- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pasir Besi Lumajang yang Berujung Tragedi Berdarah


TS
diannafi
Pasir Besi Lumajang yang Berujung Tragedi Berdarah
Quote:
Saat Salim Kancil dibantai, warga & perangkat desa ketakutan

Merdeka.com - Tolak penambangan pasir liar di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dua warga, Salim Kancil dan Tosan dikeroyok 40 orang pro penambangan. Salim tewas dan Tosan mengalami luka-luka berat.
Dari investigasi yang dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Surabaya, peristiwa ini terjadi pada Sabtu kemarin (26/9). Saat itu, Salim dan Tosan yang juga aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa menolak adanya penambangan pasir liar di desanya. Akibatnya, keduanya dikeroyok 40 orang pro penambangan.
Tim Investigasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, kali pertama, kejadian ini menimpa Tosan. Dia digeruduk kelompok orang di rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB.
"Tosan dijemput paksa di rumahnya. Tanpa banyak bicara, puluhan orang yang membawa pentungan kayu, celurit dan batu itu mengeroyok Tosan," terang Fatkhul di Surabaya, Senin (28/9).
Dikeroyok puluhan orang itu, Tosan berusaha menyelamatkan diri dan lari dengan motornya. Sayang, motor Tosan langsung ditabrak. "Kemudian Tosan diseret ke lapangan dan dihajar membabi-buta. Tubuhnya juga dilindas beberapa kali dengan motor para pelaku. Akibatnya, Tosan mengalami luka berat," lanjutnya.
Karena menderita luka-luka berat, Tosan langsung dilarikan ke Puskesmas Pasiran untuk kemudian dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara Lumajang.
Selesai membantai Tosan, gerombolan ini mencari Salim Kancil di rumahnya. Seperti yang dilakukan pada Tosan, kelompok preman ini mengikat Salim dan menyeretnya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar, yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumah Salim.
Selain diseret, Salim juga dihajar dengan pukulan dan senjata selama perjalanan. "Sepanjang perjalanan menuju balai desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata yang mereka bawa. Ironisnya, penganiayaan ini juga disaksikan warga sekitar, yang ketakutan dengan aksi brutal ini."
"Di balai desa, tanpa peduli ada anak-anak yang tengah mengikuti pendidikan PAUD(Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini terus melakukan adegan brutal kepada Salim. Di dalam balai desa, Salim disetrum dengan alat listrik yang sudah disiapkan kelompok tersebut," ungkap Fatkhul.
Meski berada di dalam ruangan balai desa, tak satupun perangkat desa yang keluar menghentikan aksi 'gila' tersebut. Salim Kancil-pun tewas dalam aksi tak berperikemanusiaan itu. Salim tewas dalam kondisi telungkup di antara batu dan kayu berserakan di dalam ruangan balai desa.
Sekadar informasi, penolakan warga atas penambangan pasir liar di Lumajang ini sudah berlangsung lama. Penambangan pasir liar juga terjadi di beberapa daerah di Lumajang, seperti di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun. Aktivitas ini dilakukan oleh PT ANTAM.
Kemudian di Desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Semu aktivitas penambangan ini, memicu konflik hingga saat ini. Sementara pemerintah dan aparat setempat membiarkan konflik penambangan pasir besi di Lumajang selatan ini, hingga terjadi penganiayaan terhadap dua aktivis kontra-penambangan, yaitu Tosan dan Salim Kancil.
"Tambang-tambang pasir ini sudah diketahui ilegal dan merusak lahan pertanian di pesisir pantai. Tapi oleh pemerintah dan aparat setempat dibiarkan. Tak ada tindakan tegas," pungkasnya.
Quote:
Pasir Berdarah di Tanah Lumajang
Sekali lagi kekerasan terhadap pejuang pembela keselamatan lingkungan kembali terjadi. Sabtu, 26 September 2015, dua orang warga desa Selok Awar-Awar yang dikenal sebagai aktivis penolak tambang pasir yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajangdiambil paksa dari rumahnya, kemudian dianiaya oleh kurang lebih 40 orang hingga mengakibatkan satu orang meninggal dan satu orang terluka parah.
Tosan didatangi segerombolan orang pada sekitar pukul 07.30. Kurang lebih 40 orang dengan menggunakan kendaraan bermotor mendatangi rumah Tosan dengan membawa pentungan kayu, pacul, celurit dan batu. Tanpa banyak bicara mereka lalu menghajar Tosan di rumahnya, Tosan berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan sepeda namun segera bisa dikejar oleh gerombolan ini. Tosan ditabrak dengan motor di lapangan tak jauh dari rumahnya. Tak berhenti disitu, gerombolan ini kembali mengeroyok Tosan dengan berbagai senjata yang mereka bawa sebelumnya. Tosan bahkan ditelentangkan ditengah lapangan dan dilindas motor berkali-kali. Gerombolan ini menghentikan aksinya dan pergi meninggalkan Tosan setelah satu orang warga bernama Ridwan datang dan melerai.
Setelah selesai menghajar Tosan, gerombolan ini mengalihkan tujuannya menuju rumah Salim. Saat itu Salim sedang menggendong cucunya yang baru berusia 5 tahun, mengetahui ada yang datang berbondong dan menunjukkan gelagat tidak baik Salim membawa cucunya masuk. Gerombolan tersebut langsung menangkap Salim dan mengikat dia dengan tali yang sudah disiapkan. Mereka kemudian menyeret Salim dan membawanya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak 2 kilometer dari rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju Balai Desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata-senjata yang mereka bawa disaksikan warga yang ketakutan dengan aksi ini. Di Balai Desa, tanpa mengindahkan bahwa masih ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini menyeret Salim masuk dan terus menghajarnya.Di Balai desa, gerombolan ini sudah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk menyetrum Salim berkali-kali. Tak berhenti sampai disitu mereka juga membawa gergaji dan dipakai untuk menggorok leher Salim. Namun ajaibnya hampir semua siksaan dengan benda tajam yang ditujukan ke tubuh Salim seolah tidak mempan. Melihat kenyataan bahwa Salim tidak bisa dilukai dengan benda tajam dan keadaan balai desa yang masih ramai, gerombolan tersebut kemudian membawa Salim yang masih dalam keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi. Di tempat ini mereka kemudian mencoba lagi menyerang salim dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Baru setelah gerombolan ini memakai batu untuk memukul, Salim ambruk ke tanah. Mendapati itu, mereka kemudian memukulkan batu berkali-kali ke kepala Salim. Di tempat inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu berserakan disekitarnya.
Kekerasan yang terjadi di desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang ini semakin menegaskan bahwa perlindungan terhadap warga yang berjuang mempertahankan lingkungan dan ruang hidupnya belum terjamin di negeri ini. Sebelum peristiwa penyerangan yang menyebabkan tewasnya Salim, Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang sudah mengadukan ancaman yang dialamatkan kepada mereka. Pada 11 September 2015, Forum sudah melaporkan secara resmi ancaman kepada Tosan ke Polsek Pasirian, namun laporan ini tidak mendapatkan tanggapan yang cukup. Karena nama-nama mereka yang memberikan ancaman sama sekali tidak diproses oleh pihak kepolisian. Orang-orang yang dilaporkan tersebut juga yang kemudian benar-benar melakukan penyerangan terhadap Tosan dan Salim. Jika pihak kepolisian memiliki kesungguhan untuk melindungi keselamatan warga, sejatinya peristiwa tragis ini tidak perlu harus terjadi.
Perihal penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan, sesungguhnya juga sudah berlangsung lama. Bukan hanya di Selok Awar-Awar, penolakan aktivitas pertambangan di pesisir selatan Lumajang telah menimbulkan keresahan dan penolakan di berbagai tempat. Sebelumnya di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT ANTAM juga telah menimbulkan konflik. Konflik serupa juga muncul di desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang. Panjangnya daftar konflik akibat aktivitas pertambangan pasir besi di kawasan pesisir selatan Lumajang ini rupanya tidak menjadi pelajaran bagi Pemerintah Kabupaten Lumajang beserta aparat keamanannya. Meskipun telah banyak diketahui bahwa tambang-tambang tersebut banyak yang beroperasi secara ilegal dan merusak lahan pertanian pesisir pantai sehingga rentan berkonflik dengan kepentingan petani penggarap lahan pesisir, sama sekali tidak ada tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Padahal jika situasi ini terus dibiarkan, konflik yang terjadi akibat aktivitas pertambangan akan terus memburuk di Kabupaten Lumajang.
Oleh sebab itu, Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang yang terdiri dari: Laskar Hijau, WALHI Jawa Timur, KONTRAS Surabaya, dan LBH Disabilitas dengan ini menyatakan:
- Mendesak Kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk serius dalam mengusut para pelaku pembantaian terhadap Salim Kancil dan Tosan hingga aktor intelektual (intellectual daader) dibalik peristiwa kekerasan di desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang tersebut, dan mengganjar pelaku dengan hukuman seberat-beratnya sesuai pasal 340 KUHP
- Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang untuk segera menutup seluruh pertambangan pasir di pesisir selatan Lumajang.
- Meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban
- Meminta Komnas HAM agar segera turun ke lapangan dan melakukan Investigasi
- Meminta Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan trauma healing kepada anak dan cucu dari alm. Salim Kancil serta anak-anak PAUD yang menyaksikan insiden penganiayaan alm Salim Kancil di Balai Desa Selok Awar-Awar.
Cp :
- Rere Christanto ( Walhi Jatim) 083857642883
- Fatkhul Khoir (KontraS Surabaya) 081230593651
- A’ak Abdullah Al Kudus (Laskar Hijau) 081337339911
- Hari Kurniawan (LBH Disabilitas) 081216182423
Sumber
Quote:
18 Orang Jadi Tersangka Pembunuh Salim Kancil di Lumajang
TEMPO.CO, Lumajang - Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Fadly Munzir Ismail mengatakan telah menetapkan 18 tersangka terkait dengan kasus penganiayaan dan pembunuhan yang terjadi di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Sampai saat ini, kami sudah mengamankan dan menetapkan 18 tersangka dalam kasus tersebut," kata Fadly, Senin, 28 September 2015.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, diduga menjadi korban penganiayaan, Sabtu, 26 September 2015. Aksi kekerasan ini menimbulkan satu korban tewas dan satu orang kritis. Korban tewas adalah Salim, 52 tahun, warga Dusun Krajan II.
Sedangkan korban kritis adalah Tosan, 51 tahun, warga Dusun Persil. Kedua korban kekerasan ini dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak. Keduanya dihajar di tempat terpisah berjarak tiga kilometer satu sama lain.
Fadly menuturkan jumlah tersangka kemungkinan bisa bertambah sesuai dengan hasil penyidikan dan penyelidikan anggotanya yang ada di lapangan. Ke-18 tersangka mempunyai peran yang berbeda. "Masing-masing mempunyai peran yang berbeda-beda, mulai mengajak, memerintahkan, memukul, melempar, hingga menyetrum korban," ucap Fadly.
Menurut Fadly, pihaknya telah menangkap otak dan penggerak kejadian tersebut. "Di antara 18 orang yang kami amankan, ada otak dan penggeraknya," katanya. Fadly tidak menyebutkan siapa otak dan penggerak penganiayaan dan pembunuhan itu. "Kami lihat nanti lebih lanjut, siapakah aktor intelektualnya. Apa yang di ada di antaranya 18 orang tersebut atau berkembang ke yang lain," katanya.
Fadly berujar, pihaknya berkonsentrasi menangani kasus tersebut. Dia meminta agar masyarakat mempercayakan kasus ini kepada polisi. "Kami akan bekerja semaksimal mungkin untuk terus mengungkap sampai tuntas," ucapnya.
Terkait dengan kasus penganiayaan dan pembunuhan ini, polisi mengamankan 36 orang di Polres Lumajang. Sebanyak 18 dari 36 orang tersebut kemudian dijadikan tersangka.
Diubah oleh diannafi 28-09-2015 18:11
0
10.9K
Kutip
39
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan