Kaskus

News

mbah.rewelAvatar border
TS
mbah.rewel
[kutang]BH Batok Kelapa 'Si Ibien' Melancong ke Jamaika
[kutang]BH Batok Kelapa 'Si Ibien' Melancong ke Jamaika

Bung Karno Presiden RI pertama mengatakan barangsiapa ingin mutiara harus berani terjun di lautan.Jauh sebelum itu, seorang Albert Einstein menegaskan, orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah mencoba sesuatu yang baru.

Semangat bangkit dari keterpurukan itu ditangkap beritajatim.com yang sempat mengunjungi Workshop Kejaya Handicraft di Dusun Kejaya, Desa Dusun Kejoyo, Desa Tambong, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi pada pertengahan September 2015, dalam rangka Lomba Karya Tulis Wartawan (LKTW) Pemprov Jatim.

Siang itu, tampak belasan ibu muda dan setengah baya sedang berkumpul dan bersenda gurau di sebuah bangunan tua dan berdebu. Atap gedung terlihat penuh lubang menganga dan cat tembok sudah tampak kusam terkelupas. Lokasi ini digunakan sebagai bengkel kerja para perajin 'Kejaya Handicraft'.

Memang jauh dari kata layak sebagai sebuah tempat bekerja. Papan nama 'Kejaya Handicraft' yang terpasang sekenanya pun sudah miring dan lusuh hampir jatuh dari tembok gedung. Justru di dalam gedung reyot bekas sekolah dasar inilah 'pundi-pundi' puluhan sampai ratusan juta rupiah, diperoleh dari buyer luar negeri setiap bulannya yang memesan buah karya anak bangsa dari Bumi Blambangan Banyuwangi.

Nur Halimah (35), tampak cekatan tangannya saat menganyam serat akar agel (semacam janur kering) untuk membuat tali gantungan parfum botol kecil yang biasa digunakan di dalam mobil. Bahan baku serat akar agel ini memang hanya bisa didapat dari Hutan Baluran di Banyuwangi.

Beritajatim.com pun tercengang kaget, bahwa selama ini parfum mobil yang dijual di toko-toko asesoris mobil di Surabaya seharga Rp 35-40 ribu per buah, tali gantungannya ternyata buah karya Nur Halimah dan rekannya yang berjumlah 30 pekerja tetap di Kejaya Handicraft ini. Selain 30 pekerja tetap, masih ada 150 orang wanita yang diperkerjakan sebagai tenaga borongan.

Selain membuat tali gantungan parfum, ada juga yang menggosok dan melubangi tempurung batok kelapa, menempelkan asesoris hingga menggulung gantungan minyak wangi yang di-branding dengan merk Guadeloupe. Sebuah merk dagang ternama, yang ternyata penghasilnya adalah ibu-ibu asal Dusun Kejaya ini.

"Lumayan Mas, saya bisa membantu mencari nafkah untuk suami di rumah. Kalau tidak selesai di sini (workshop, red), pekerjaan bisa kami lanjutkan di rumah sambil ngurusi keluarga. Saya juga tidak tahu berapa harga jual tali parfum ini. Saya hanya bekerja sesuai target yang diminta selesai setiap bulannya," kata Nur Halimah dengan mengusap peluh di dahinya yang tak sengaja menetes.

[kutang]BH Batok Kelapa 'Si Ibien' Melancong ke Jamaika

Kejaya Handicraft yang dikelola H Khotibien (Ibien) memang telah mendunia. Sayangnya, meski omsetnya besar, Ibien sama sekali tidak memikirkan pentingnya menciptakan ruang kerja yang nyaman dan layak.

Gedung yang digunakan Ibien untuk memang bukan miliknya. Mereka menempati tiga ruang kelas eks-Gedung SDN Tambong II. Semula gedung SDN ini memiliki 6 ruang kelas dan tersisa hanya tiga kelas karena bangunan fisiknya roboh.

Dari eks tiga kelas itu, hanya dua kelas yang dijadikan ruang kerja. Satu kelas lainnya dijadikan gudang bahan baku. Mereka, ibu-ibu dan juga anak mereka, tidak bebas bekerja di dua ruangan eks kelas ini. Di belakang dan samping dari posisi mereka bekerja ditemani tumpukan kardus dan karton pembungkus hasil kerajinan.

Setiap harinya, mereka bekerja dengan cara duduk di lantai. Alas duduknya pun seadanya. Ada yang beralaskan terpal. Ada juga alas karung bekas dengan berbahan plastik.

Suasana ini masih ditambah aroma ruangan yang kurang sedap. Mereka sama sekali tidak disarankan atau diberi masker penutup hidung agar tidak terganggu penyakit pernapasan seperti ISPA. Padahal, bahan baku yang digunakan untuk BH bathok, gantungan minyak wangi, tas perempuan dan maracas (alat musik khas Jamaika) semuanya mengandung debu. Karena menggunakan agel, batok kelapa serta daun-daun kering.

"Sebenarnya ada keinginan untuk membuat ruang kerja yang nyaman. Tapi, sampai sekarang, belum kesampaian," dalih Ibien.

Memang tidak pernah ada tuntutan dari para pekerjanya agar ruang kerja mereka dibuat lebih nyaman. Mereka hanya memikirkan bagaimana mencetak uang yang banyak untuk menghidupi keluarga mereka. Karena rata-rata per bulan mereka bisa mengantongi upah sedikitnya Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per orang.

Usaha kerajinan lokal yang dirintis Ibien bersama kakaknya Ahmad Fathoni ini benar-benar dirintis dari bawah. Sempat terkena badai krisis, dia tetap berjuang hingga akhirnya sukses merambah pasar global dengan omzet di kisaran Rp 50 juta-100 juta per bulan.

Sejak tahun 1993, Ahmad Fathoni (telah meninggal pada Februari 2015), menurut Ibien, telah mencoba mengkreasi beragam barang kerajinan dengan memanfaatkan bahan dasar pelepah pisang. Meski usaha yang dia geluti tersebut tidak langsung mendapat sambutan pasar yang menggembirakan, tapi tak patah arang.

Dengan modal keyakinan bahwa usahanya itu akan berkembang, Ibien bersama Toni terus menekuni usahanya tersebut. Kendala tak kalah pelik harus dihadapinya saat krisis moneter melanda sekitar tahun 1998 lalu.

Begitu badai krisis ekonomi mulai reda, Ibien lantas digandeng Toni untuk mengembangkan usaha kerajinan yang berlokasi di Dusun Kejoyo, Desa Tambong, Kecamatan Kabat. Dengan modal cekak, Toni dan Khotibien berusaha memperluas pangsa pasar produk kerajinan tangan tersebut.

Bolak-balik Banyuwangi-Bali pun harus sering dilakoni untuk menitipkan kerajinan berupa tas, alas piring, wadah tisu, dan lain-lain itu, ke beberapa 'Art Shop' di Pulau Dewata. Lantaran hanya titipan, para pemilik Art Shop hanya bersedia membayar kerajinan berbahan alam itu jika sudah terjual. Bahkan, tidak jarang pemilik 'Art Shop' tidak menanggapi barang titipan tersebut. Akibatnya, kerajinan hasil kreasi Toni dan Khotibien yang dititipkan itu dianggap hangus.

Awal join dan mendirikan bendera 'Kejaya Handicraft' itu, Toni dan Ibien, mempekerjakan dua orang. Perlahan-lahan pesanan mulai mengalir. Karena membuat kerajinan itu hanya dilakukan empat orang, Toni dan Ibien pun harus rela lembur nyaris setiap hari sekadar memenuhi pesanan yang tidak banyak tersebut.

"Toni harus rela pulang ke rumahnya di Banyuwangi dua hari sekali. Saya yang saat itu pengantin baru harus rela sering-sering meninggalkan istri di rumah untuk mengerjakan pesanan konsumen," kata Ibien kepada beritajatim.com saat ditemui di sentra pembuatan souvenir di Dusun Kejaya.

Perkembangan usaha yang cukup pesat dialami Toni dan Ibien di tahun 2000 silam. Kala itu, seorang tamu asal Inggris memesan tempat lilin menggunakan berbagai macam bahan baku alami.

Tidak tanggung-tanggung, konsumen tersebut order satu kontainer tempat lilin dan harus dipenuhi dalam kurun dua bulan. Untuk memenuhi pesanan yang sangat besar itu, Toni dan Ibien mengangkat 30-an pekerja. Pesanan dalam jumlah besar lain datang pada tahun 2002. Kala itu, dua tamu yang masing-masing berasal dari Italia dan Hawaii, Amerika Serikat, memesan beragam kerajinan berbahan alam, di antaranya album foto dan pigura berbahan pelepah pisang.

Selama bertahun-tahun Kejaya Handicraft berhasil memenuhi permintaan jumbo tersebut. Lagi-lagi kendala harus datang. Pembuatan pigura dan album foto tersendat sekitar tahun 2008, lantaran saat itu pasokan kertas daur ulang yang digunakan untuk bagian dalam album foto dan pigura itu tersendat.

"Akhirnya, tamu Amerika mengarahkan kami membuat produk kerajinan berbahan tempurung batok kelapa," ujarnya.

Singkat cerita, usaha kerajinan tangan tersebut terus berkembang. Bahkan, kini bahan dasar yang digunakan untuk mengkreasi barang-barang kerajinan tangan itu semakin beragam.

Selain pelepah pisang dan batok kelapa, bambu, kayu, dan tapas kelapa, pun bisa dibuat menjadi beragam bentuk kerajinan nan mempesona. "Saat ini, kami mempekerjakan 30 pekerja tetap, dan 150 tenaga borongan," paparnya.

Hebatnya, karena pesanan deras mengalir, para pekerja borongan itu menjadikan pekerjaan membuat souvenir tersebut sebagai pekerjaan utama. Sebab, mereka tak perlu menganggur akibat pesanan tersendat.

"Kini kami tak hanya melayani pasar luar negeri yang meliputi Jamaika, Hawaii, Italia, Inggris, dan lain-lain. Pasar dalam negeri, seperti Bali, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, juga terus berkembang," imbuhnya.

Perkembangan Pariwisata Banyuwangi yang cukup pesat pun tak luput dari bidikannya. Pihaknya mendirikan 'Art Shop' di tepi double way SPBU Desa Kedayunan, Kecamatan Kabat. (tok/ted)

[url]http://beritajatim.com/gaya_hidup/248768/bh_batok_kelapa_'si_ibien'_melancong_ke_jamaika_[/url](1-bersambung).html



Quote:


cuma sharS E N S O R.silahkan komeng
0
18.1K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan