebut, Cuomo terpaksa berjalan dengan bantuan tongkat, dan jenggot tebal yang tumbuh di wajahnya membuatnya semakin sulit dikenali sesama mahasiswa sebagai musisi terkenal. Kondisi tersebut membuatnya merasa terisolasi, dan perasaan frustrasinya dicurahkan ke dalam lagu-lagu yang masuk ke album kedua Weezer, Pinkerton, yang dirilis pada September 1996.
Namun Pinkerton yang lebih suram, melankolis dan agresif tidak mendapat respon sebaik album sebelumnya, suatu hal yang membuat Cuomo kecewa karena tidak sesuai dengan harapannya. “Saya sempat berpikir ini album paling luar biasa sepanjang masa!” katanya sekarang. Pukulan eksternal ini disertai kondisi internal yang kurang harmonis akibat sikap Cuomo yang cenderung otoriter terhadap anggota Weezer lainnya. “Karena kami semua begitu muda dan tidak berpengalaman dalam menghadapi krisis, ditambah komunikasi buruk, masa itu terasa begitu kacau tanpa solusi,” kata Karl Koch melalui e-mail.
Setelah tur Pinkerton usai, di akhir 1997 Sharp keluar dari Weezer agar bisa lebih fokus pada The Rentals. Tanpa menyelesaikan studinya di Harvard, Cuomo kembali ke Los Angeles dan menempati sebuah apartemen bersama Mikey Welsh yang sempat bermain musik bersamanya di Boston, dan resmi diangkat sebagai bassist baru Weezer di tahun 1998. Cuomo kembali menulis lagu, tapi hasilnya kurang memuaskan. Pada September 2011, Welsh menulis di halaman Facebook-nya tentang masa itu: “Di saat itu saya merasa bahwa Rivers kehilangan arah, bahwa dia kehilangan inspirasinya. Saya percaya inspirasinya adalah Matt Sharp, tapi kini Matt sudah pergi, dan hanya ada saya.”
Akhirnya di tahun 2000, Cuomo berhasil menciptakan sejumlah lagu baru yang dinilai layak, dan Weezer aktif kembali. Setelah absen selama hampir tiga tahun, Weezer kembali tampil di depan umum dan terkejut karena massa penggemarnya bertambah pesat di luar dugaan, antara lain karena semakin populernya Pinkerton berkat pujian dari mulut ke mulut para penggemar musik di Internet. Akhirnya, curahan hati Cuomo menemukan apresiasi selayaknya.
“Pinkerton terdengar relevan bagi saya sekarang, dan terdengar seperti akan tetap terdengar luar biasa hingga akhir waktu,” kata Shriner.
Ketika Weezer ikut Vans Warped Tour, yang juga menampilkan band-band seperti Green Day dan The Mighty Mighty Bosstones, para anggotanya khawatir akan mendapat respons yang buruk dari penonton yang lebih menyukai punk rock dan ska. Tapi ketika Welsh menyaksikan penampilan The Mighty Mighty Bosstones, penonton malah meneriakkan nama band yang akan main setelah mereka, yakni Weezer. “Saya tidak menonton sisa penampilan Bosstones, saya kembali ke ruang ganti kami sambil tersenyum lebar,” tulis Welsh di Facebook.
Akhirnya pada Mei 2001, Weezer mengeluarkan album ketiganya yang juga berjudul Weezer, tapi lebih dikenal sebagai The Green Album karena warna hijau yang dominan di sampulnya. Ric Ocasek kembali bertindak sebagai produser, dan hasilnya adalah 10 lagu rock yang simpel, bertolak belakang dengan Pinkerton. Alhasil, nama Weezer kembali melejit berkat lagu-lagu seperti “Hash Pipe” dan “Island In The Sun”.
Beberapa lagu weezer yang keren2..
Spoiler for Say it ain't so:

Spoiler for El Scorcho:

Spoiler for Island in the Sun:

Spoiler for Buddy Holly:

Spoiler for Pork and Beans:

Spoiler for Undone - The Sweater Song:

Diubah oleh breakerspirates 09-06-2013 06:28
0
5.7K
Kutip
45
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan