G 30 S dan Narasi Besar Sejarah Indonesia : Sebuah Renungan
TS
Sudahluopa
G 30 S dan Narasi Besar Sejarah Indonesia : Sebuah Renungan
Selamat malam agan-agan semua. Ane sengaja buat thread ini karena thread yang sempat ane ikuti akhir-akhir ini mengenai salah satu peristiwa penting (dan memang sangat penting) bagi Indonesia. Peristiwa tersebut adalah G 30 S (kita, kaskuser, mengenalnya sebagai G 30 S/PKI). Berawal dari thread ini, TS mencoba untuk melihat diskusi mengenai ini secara lebih objektif, tidak sekadar menuduh bahwa si A atau si B yang salah. TS tidak akan berbicara banyak mengenai peristiwa tersebut, tetpai lebih ke arah pasca-peristiwa tersebut.
Spoiler for Latar peristiwa:
Banyak orang, terutama masyarakat awam, melihat bahwa terjadinya G 30 S merupakan peristiwa yang sangat wajar. Mereka mendasari ini dari 'aksi sepihak' yang dilakukan pendukung PKI terhadap para tuan-tuan tanah, terutama golongan kyai, di wilayah Jawa bagian tengah dan Timur. Peristiwa tersebut memang penting dalam melihat terjadinya peristiwa ini, tetapi ini saja tidak cukup untuk meledakkan bom atom dalam sejarah Indonesia. Kita harus melihat kondisi di masa Demokrasi Terpimpin. Masa ini, yang muncul dari dekrit 1 Juni 1959, merupakan sebuah poros yang membalikkan apa yang terjadi di masa sebelumnya. Masa ini ditandai oleh munculnya Soekarno sebagai tokoh tunggal yang memegang kekuasaan penuh atas negara. Kekuatan-kekuatan lain tidak cukup kuat untuk menyainginya; Hatta telah berhenti sebagai wakil presiden pada 1956 serta PSI dan Masyumi dilarang 1960 karena keterlibatan mereka dalam PRRI/Permesta. Hanya dua kekuatan yang tersisa di sisi Soekarno, yakni AD dan PKI.
Spoiler for AD vs PKI:
Hubungan antara AD dengan PKI sudah sejak lama tidak akur. AD mendasari hal ini dari keterlibatan PKI dalam peristiwa Madiun 1948. Mereka, dengan menamakan peristiwa ini sebagai 'pemberontakan' melihat PKI sebagai 'ancaman'. Juga, peristiwa ini mendasari mentalitas AD di masa-masa berikutnya. Di tempat yang berlainan, PKI berdiri kembali sebagai sebuah partai di Indonesia, setelah peristiwa gagal yang dibentuk Musso. Meski begitu, mereka tidak mendapatkan posisi selama masa demokrasi terpimpin; secara mengejutkan, mereka mendapatkan posisi 4 besar dalam pemilu 1955. Soekarno, yang 'berusaha menggolongkan semua pihak' dalam gagasan 'golongan karya' mendesak agar PKI dimasukkan dalam parlemen, yang tidak menghasilkan apapun bagi PKI. Runtuhnya demokrasi parlementer oelh Soekarno menjadikan PKI sebagai sebuah kekuatan baru, menjadikannya dari sekadar partai dengan disiplin anggota sebagai partai dengan basis massa yang kuat.
Dua kekuatan ini sama besarnya, dan dalam beberapa hal sengaja dibiarkan saling beradu. Jika kita membaca beberapa buku mengenai masa ini, kita akan menemukan perdebatan mereka, terutama dalam media cetak masing-masing.Soekarno, untuk menjaga massa agar tetap berada di sisinya, sebagai 'solidarity maker', ia memainkan peran luar biasa dalam persinggungan ini. Ia cenderung tidak mengambil sisi, dan ketika konflik mengeras, ia akan meleraikan konflik sebagai wasit. Kondisi ini sangat menguntungkannya.
Setelah Nasution kehilangan peran sentralnya sebagai golongan yang sangat menentang PKI dalam lingkungan Soekarno, PKI dan Soekarno berdiri sebagai kekuatan baru dalam Demokrasi Terpimpin; Ahmad Yani, pengganti Nasution, seseorang yang mirip seperti Nasution, juga beraliran sama dengannya, meski cenderung hati-hati, mengingat ia seorang Jawa.
Spoiler for PKI?:
Meledaknya G 30 S memang sudah dapat diprediksi, jika sudah melihat latar belakang yang terjadi. Ini juga ditambah oleh pingsannya Soekarno pada bulan Agustus 1965, yang menambah isu mengenai pemimpin pengganti Soekarno dan meninggalnya ia. Diawali dari penculikan 6 Jendral oleh Letkol Untung pada 1 Oktober, golongan yang menyatakan diri sebagai G 30 S mengatakan adanya isu Dewan Jendral yang dibentuk AD untuk menggulingkan pemerintahan. Peristiwa ini menjadi titik balik bagi sejarah Indonesia. Fakta-fakta mengenai peristiwa ini tidak akan banyak dibahas, dan TS memberikan kesempatan kepada kepada kaskuser untuk melihatnya. TS berusha untuk melihat munculnya istilah G 30 S/PKI.
Dalam broadcast radio yang dilakukan tanggal 1 Oktober, gerakan yang dilakukan Untung bernama G 30 S. Soekarno sendiri, beberapa hari setelah peristiwa itu menamai peristiwa ini sebagai Gestok. Tulisan pertama yang muncul, tulisan Nugroho Notosusanto dan Cornell Paper. Nugroho Notosusanto dan Ismael Saleh [5] menyebut peristiwa ini sebagai '30 September Movement'. Cornell Paper, yang ditulis McVey dan Anderson juga menyebutnya sebagai '30 September' dan 'Coup'. Lalu, sejak kapan PKI muncul sebagai dalang?
Jelas, pemerintahan Orde Baru membentuk PKI sebagai 'tokoh aktif' dalam peristiwa G 30 S. Melalui Mahmilub, terbitan-terbitan dari Pusat Sejarah AD serta pengekalan dalam narasi Indonesia dalam bentuk istilah G 30 S/PKI, PKI dikekaslkan sebagai 'dalang' dalam narasi sejarah Indonesia. Jika kita kembali kepada Untung, banyak akademisi menyatakan bahwa sulit mendekatkan ia dengan PKI . Dampak dari hal ini tidak kecil. 'Pengekalan sejarah' ini memberi masyarakat pemahaman bahwa apa yang dilakukan pasca-kudeta, yakni pembantaian massal golongan (tertuduh) PKI menjadi 'hal yang wajar'. Juga, AD serta OrBa dapat melegitimasi dirinya sebagai 'golongan yang berusaha menegakkan ketertiban umum' serta 'meruntuhkan Orde Lama yang tidak kondusif dan krisis'. Bagi masyarakat berikutnya, merkea cenderung akan memandang peristiwa ini sebagai sebuah hal yang wajar terjadi, karena itu merupakan penumpasan hal-hal buruk dan penegakan terhadap kebenaran.
Spoiler for Aftermath, Masihkan kita seperti ini?:
Kita sekarang hidup dalam masa Reformasi. Para (tertuduh) PKI dapat bersuara kembali, setelah 30 tahun lebih dibungkam. Para sejarawan dan masyarakat mulai mempertanyakan kebenaran narasi besar Orde Baru. Mereka mulai mencoba meluruskan sejarah yang dibengkokkan sebuah rezim sentralistik. Tetapi, narasi besar tersebut belum hilang. Mereka masih belum berdaya untuk menunjukkan sejarah yang lebih, meminjam istilah dosen TS, manusiawi.
Begitulah isi tulisan ini. Sebagai masyarakat yang sekarang hidup dalam alam mentalitas yang kritis, kaskuser wajib mempertanyakan kembali fakta-fakta sejarah yang telah diterima umum. Tidak hanya soal ini saja, tetapi soal Revolusi Indonesia, yang kita terima sebagai masa heroik dan kebajikan orang-orang Indonesia, atau Tanam Paksa, yang dikenang dengan pecutan, perampasan, dan kemiskinan masyarakat, wajib kita telusuri kembali. TS tidak meminta kaskuser semua untuk menjadi sejarawan, tetapi TS menyarankan untuk 'berfikir seperti sejarawan'.
Jika ada yang mau berdiskusi, baik dengan TS ataupun dengan kaskuser lainnya soal ini, silakan dimulai di thread ini.
Terima kasih
Spoiler for N. B.:
Mengenai sumber-sumber, nanti TS share. Kebetulan TS sedang berada di luar kamar.