- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
HOOLIGANS INDONESIA SALAH KAPRA ?


TS
misterdandy05
HOOLIGANS INDONESIA SALAH KAPRA ?
TEMPO.CO, Jakarta - Suporter di Indonesia sedang berada dalam periode bertumbuh. Dalam enam tahun terkahir, telah muncul kelompok-kelompok suporter yang terorganisasi. Fenomena yang berdampak positif bagi perkembangan sepak bola nasional, namun juga memiliki sisi negatif.
Kian maraknya kelompok suporter klub di Indonesia menjadi warna tersendiri. Sayangnya, beberapa kelompok suporter ada yang mengadopsi gaya suporter luar negeri. Istilah ultras atau hooligans ikut menghiasi kelompok supporter indonesia.
Selama ini, ultras lebih dikenal sebagai kelompok suporter yang kerap membuat rusuh. Namun, ultras juga memiliki sisi positif. Ultras di Indonesia dengan luar negri tak jauh berbeda. Mereka menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat (bukan lagu cacian kepada suatu kelompok), atau melakukan koreografi memukau kepada tim kesayangan, tak peduli hasil yang dicapai.
Sementara itu, Hooliganisme sepak bola merujuk pada perilaku nakal dan merusak oleh penggemar sepak bola yang terlalu bersemangat. Tindakan seperti berkelahi dan intimidasi lekat dengan hooligans.
Perilaku itu sering didasarkan pada persaingan antartim, dan konflik dapat terjadi sebelum atau setelah pertandingan sepak bola. Hooligans sering memilih lokasi jauh dari stadion untuk menghindari penangkapan oleh polisi. Namun, konflik juga bisa meletus secara spontan di dalam stadion atau di jalan-jalan.
Hooligans merupakan stereotip suporter dari Inggris, tetapi saat ini telah menjadi sebuah fenomena global. Banyak dari kelompok suporter ini sering keluar-masuk penjara, karena kerap terlibat bentrok fisik dengan suporter musuh maupun dengan pihak keamanan.
Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka sudah dipersiapkan dengan sangat matang untuk sebuah perkelahian. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim idolanya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar tidak terdeksi oleh pihak keamanan dan pendukung musuh.
Kehadiran mereka di arena pertandingan mungkin hanya menyanyikan dan mengumandangkan chants tim kesayangan, serta tidak mengenal dengan tetabuhan tambur dan tari-tarian di dalam stadion layaknya suporter di Indonesia. Selain itu, Hooligans tidak mengenal dengan yang namanya flair berwarna dan berasap tebal, atau petasan yang selama ini sering terlihat dan menjadi ciri khas stadion-stadion di Indonesia. Pasalnya, hal ini merupakan ciri khas para ultras.
Sangat disayangkan, hooligans di Indonesia saat ini lebih diartikan menjadi sebuah tren. Banyak kelompok suporter Indonesia yang ikut-ikutan dengan gaya hooligans. Hal ini menjadi sebuah akulturasi budaya salah kaprah di kalangan para pecinta sepak bola tanah air.
SEJARAH SINGKAT HOOLIGANS
Dalam buku The Oxford English Dictionary dijelaskan, kata hooligan berasal dari nama keluarga fiksi Irlandia yang kerap membuat kebisingan di sebuah gedung konser pada era 1890-an. Kata hooligan lalu kerap digunakan sejak pertengahan dasawarsa tahun 1890.
Istilah itu digunakan untuk menyebut geng jalanan di London, Inggris. Masa itu hampir bersamaan dengan mulai dikenalnya Scuttlers, geng yang kerap membuat onar di kota Manchester, Inggris. Karena asal-usulnya itu, tak heran jika Inggris sangat kental dengan hooligan.Pada tahun 1978, kerusuhan berskala besar pecah di Stadion The Den, London, setelah laga perempat final antara Milwall dan Ipswich. Botol, pisau, batang besi, sepatu bot, dan pecahan beton beterbangan di udara menyebabkan belasan orang terluka.
Pada Maret 1985, hooligan membuat kekacauan meluas di Luton, Inggris, saat Piala FA berlangsung. Pada Mei 1985, 39 pendukung Juventus terimpit hingga tewas di Heysel Stadium, Brussels, Belgia, sebelum final Liga Champions antara Liverpool dan Juventus. Selain itu, 96 suporter tewas dalam bencana Hillsborough pada tahun 1989.
SEJARAH SINGKAT ULTRAS
Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian ‘di luar kebiasaan’. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion.
“As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.
Nukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung.
Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir (highly organized) dengan gaya dukung 'teatrikal' yang kemudian menjalar ke negara-negara lain. Model tersebut sekarang telah begitu mendominasi di Pran...cis, dan bisa dibilang telah memberi pengaruh pada suporter Denmark 'Roligans', beberapa kelompok suporter tim nasional Belanda dan bahkan suporter Skotlandia 'Tartan Army'.
Model tersebut masyhur karena menampilkan pertunjukan-pertunjukan spektakuler meliputi kostum yang terkoordinir, kibaran aneka bendera, spanduk & panji raksasa, pertunjukan bom asap warna-warni, nyala kembang api (flares) dan bahkan sinar laser serta koor lagu dan nyanyian hasil koreografi, dipimpin oleh seorang CapoTifoso yang menggunakan megaphones untuk memandu selama jalannya pertandingan.
Dalam tradisi calcio, ultras adalah "baron" dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan. Selain itu, berlaku aturan main yang unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva itu.
Kelompok Ultras yang pertama lahir adalah (Alm.) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter klub AC Milan, pada tahun 1968. Setahun kemudian pendukung klub sekota sekaligus rival, Internazionale Milan, membuat tandingan yaitu Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (Squadre d'Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.
Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan anak-anak muda pada saat ketidakpastian politik melanda Italia di akhir 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras adalah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra memiliki basis ideologi dan aliran politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras memiliki andil "melestarikan" paham-paham tua seperti facism, dan komunism socialism.
Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Untungnya, dalam tradisi Ultras di Italia terdapat kode etik yang namanya Ultras codex. Salah satu fungsi kode etik itu "mengatur" pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan "berbudaya". Salah satu etika itu adalah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dari ultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.
Perebedaan ULTRAS VS HOOLIGANS
PERBEDAAN ULTRAS DAN HOOLIGAN
Perlu Diketahui Bahwa ULTRAS SANGAT BERBEDA (TAK SAMA) dengan HOOLIGANS. karena ada beberapa prinsip dari ULTRAS yang sangat bertolak belakang dengan HOOLIGANS, berikut ini adalah sedikit Perbedaanya..
HOOLIGAN diambil dari bahasa Inggris yang berarti Berandal. Dan dalam konteks ini HOOLIGANS memiliki arti yaitu fans bola yang brutal ketika tim bolanya kalah bertanding. HOOLIGAN merupakan stereotip sepakbola dari INGGRIS. Tapi kemudian menjadi fenomena global karena sebagian besar dari HOOLIGAN adalah para backpacker yang telah berpengalaman dalam bepergian. Mereka sering menonton pertandinganyang beresiko besar. Banyak dari mereka sering keluar-masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik. Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan,,gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan untuk berkelahi. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim mereka, dan memilih pakaian asal-asalan agar tak dideteksi oleh polisi. Meski demikian, mereka tidak menggunakan senjata. Para HOOLIGAN biasanya tidak duduk dalam satu tempat bersama-sama dalam stadion,,tapi mereka berpencar-pencar.
ULTRAS diambil dari bahasa latin yang berarti "diluar kebiasaan". Kalangan ULTRAS tidak pernah berhenti menyayikan yel-yel tim favoritnya selama pertandingan berlangsung. Mereka bahkan rela berdiri sepanjang pertandingan dan menyalakan gas warna-warni (flare) untuk mencari perhatian dan gerakan-gerakan seperti mexican move (ombak) yang kadang mereka lakukan adalah hasil instruksi dari ultras yang sangat kreatif kepada penonton yang lain. Karakter ULTRAS sangat tempramental, tidak jauh beda dengan HOOLIGAN ,jika timnya kalah bertanding dan diremehkan. Namun berbeda dengan HOOLIGAN, tujuan mereka adalah mendukung tim, bukan untuk unjuk kekuatan lewat fisik. Anggota ultras adalah mereka yang loyal dan setia tim favoritnya cukup lama.
Perbedaan Prinsip-prinsip Ultras dan Hooliganisme
Secara prinsip, kelompok ultras sangat berbeda dengan kelompok hooligans :
1. Kelompok ultras terikat dalam suatu organisasi yang jelas, kelompok hooligans tidak memiliki suatu organisasi yang jelas.
2. Kelompok ultras bertujuan mendukung klub pujaannya, kelompok hooligan bertujuan menyerang pendukung lawannya.
3. Kelompok ultras bangga dan mengenakan atribut klub dan kelompoknya ke manapun mereka bepergian, kelompok hooligans tidak akan mengenakan atribut apapun kecuali di dalam stadion saat pertandingan.
4. Kelompok ultras cenderung berkelompok sehingga memudahkan polisi mengidentifikasi dan memberikan perlindungan kepada mereka, kelompok hooligan justru sebaliknya, mereka cenderung berpencar untuk mengelabui polisi.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh kelompok ultras dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tidak pernah berhenti bernyanyi dan meneriakkan yell atau chants dukungan sepanjang pertandingan, apapun hasil pertandingan itu.
2. Tidak pernah duduk sepanjang pertandingan.
3. Menyaksikan sebanyak mungkin pertandingan, baik di home maupun away.
4. Loyalitas penuh pada para pemain dan kesebelasannya, bagaimanapun keadaan dan prestasi klub.
5. Loyalitas penuh pada bagian stadion tempat mereka berkiprah (Curva) dan kelompok ultras bersaudara (gamellaggio) di klub lain.
Marilah kita sejenak pikirkan bagaimana kita menjadi suporter yang mana yang cocok untuk persepakbolaan Indonesia agar lebih maju
Kian maraknya kelompok suporter klub di Indonesia menjadi warna tersendiri. Sayangnya, beberapa kelompok suporter ada yang mengadopsi gaya suporter luar negeri. Istilah ultras atau hooligans ikut menghiasi kelompok supporter indonesia.
Selama ini, ultras lebih dikenal sebagai kelompok suporter yang kerap membuat rusuh. Namun, ultras juga memiliki sisi positif. Ultras di Indonesia dengan luar negri tak jauh berbeda. Mereka menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat (bukan lagu cacian kepada suatu kelompok), atau melakukan koreografi memukau kepada tim kesayangan, tak peduli hasil yang dicapai.
Sementara itu, Hooliganisme sepak bola merujuk pada perilaku nakal dan merusak oleh penggemar sepak bola yang terlalu bersemangat. Tindakan seperti berkelahi dan intimidasi lekat dengan hooligans.
Perilaku itu sering didasarkan pada persaingan antartim, dan konflik dapat terjadi sebelum atau setelah pertandingan sepak bola. Hooligans sering memilih lokasi jauh dari stadion untuk menghindari penangkapan oleh polisi. Namun, konflik juga bisa meletus secara spontan di dalam stadion atau di jalan-jalan.
Hooligans merupakan stereotip suporter dari Inggris, tetapi saat ini telah menjadi sebuah fenomena global. Banyak dari kelompok suporter ini sering keluar-masuk penjara, karena kerap terlibat bentrok fisik dengan suporter musuh maupun dengan pihak keamanan.
Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka sudah dipersiapkan dengan sangat matang untuk sebuah perkelahian. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim idolanya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar tidak terdeksi oleh pihak keamanan dan pendukung musuh.
Kehadiran mereka di arena pertandingan mungkin hanya menyanyikan dan mengumandangkan chants tim kesayangan, serta tidak mengenal dengan tetabuhan tambur dan tari-tarian di dalam stadion layaknya suporter di Indonesia. Selain itu, Hooligans tidak mengenal dengan yang namanya flair berwarna dan berasap tebal, atau petasan yang selama ini sering terlihat dan menjadi ciri khas stadion-stadion di Indonesia. Pasalnya, hal ini merupakan ciri khas para ultras.
Sangat disayangkan, hooligans di Indonesia saat ini lebih diartikan menjadi sebuah tren. Banyak kelompok suporter Indonesia yang ikut-ikutan dengan gaya hooligans. Hal ini menjadi sebuah akulturasi budaya salah kaprah di kalangan para pecinta sepak bola tanah air.
SEJARAH SINGKAT HOOLIGANS
Dalam buku The Oxford English Dictionary dijelaskan, kata hooligan berasal dari nama keluarga fiksi Irlandia yang kerap membuat kebisingan di sebuah gedung konser pada era 1890-an. Kata hooligan lalu kerap digunakan sejak pertengahan dasawarsa tahun 1890.
Istilah itu digunakan untuk menyebut geng jalanan di London, Inggris. Masa itu hampir bersamaan dengan mulai dikenalnya Scuttlers, geng yang kerap membuat onar di kota Manchester, Inggris. Karena asal-usulnya itu, tak heran jika Inggris sangat kental dengan hooligan.Pada tahun 1978, kerusuhan berskala besar pecah di Stadion The Den, London, setelah laga perempat final antara Milwall dan Ipswich. Botol, pisau, batang besi, sepatu bot, dan pecahan beton beterbangan di udara menyebabkan belasan orang terluka.
Pada Maret 1985, hooligan membuat kekacauan meluas di Luton, Inggris, saat Piala FA berlangsung. Pada Mei 1985, 39 pendukung Juventus terimpit hingga tewas di Heysel Stadium, Brussels, Belgia, sebelum final Liga Champions antara Liverpool dan Juventus. Selain itu, 96 suporter tewas dalam bencana Hillsborough pada tahun 1989.
SEJARAH SINGKAT ULTRAS
Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian ‘di luar kebiasaan’. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion.
“As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.
Nukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung.
Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir (highly organized) dengan gaya dukung 'teatrikal' yang kemudian menjalar ke negara-negara lain. Model tersebut sekarang telah begitu mendominasi di Pran...cis, dan bisa dibilang telah memberi pengaruh pada suporter Denmark 'Roligans', beberapa kelompok suporter tim nasional Belanda dan bahkan suporter Skotlandia 'Tartan Army'.
Model tersebut masyhur karena menampilkan pertunjukan-pertunjukan spektakuler meliputi kostum yang terkoordinir, kibaran aneka bendera, spanduk & panji raksasa, pertunjukan bom asap warna-warni, nyala kembang api (flares) dan bahkan sinar laser serta koor lagu dan nyanyian hasil koreografi, dipimpin oleh seorang CapoTifoso yang menggunakan megaphones untuk memandu selama jalannya pertandingan.
Dalam tradisi calcio, ultras adalah "baron" dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan. Selain itu, berlaku aturan main yang unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva itu.
Kelompok Ultras yang pertama lahir adalah (Alm.) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter klub AC Milan, pada tahun 1968. Setahun kemudian pendukung klub sekota sekaligus rival, Internazionale Milan, membuat tandingan yaitu Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (Squadre d'Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.
Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan anak-anak muda pada saat ketidakpastian politik melanda Italia di akhir 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras adalah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra memiliki basis ideologi dan aliran politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras memiliki andil "melestarikan" paham-paham tua seperti facism, dan komunism socialism.
Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Untungnya, dalam tradisi Ultras di Italia terdapat kode etik yang namanya Ultras codex. Salah satu fungsi kode etik itu "mengatur" pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan "berbudaya". Salah satu etika itu adalah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dari ultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.
Perebedaan ULTRAS VS HOOLIGANS
PERBEDAAN ULTRAS DAN HOOLIGAN
Perlu Diketahui Bahwa ULTRAS SANGAT BERBEDA (TAK SAMA) dengan HOOLIGANS. karena ada beberapa prinsip dari ULTRAS yang sangat bertolak belakang dengan HOOLIGANS, berikut ini adalah sedikit Perbedaanya..
HOOLIGAN diambil dari bahasa Inggris yang berarti Berandal. Dan dalam konteks ini HOOLIGANS memiliki arti yaitu fans bola yang brutal ketika tim bolanya kalah bertanding. HOOLIGAN merupakan stereotip sepakbola dari INGGRIS. Tapi kemudian menjadi fenomena global karena sebagian besar dari HOOLIGAN adalah para backpacker yang telah berpengalaman dalam bepergian. Mereka sering menonton pertandinganyang beresiko besar. Banyak dari mereka sering keluar-masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik. Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan,,gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan untuk berkelahi. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim mereka, dan memilih pakaian asal-asalan agar tak dideteksi oleh polisi. Meski demikian, mereka tidak menggunakan senjata. Para HOOLIGAN biasanya tidak duduk dalam satu tempat bersama-sama dalam stadion,,tapi mereka berpencar-pencar.
ULTRAS diambil dari bahasa latin yang berarti "diluar kebiasaan". Kalangan ULTRAS tidak pernah berhenti menyayikan yel-yel tim favoritnya selama pertandingan berlangsung. Mereka bahkan rela berdiri sepanjang pertandingan dan menyalakan gas warna-warni (flare) untuk mencari perhatian dan gerakan-gerakan seperti mexican move (ombak) yang kadang mereka lakukan adalah hasil instruksi dari ultras yang sangat kreatif kepada penonton yang lain. Karakter ULTRAS sangat tempramental, tidak jauh beda dengan HOOLIGAN ,jika timnya kalah bertanding dan diremehkan. Namun berbeda dengan HOOLIGAN, tujuan mereka adalah mendukung tim, bukan untuk unjuk kekuatan lewat fisik. Anggota ultras adalah mereka yang loyal dan setia tim favoritnya cukup lama.
Perbedaan Prinsip-prinsip Ultras dan Hooliganisme
Secara prinsip, kelompok ultras sangat berbeda dengan kelompok hooligans :
1. Kelompok ultras terikat dalam suatu organisasi yang jelas, kelompok hooligans tidak memiliki suatu organisasi yang jelas.
2. Kelompok ultras bertujuan mendukung klub pujaannya, kelompok hooligan bertujuan menyerang pendukung lawannya.
3. Kelompok ultras bangga dan mengenakan atribut klub dan kelompoknya ke manapun mereka bepergian, kelompok hooligans tidak akan mengenakan atribut apapun kecuali di dalam stadion saat pertandingan.
4. Kelompok ultras cenderung berkelompok sehingga memudahkan polisi mengidentifikasi dan memberikan perlindungan kepada mereka, kelompok hooligan justru sebaliknya, mereka cenderung berpencar untuk mengelabui polisi.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh kelompok ultras dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tidak pernah berhenti bernyanyi dan meneriakkan yell atau chants dukungan sepanjang pertandingan, apapun hasil pertandingan itu.
2. Tidak pernah duduk sepanjang pertandingan.
3. Menyaksikan sebanyak mungkin pertandingan, baik di home maupun away.
4. Loyalitas penuh pada para pemain dan kesebelasannya, bagaimanapun keadaan dan prestasi klub.
5. Loyalitas penuh pada bagian stadion tempat mereka berkiprah (Curva) dan kelompok ultras bersaudara (gamellaggio) di klub lain.
Marilah kita sejenak pikirkan bagaimana kita menjadi suporter yang mana yang cocok untuk persepakbolaan Indonesia agar lebih maju
0
7K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan