- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mana Logika PDIP Mega Usul Revisi UU KPK?


TS
adhyatmoko
Mana Logika PDIP Mega Usul Revisi UU KPK?
Benarkah draf revisi UU KPK telah digodog dan lolos dari Baleg dengan mengusung naskah akademis? Argumentasi valid dan penalaran logis dari PDIP untuk mendukung usulan merevisi UU KPK ditunggu-tunggu. Namun, sebaliknya didapati banyak kesesatan berpikir yang makin meyakinkan bahwa PDIP tampak bias atau tendensius ketimbang berakal sehat.
1. ignoratio elenchi (missing the point)
PDIP mengeluhkan kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang untuk melakukan penyadapan oleh oknum di KPK. Selanjutnya, revisi UU KPK bertujuan membatasi kewenangan penyadapan oleh KPK dan mengatur prosedur perizinannya lewat pengadilan. Mengapa penyadapan harus melalui perizinan dari lembaga lain yang belum tentu pimpinannya tidak sedang atau tidak akan terlibat kasus korupsi yang tengah diselidiki? Lagipula, penyadapan mesti dilakukan secara rahasia.
Alasan kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang untuk melakukan penyadapan tidak menjawab persoalan tentang perlunya izin dari pengadilan karena tidak memiliki korelasi.
Contoh:
Sebuah mobil dipakai untuk tindak kejahatan. Ternyata, si pengemudi tidak memiliki SIM. Dapatkah ditarik kesimpulan bahwa kejahatan itu terjadi karena si pengemudi tidak memiliki SIM?
Mekanisme penyadapan berperan penting dalam upaya tangkap tangan dan memiliki efek pencegahan. Apabila terjadi indikasi pengalahgunaan, audit bisa dijalankan dan dapat diketahui bentuk pelanggaran itu etik atau pidana.
2. strawman fallacy
Tak hanya PDIP, banyak anggota dewan beranggapan bahwa KPK adalah lembaga ad hoc yang sewaktu-waktu dapat dibubarkan.
Istilah ad hoc (latin) tidak berarti sementara, melainkan dibentuk dengan tujuan khusus. Tidak terdapat alasan pembubaran KPK hanya karena eksistensinya untuk menangani korupsi.
Penggunaan istilah yang tidak tepat membuat Sekjen PDIP, Hasto sendiri mengatakan bahwa tidak ada pemberantasan korupsi yang bersifat ad hoc. Pemberantasan korupsi bersifat permanen (Sumber: Liputan6.com).
Jika KPK ialah lembaga ad hoc, artinya tidak dapat menangani perkara tindak pidana lainnya, kecuali korupsi.
3. Denying the antecedent
Mega menyatakan, “Kalau kita berhenti, tidak korupsi, ya tentu saja KPK tidak ada lagi.” Pernyataan ini memiliki pola berikut:
Kalau ada korupsi, maka ada KPK.
Tidak korupsi, maka KPK tidak ada lagi.
Pola pemikiran seperti di atas acapkali ditemui. Kesalahannya terletak pada the consequent, yakni kesimpulan bahwa “KPK tidak ada lagi”. Walaupun tidak ada korupsi, mungkin KPK masih ada untuk mencegah korupsi terjadi kembali.
4. Hypothesis Contrary to Fact
Pernyataan “Tidak korupsi, maka KPK tidak ada lagi” ialah spekulasi belaka dengan menganggap kejadian yang akan datang adalah fakta.
Mega seakan lupa di masa Orde Baru saat tidak ada KPK, korupsi merajalela.
1. ignoratio elenchi (missing the point)
PDIP mengeluhkan kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang untuk melakukan penyadapan oleh oknum di KPK. Selanjutnya, revisi UU KPK bertujuan membatasi kewenangan penyadapan oleh KPK dan mengatur prosedur perizinannya lewat pengadilan. Mengapa penyadapan harus melalui perizinan dari lembaga lain yang belum tentu pimpinannya tidak sedang atau tidak akan terlibat kasus korupsi yang tengah diselidiki? Lagipula, penyadapan mesti dilakukan secara rahasia.
Alasan kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang untuk melakukan penyadapan tidak menjawab persoalan tentang perlunya izin dari pengadilan karena tidak memiliki korelasi.
Contoh:
Sebuah mobil dipakai untuk tindak kejahatan. Ternyata, si pengemudi tidak memiliki SIM. Dapatkah ditarik kesimpulan bahwa kejahatan itu terjadi karena si pengemudi tidak memiliki SIM?
Mekanisme penyadapan berperan penting dalam upaya tangkap tangan dan memiliki efek pencegahan. Apabila terjadi indikasi pengalahgunaan, audit bisa dijalankan dan dapat diketahui bentuk pelanggaran itu etik atau pidana.
2. strawman fallacy
Tak hanya PDIP, banyak anggota dewan beranggapan bahwa KPK adalah lembaga ad hoc yang sewaktu-waktu dapat dibubarkan.
Istilah ad hoc (latin) tidak berarti sementara, melainkan dibentuk dengan tujuan khusus. Tidak terdapat alasan pembubaran KPK hanya karena eksistensinya untuk menangani korupsi.
Penggunaan istilah yang tidak tepat membuat Sekjen PDIP, Hasto sendiri mengatakan bahwa tidak ada pemberantasan korupsi yang bersifat ad hoc. Pemberantasan korupsi bersifat permanen (Sumber: Liputan6.com).
Jika KPK ialah lembaga ad hoc, artinya tidak dapat menangani perkara tindak pidana lainnya, kecuali korupsi.
3. Denying the antecedent
Mega menyatakan, “Kalau kita berhenti, tidak korupsi, ya tentu saja KPK tidak ada lagi.” Pernyataan ini memiliki pola berikut:
Kalau ada korupsi, maka ada KPK.
Tidak korupsi, maka KPK tidak ada lagi.
Pola pemikiran seperti di atas acapkali ditemui. Kesalahannya terletak pada the consequent, yakni kesimpulan bahwa “KPK tidak ada lagi”. Walaupun tidak ada korupsi, mungkin KPK masih ada untuk mencegah korupsi terjadi kembali.
4. Hypothesis Contrary to Fact
Pernyataan “Tidak korupsi, maka KPK tidak ada lagi” ialah spekulasi belaka dengan menganggap kejadian yang akan datang adalah fakta.
Mega seakan lupa di masa Orde Baru saat tidak ada KPK, korupsi merajalela.
Diubah oleh adhyatmoko 20-01-2018 20:40
0
875
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan