- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sebelum Samad-Antasari Dijerat, KPK Mau Bongkar Skandal BLBI


TS
mr.josh.tampan
Sebelum Samad-Antasari Dijerat, KPK Mau Bongkar Skandal BLBI
Quote:

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Abraham Samad, batal menghadiri panggilan penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Jumat, 20 Februari 2015. Samad, melalui pengacaranya Dadang Trisasongko, beralasan ketidakhadirannya itu lantaran ia harus menghadiri sejumlah acara. “Hari ini Pak Abraham Samad memang tidak hadir, karena menjalani sejumlah kegiatan yang sudah terjadwal sejak lama,” kata Dadang kepada sejumlah media.
Samad dijerat dengan sangkaan memalsukan dokumen administrasi kependudukan dengan terlapor Feriyani Lim, Selasa pagi, 16 Februari 2015. Menurut juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi, Samad dituduh membantu Feriyani membuat dokumen administrasi kependudukan palsu berupa kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk saat mengurus paspor di Makassar pada 2007. Seyogianya, Samad akan diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali, Jumat ini.
Samad sudah membantah ia memalsukan dokumen untuk Feriyani. Dia mengklaim tidak mengenal Feriyani dan tidak tahu persis ihwal pemalsuan paspor itu. "Saya bingung dengan alamat KK itu, karena alamatnya adalah ruko," ujar Samad. Menurut dia, apa yang dituduhkan Polda Sulselbar terkait dengan penetapan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan rekening gendut. "Namun saya sadar sejak awal menjadi target operasi, kebenaran Insya Allah akan muncul."
Ihwal menjadi target operasi, suatu ketika Samad pernah curhat kepada Syamsuddin Alimsyah, sahabatnya yang juga Direktur Komite Pemantau Legislatif. Bahkan, kata Syamsuddin menirukan Samad, mantan pengacara itu mengaku sudah diincar sebelum ia menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen ini. "Sejak tahun lalu, Abraham Samad sudah tahu ia diincar," ucap Syamsuddin, yang tergabung dalam tim advokasi Abraham Samad untuk mengawal kasusnya di Sulawesi Selatan, Selasa, 17 Februari 2015.
Rangkaian upaya kriminalisasi terhadap KPK, Syamsuddin menjelaskan, bukan semata dipicu oleh langkah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. "Mari lihat peristiwa awalnya yakni adanya kebijakan percepatan kasus besar," ujarnya. Ia menegaskan, Samad dan pimpinan KPK lainnya hendak menuntaskan tiga kasus mega-korupsi di akhir periodenya, salah satunya skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. "Siapa terlibat di kasus BLBI? Itu kan temannya Budi. Kalau BLBI disorot habislah semuanya.”
Dugaan Syamsuddin tidak sepenuhnya keliru. Dua pekan sebelum Samad tersangka, Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri tampak buru-buru ingin menuntaskan sejumlah kasus pidana pimpinan KPK yang dilaporkan ke Polri, termasuk kasus Samad yang dalam penyelidikan. Selasa, 3 Februari 2015, Mabes Polri mengutus Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto, untuk menyerahkan surat permintaan tiga berkas itu. Karyoto membenarkan datang ke kantor KPK, Selasa itu.
"Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat tersebut," ujar Karyoto kepada Tempo. Surat permintaan data yang dibawa Karyoto, menurut sejumlah sumber, berisi peringatan: jika KPK tak memberikannya hingga Kamis, 5 Februari 2015, kantor KPK akan digeledah. Bukan kebetulan jika pada saat yang hampir sama, penyidik Mabes Polri meminta surat penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah,” kata Karyoto.
Salah satu dari tiga dokumen yang hendak diminta itu adalah perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang masih dalam tahap penyelidikan di KPK. Para penyelidik KPK berfokus pada penjualan aset grup milik Sjamsul Nursalim oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Grup ini ditengarai masih berutang Rp 3,8 triliun lantaran asetnya tak cukup melunasi tunggakannya, tapi pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004) malah menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) pada Maret 2004.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia merupakan skema pinjaman yang dikucurkan oleh Bank Indonesia bagi bank-bank bermasalah dengan likuiditas keuangan saat krisis moneter menerjang Indonesia sepanjang 1997 dan 1998. Skema pengucuran tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian antara Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam mengatasi krisis. Pada Desember 1998, bank sentral menyalurkan Bantuan Likuiditas sekitar Rp 144,5 triliun kepada 48 bank.
Belakangan, hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan dana Bantuan Likuiditas sebesar Rp138,4 triliun dari total Rp144,5 triliun yang diberikan kepada 48 bank umum nasional dinyatakan merugikan negara. Sedangkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap 42 bank penerima bantuan menemukan penyimpangan sedikitnya Rp 54,5 triliun, dan sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
Pada 23 April 2013, KPK memulai penyelidikan tindak pidana korupsi terkait penerbitan SKL. KPK Menegaskan, kasus yang diselidiki bukan kebijakan pengucuran BLBI, melainkan pemberian SKL. Juru bicara KPK saat itu, Johan Budi S.P., sebelumnya mengatakan KPK menduga terjadi korupsi dalam penerbitan SKL. Namun Johan, yang kini menjabat pelaksana tuga Wakil Ketua KPK, enggan menyebutkan institusi mana yang diduga terlibat dalam penerbitan SKL.
Beberapa pejabat era Megawati—kini Ketua Umum PDI Perjuangan—telah dimintai keterangan terkait dengan penerbitan SKL itu. Mereka dimintai keterangan oleh para penyidik KPK sepanjang April 2013 hingga akhir Desember 204. Para mantan pejabat yang dimintai keterangan itu antara lain, eks Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti, serta eks Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi. Budi Gunawan pernah menjadi ajudan semasam Megawati menjadi presiden.
Di samping nama-nama tersebut, penyidik KPK pun sudah memeriksa mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno (kini ia menjabat Menteri BUMN di era Presiden Joko Widodo), mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (2000-2001) Rizal Ramli, Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subianto, serta Menteri Koordinator Perekonomian 1999-2000 sekaligus Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan nasional 2001-2004 Kwik Kian Gie.
Pengusutan mega-skandal BLBI, sebelumnya sempat juga disuarakan oleh eks Katua KPK Antasari Azhar pada 2008. Antasari menjabat di kursi panas itu sejak 5 Desember 2007 hingga Mei 2009. Di pengujung Oktober 2008 ia berjanji akan mengungkap segala rahasia di balik kasus BL BI yang belum pernah terungkap ke publik. "Kami juga melihat hal-hal lain yang belum pernah terungkap," ujar Antasari dalam acara reuni Fakultas Hukum Unversitas Sriwijaya di Jakarta, Oktober 2008.
Namun, ketika itu Antasari enggan merinci pernyataannya tersebut. "Semua kami jelaskan pada waktunya nanti. Yang jelas ada," kata alumnus Universitas Sriwijaya itu. Sebelumnya, Antasari pernah mengungkapkan, KPK dalam ekpos akan membahas semua fakta proses hukum, termasuk sidang kasus BLBI. Salah satunya penyelesaian dana talangan BLBI kepada Sjamsul Nursalim yang melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan, terpidana 20 tahun penjara dalam kasus penyuapan BLBI.
Menurut Antasari, saat iut, KPK masih menelusuri secara menyeluruh skandal yang menguras uang negara triliunan rupiah tersebut. "Kami akan melihat satu per satu kasus," ungkapnya. KPK akan mendalami skandal BLBI yang dirasakan memberatkan pemerintah. "Kami lihat pula bagaimana APBN bisa terbebani, bagaimana proses pengucurannya sehingga anggaran pemerintah menjadi berat," ungkapnya. Dari fakta yang sudah tersebar luas, hari itu juga meminta laporan kepada empat tim bentukannya.
Keempat tim diminta membeberkan hasil kerjanya setelah sepekan melaksanakan gelar perkara bersama Kejaksaan Agung. Tim itu adalah para pemantau perkara yang berkekuatan hukum tetap. Lalu ada tim pula yang menelusuri perkara yang dihentikan Kejaksaan Agung. Sebabnya, para tersangka BLBI, termasuk Sjamsul, telah menerima SKL semasa pemerintahan Megawati. Tim ketiga menelusuri apakah perkara yang dihentikan karena sudah menyelesaikan kewajibannya sesuai aturan.
Tim terakhir memelototi penyelesaian kasus BLBI di luar pengadilan. Waktu itu Kejaksaan menyerahkan kepada menteri keuangan untuk menarik aset bank penerima BLBI. Pertengahan Oktober 2008, KPK memang mengadakan gelar perkara BLBI bersama Kejaksaan, menyusul desakan publik yang meminta KPK mengambil alih kasus BLBI. Namun, KPK masih belum tegas karena KKPK lebih memilih memprioritaskan supervisi perkara yang sebelumnya ditangani Kejaksaan itu.
Apa mau dikata, sebelum sempat membongkar skandal BLBI, Antasari keburu dijebloskan ke penjara. Pada 4 Mei 2009, setelah hari pertama pemeriksaan sebagai saksi oleh Polda Metro Jaya, Antasari resmi menjadi tersangka pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjara. Total tersangka pembunuhan Nasrudin mencapai sembilan orang. Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis 18 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim memvonis Antasari dengan pidana hukuman mati.
Adapun Megawati sempat akan diperiksa oleh penyidik KPK seusai Lebaran 2014. Ketika itu Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan kepastian pemanggilan Megawati setelah KPK memulai gelar perkara atau ekspos. Termasuk, perlu atau tidaknya melakukan pemanggilan terhadap Megawati. “Jadi habis Lebaran kita putuskan ya, kita ekspos siapa-siapa saja yang akan dimintai keterangannya," kata Abraham di kantor KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, 11 Juli 2014.
Jokowi, yang saat itu masih kandidat Presiden, enggan berkomentar soal rencana pemeriksaan Megawati. "Saya tidak mau komentar yang membuat suasana panas," ujar Jokowi, Kamis, 17 Juli 2014. Jokowi mengatakan dirinya baru akan berkomentar setelah 22 Juli 2014, ketika KPU menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi suara nasional. Sebabnya, ia mengklaim tidak ingin suasana politik membara. "Kita bicara yang dingin-dingin saja kita bicara yang empuk-empuk saja."
Sejumlah pejabat yang pernah diperiksa oleh penyidik KPK adalah politikus atau setidaknya terafiliasi dengan PDI Perjuangan, pendukung utama Presiden Jokowi. Laksamana Sukardi pernah menjadi anggota MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan pada 1992-1997. Pada 2005, Laksamana keluar bersama sejumlah tokoh kunci PDI Perjuangan. Mereka membentuk PDI Pembaharuan. Kwik Kian Gie pernah menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan di PDI Perjuangan. Adapun Rini Suwandi adalah teman dekat Megawati.
Hingga Lebaran usai, pemanggilan Megawati tak kunjung terjadi. Saat dikonfirmasi mengenai pemanggilan tersebut, Rabu, 27 Agustus 2014, Samad mengatakan tidak ada kendala psikologis untuk memanggil Megawati. Ketika itu Jokowi baru sebulan menjabat presiden. Jokowi adalah kader PDI Perjuangan. "Jadi begini, posisi KPK itu menyamakan semua orang di depan hukum. Kami tidak peduli apakah itu Megawati, atau presiden, tidak ada urusan bagi KPK," kata Samad.
Hingga Samad tersangka, niatnya menuntaskan skandal BLBI belum tercapai....
SUMBER
WAH ..... KALO ADA KETUA KPK MAU BONGKAR KASUS BLBI ... SIAP-SIAP AJA DIKRIMINALISASI NIH ...
BAHAYA ..... AIR KOBOKAN EFFECT EVERYWHERE



0
5.4K
Kutip
43
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan