- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Utang Terus Nambah, Awas Indonesia Seperti Yunani.


TS
rajabergetar
Utang Terus Nambah, Awas Indonesia Seperti Yunani.
RMOL. Publik media sosial ramai membicarakan jumlah utang pemerintah Indonesia yang tembus Rp 2.171 triliun hingga Juni 2015. Tweeps khawatir, Indonesia bakal bernasib sama seperti Yunani.
Melalui jejaring sosial Twitter, akun @MuslikWieera mewanti-wanti pemerintah supaya mengambil pelajaran dari kasus utang Yunani. Dia khawatir, Indonesia tidak mampu membayar utang-utang tersebut. "Kebanyakan utang, hati-hati. Nanti kayak Yunani tuh," kicaunya.
Akun @RidwanArfio mencibir, perilaku pejabat yang sibuk dengan melakukan pencitraan. Namun utang pemerintah terus meningkat setiap bulannya. "Utang semakin banyak! Tapi pejabat-pejabat kita lagaknya pada sok borju. Malu sama utang bro. Cc @jokowi @Pak_JK," cuitnya.
Akun @FlurPersib19 meminta pemerintah mencari jalan keluar agar Indonesia mampu melunasi seluruh utangnya.
"Harus cari solusi supaya RI tidak begitu banyak berutang kepada luar negeri!" kicaunya.
Akun @arpazza menyindir, jumlah utang pemerintah sebagai prestasi kabinet kerja. "Prestasi bapak Presiden Jokowi dan kawan-kawannya," sindirnya.
Akun @ibnu_dr kecewa dengan jumlah utang pemerintah yang semakin banyak. Apalagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus anjlok. "Utang naik, rupiah jatuh," kicaunya.
Akun @Zain_Arief1991 berpendapat, Indonesia seharusnya mampu melunasi utang-utangnya sejak lama. Namun, hal tersebut sulit diraih karena buruknya sistem birokrasi pemerintah.
"Haruskah negara ini yang seharusnya maju malah terbelakang setelah berkembang. Woi para aparatur negara, bijaklah!" kicaunya.
Akun @ArtauliTiorida berkelakar, utang tersebut dialokasikan pemerintah untuk program pencitraan. "Ya habis pencitraan terus kerjaannya. Bagaimana mau benar," kicaunya.
Berbeda, tweeps @Anton_29926 menilai, tidak masalah utang pemerintah Indonesia meningkat pada bulan Juni ini. Asalkan, pendapatan negara harus lebih tinggi. "Yang penting pendapatan negara minimal Rp 2.864,19 triliun. Wajar-wajar sajalah," kicaunya.
Pada laman detik.com, akun swald @wipershadoq mengungkapkan kekesalannya. Dia khawatir pemerintah akan membuat kebijakan yang merugikan masyarakat karena jumlah utang semakin besar.
"Utang ditambah akibatnya pajak dinaikkan atau jenis pajak ditambah, di lain sisi harga BBM dinaikkan. Hukum disabotase," katanya.
Akun agus_pras @agus_pras menyebut, kalau utang pemerintah saat ini mengalahkan periode sebelumnya. "Utang dua kali lipat setelah zaman ORBA. Nggak ada prestasi zaman reformasi. Dolar AS naik terus. Utang naik terus, bahan pangan impor terus, subsidi dicabut biar nggak dibakar tapi utang tetap naik," katanya.
Sebaliknya, akun rudiepri @rudiepri menilai, sebesar apapun utang pemerintah tidak akan berbahaya jika dikelola dengan baik. Dia menyarankan, agar pemerintah dapat meniru negara lain yang sukses mengelola utangnya.
"Kalau dibandingkan produk domestik bruto (PDB) sekitar 25,9 persen itu masih sehat walaupun nilainya besar. Tapi lebih baik diturunin lagi kalau bisa di bawah 20 persen dari PDB, dan tirulah Jepang. Utang lebih dari 400 persen dari PDB tapi tidak kolaps karena utang Jepang itu ke rakyatnya sendiri, bukan ke luar negeri," cuitnya.
Akun Sativa13 @sativa bilang, utang pemerintah harus mampu meningkatkan proses pembangunan di dalam negeri. Sehingga beberapa tahun ke depan, Indonesia mendapatkan hasilnya.
"Tidak masalah, asal utang itu benar-benar bisa menstimulasi pembangunan Indonesia. Hutang 1 milyar menghasilkan asset 100 miliar, seharusnya seperti itu," ujarnya.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, peningkatan utang pemerintah tidak memberikan dampak negatif jika diatur secara efektif. "Manajemen utang dan penggunaan utang harus baik. Karena utang bertambah namun penerimaan negara semakin berkurang," katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia berpendapat, penyebab utang Indonesia selalu bertambah dan menjadi beban bagi pemerintah periode selanjutnya karena adanya kesalahan dalam mengelolanya. Untuk itu, saran Enny, sebaiknya pemerintah mengatur strategi dalam mengelola utang luar negeri.
"Mungkin pemerintah saat ini bisa saja menganggap sumber utang-utang tersebut adalah kesalahan dari masa lalu. Namun, pemerintah sekarang harus mampu mengatur keperluan dari utang itu untuk apa, misalnya untuk keperluan jangka panjang," jelasnya.
Dia menyarankan, utang pemerintah ini harus memberikan manfaat bagi pembangunan di Indonesia, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. "Utang tersebut harus mampu memberikan stimulus untuk jangka pendek, seperti untuk keperluan pembangunan irigasi," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah pusat mencatatkan total utang naik sekitar Rp 21 triliun dari Rp 2.843,25 triliun hingga Mei 2015 menjadi Rp 2.864,18 triliun hingga Juni 2015.
Mengutip situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Jumat (24/7), utang pemerintah sebagian besar dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 2.171,24 triliun hingga Juni 2015 atau sekitar 75,8 persen dari total utang pemerintah hingga Mei 2015 sebesar Rp 2.151,58 triliun.
Surat Berharga Negara (SBN) terdiri dari denominasi valas mencapai Rp 554,29 triliun hingga Juni 2015 dari periode Mei 2015 sebesar Rp 548,77 triliun. Kemudian SBN denominasi rupiah mencapai Rp 1.616,95 triliun atau sekitar 56,5 persen dari total utang.
Selain itu, total pinjaman luar negeri mencapai Rp 692,94 triliun hingga Juni 2015 (24,1 persen dari total utang pemerintah) dari periode Mei 2015 sebesar Rp 688,31 triliun. ***
http://www.rmol.co/read/2015/07/27/2...medium=twitter
Melalui jejaring sosial Twitter, akun @MuslikWieera mewanti-wanti pemerintah supaya mengambil pelajaran dari kasus utang Yunani. Dia khawatir, Indonesia tidak mampu membayar utang-utang tersebut. "Kebanyakan utang, hati-hati. Nanti kayak Yunani tuh," kicaunya.
Akun @RidwanArfio mencibir, perilaku pejabat yang sibuk dengan melakukan pencitraan. Namun utang pemerintah terus meningkat setiap bulannya. "Utang semakin banyak! Tapi pejabat-pejabat kita lagaknya pada sok borju. Malu sama utang bro. Cc @jokowi @Pak_JK," cuitnya.
Akun @FlurPersib19 meminta pemerintah mencari jalan keluar agar Indonesia mampu melunasi seluruh utangnya.
"Harus cari solusi supaya RI tidak begitu banyak berutang kepada luar negeri!" kicaunya.
Akun @arpazza menyindir, jumlah utang pemerintah sebagai prestasi kabinet kerja. "Prestasi bapak Presiden Jokowi dan kawan-kawannya," sindirnya.
Akun @ibnu_dr kecewa dengan jumlah utang pemerintah yang semakin banyak. Apalagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus anjlok. "Utang naik, rupiah jatuh," kicaunya.
Akun @Zain_Arief1991 berpendapat, Indonesia seharusnya mampu melunasi utang-utangnya sejak lama. Namun, hal tersebut sulit diraih karena buruknya sistem birokrasi pemerintah.
"Haruskah negara ini yang seharusnya maju malah terbelakang setelah berkembang. Woi para aparatur negara, bijaklah!" kicaunya.
Akun @ArtauliTiorida berkelakar, utang tersebut dialokasikan pemerintah untuk program pencitraan. "Ya habis pencitraan terus kerjaannya. Bagaimana mau benar," kicaunya.
Berbeda, tweeps @Anton_29926 menilai, tidak masalah utang pemerintah Indonesia meningkat pada bulan Juni ini. Asalkan, pendapatan negara harus lebih tinggi. "Yang penting pendapatan negara minimal Rp 2.864,19 triliun. Wajar-wajar sajalah," kicaunya.
Pada laman detik.com, akun swald @wipershadoq mengungkapkan kekesalannya. Dia khawatir pemerintah akan membuat kebijakan yang merugikan masyarakat karena jumlah utang semakin besar.
"Utang ditambah akibatnya pajak dinaikkan atau jenis pajak ditambah, di lain sisi harga BBM dinaikkan. Hukum disabotase," katanya.
Akun agus_pras @agus_pras menyebut, kalau utang pemerintah saat ini mengalahkan periode sebelumnya. "Utang dua kali lipat setelah zaman ORBA. Nggak ada prestasi zaman reformasi. Dolar AS naik terus. Utang naik terus, bahan pangan impor terus, subsidi dicabut biar nggak dibakar tapi utang tetap naik," katanya.
Sebaliknya, akun rudiepri @rudiepri menilai, sebesar apapun utang pemerintah tidak akan berbahaya jika dikelola dengan baik. Dia menyarankan, agar pemerintah dapat meniru negara lain yang sukses mengelola utangnya.
"Kalau dibandingkan produk domestik bruto (PDB) sekitar 25,9 persen itu masih sehat walaupun nilainya besar. Tapi lebih baik diturunin lagi kalau bisa di bawah 20 persen dari PDB, dan tirulah Jepang. Utang lebih dari 400 persen dari PDB tapi tidak kolaps karena utang Jepang itu ke rakyatnya sendiri, bukan ke luar negeri," cuitnya.
Akun Sativa13 @sativa bilang, utang pemerintah harus mampu meningkatkan proses pembangunan di dalam negeri. Sehingga beberapa tahun ke depan, Indonesia mendapatkan hasilnya.
"Tidak masalah, asal utang itu benar-benar bisa menstimulasi pembangunan Indonesia. Hutang 1 milyar menghasilkan asset 100 miliar, seharusnya seperti itu," ujarnya.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, peningkatan utang pemerintah tidak memberikan dampak negatif jika diatur secara efektif. "Manajemen utang dan penggunaan utang harus baik. Karena utang bertambah namun penerimaan negara semakin berkurang," katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia berpendapat, penyebab utang Indonesia selalu bertambah dan menjadi beban bagi pemerintah periode selanjutnya karena adanya kesalahan dalam mengelolanya. Untuk itu, saran Enny, sebaiknya pemerintah mengatur strategi dalam mengelola utang luar negeri.
"Mungkin pemerintah saat ini bisa saja menganggap sumber utang-utang tersebut adalah kesalahan dari masa lalu. Namun, pemerintah sekarang harus mampu mengatur keperluan dari utang itu untuk apa, misalnya untuk keperluan jangka panjang," jelasnya.
Dia menyarankan, utang pemerintah ini harus memberikan manfaat bagi pembangunan di Indonesia, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. "Utang tersebut harus mampu memberikan stimulus untuk jangka pendek, seperti untuk keperluan pembangunan irigasi," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah pusat mencatatkan total utang naik sekitar Rp 21 triliun dari Rp 2.843,25 triliun hingga Mei 2015 menjadi Rp 2.864,18 triliun hingga Juni 2015.
Mengutip situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Jumat (24/7), utang pemerintah sebagian besar dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 2.171,24 triliun hingga Juni 2015 atau sekitar 75,8 persen dari total utang pemerintah hingga Mei 2015 sebesar Rp 2.151,58 triliun.
Surat Berharga Negara (SBN) terdiri dari denominasi valas mencapai Rp 554,29 triliun hingga Juni 2015 dari periode Mei 2015 sebesar Rp 548,77 triliun. Kemudian SBN denominasi rupiah mencapai Rp 1.616,95 triliun atau sekitar 56,5 persen dari total utang.
Selain itu, total pinjaman luar negeri mencapai Rp 692,94 triliun hingga Juni 2015 (24,1 persen dari total utang pemerintah) dari periode Mei 2015 sebesar Rp 688,31 triliun. ***
http://www.rmol.co/read/2015/07/27/2...medium=twitter
0
2.7K
41


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan