Janda Harus Selalu Waspada Terhadap Para Lelaki OTB
TS
akunku.dibanned
Janda Harus Selalu Waspada Terhadap Para Lelaki OTB
JAMAN Orde Baru, OTB (Organisasi Tanpa Bentuk) selalu diwaspadai. Tapi di era gombalisasi sekarang, lelaki OTB (Orang Tua Biadab) juga harus diwaspadai para janda yang pengin menikah lagi. Kalau tidak, bisa bernasib seperti Ny. Herlin, 40, dari Muaro Jambi, karena putrinya berulangkali dinodai ayah tiri.
Quote:
Ketika masih berkuasa, Pak Harto selalu memberi petunjuk kepada semua mentrinya, agar mewaspadai OTB. Karena organisasi tanpa bentuk ini bisa merongrong kewibawaan pemerintah, sehingga bisa mengganggu Trilogi Pembangunan. Bila stabilitas nasional tidak terpelihara secara mantap terkendali, harga cabe keriting dan gabah akan membubung, sehingga rencana tinggal landas di tahun 2000 justru akan gagal dan tertinggal di landasan.
Di kalangan keluarga, khususnya para janda yang mau menikah lagi, juga harus mewaspadai OTB dalam arti: Oran Tua Biadab. Ny. Herlin warga kampung Sungai Gelam, Sengeti, Kabupaten Muarojambi (Jambi), harus menalan pil pahit, karena ketidak peduliannya pada lelaki OTB. Mentang-mentang calon suaminya itu cukup tampan dan enerjik, mau saja diperistri. Padahal selang beberapa tahun kemudian, anak semata wayangnya, Yeti, 16, digauli juga bak istri sendiri.
Menjanda dalam usia muda, menjadikan banyak wanita tidak siap. Di samping kehilangan jaminan materil, dia juga bakal terganggu pasokan onderdil. Kewajiban menjalankan “sunah rosul” yang sudah kadung menjadi sebuah rutinitas, bakal terkendala dengan sendirinya. Akibatnya tiap malam hanya ngulat-ngulet (menggeliat) dilanda sepi. Kalaupun ada teman, hanya sepotong guling tanpa makna.
Saat Herlin bercerai dengan suami, usianya baru 35 tahun, sementara anak bawaan sudah usia 11 tahun. Dengan penampilan yang masih cukup lumayan, dengan optimis dia menggelar konvensi calon suami. Pesertanya lumayan banyak. Mereka pun lalu adu visi, misi dan finansi. Dari sekian peserta, yang tidak tereliminasi hanya Komarudin, yang kala itu berusia 30 tahun.
Mengapa Herlin justru memilih calon suami yang perjaka dan jauh lebih muda darinya? Karena dia ingin mencari calon suami yang masif fresh, kaya inovasi dan bisa diterima pasar. Bukannya pencitraan, jauh sebelum ikut konvensi, Komarudin sudah akrab dengan dia dan anaknya. Sepertinya lelaki ini bisa jadi pengayom bagi anak satu-satunya yang sangat merindukan figur ayah.
Pilihan Herlin tidak keliru, karena Komarudin memang sosok yang bertanggung-jawab pada keluarga. Jaminan materil dan –terutama– onderdil selalu dipenuhi secara ajeg, bahkan cenderung surplus. Bayangkan, katanya menjalankan “sunah rosul” di malam Jumat itu pahalanya seperti membunuh 40 Yahudi, eh malam Minggu sudah mau “membunuh Yahudi” lagi. Sampai-sampai Herlin mengeluh, “Oalah Pak, yang kemarin saja belum selesai dikubur, sudah mau bunuh Yahudi lagi.”
Tapi apes rupanya, meskipun sudah begitu rajin menjalankan kewajiban suami istri, Herlin sebagai ibu sejati tak kunjung hamil juga. Lama-lama Komarudin jadi jenuh pada milik sendiri yang dijamin halalan tayiban wa asyikan. Celakanya, kemudian dia justru mengincar anak tiri sendiri yang kini sudah nampak gede dan sepertinya enak digoyang dan perlu. Bahkan setan pun bilang, Yeti itu sangat bikin deg-degan dan dijamin nyaman di bawah lambung!
Begitulah kemudian yang terjadi. Di kala istri tak di rumah, Komarudin mencoba memperdayai anak tiri. Awalnya Yeti menolak, tapi akhirnya bisa menikmati. Namun hati nuraninya sangat tersiksa, sehingga meski telah diancam oleh ayah tiri, setahun kemudian dia “bernyanyi” pada ibu kandungnya, bla bla bla…….
Berita itu sungguh bikin Herlin terkaget-kaget. Segera saja dia melapor ke Polres Muaro Jambi, dan Komarudin pun si ayah tiri biadab ini ditangkap. Dalam pemeriksaan dia mengakui segala perbuatannya. Tapi katanya semua itu dilakukan karena dia tak mau terjebak dalam kejenuhan. “Saya ingin yang lebih muda dan enerjik Pak.” katanya cari pembenaran.