Contoh Pesan Berantai :
Quote:
Darurat Asap !!
Sediakan baskom air yang dicampur garam dan diletakkan diluar rumah, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik adalah sekitar pukul 11.00 s.d jam 13.00, dengan makin banyak uap air di udara semakin mempercepat Kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara. Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di Udara.Lakukan ini satu rumah cukup 1 ember air garam, besok Sabtu tgl 12 Sept, jam 10 pagi serempak..
Mari kita sama2 berusaha utk mnghadapi kabut asap yg kian parah ini.. >:|< Mohon diteruskan..Terima kasih(y)
Penjelasan dan Analisa :
Ini Penjelasan BPPT Soal Broadcast 'Pancing' Hujan via Baskom Air Garam
Quote:
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberi penjelasan soal ramainya pesan berantai berisi ajakan cara memancing hujan menggunakan baskom berisi air garam. BPPT menegaskan menciptakan hujan bukan sesederhana itu.
"Dengan 1 ember air tiap rumah dan ajakan ratusan ribu rumah, berharap ada jutaan meter kubik uap air. Dengan asumsi 1 ember sama dengan 10 liter air, maka total air yang hendak diuapan hanya ribuan meter kubik. Diperlukan ratusan juta ember untuk mendapatkan jutaan meter kubik. Itu pun jika semua air yang ditempatkan di ember menguap semua. Dan dipastikan tidak akan mungkin," kata Peneliti Meteorologi Tropis BPPT Tri Handoko Seto dalam keterangannya, Sabtu (12/9/2015).
Menurut Tri, hujan bukanlah mekanisme semikro itu. Perlu banyak persyaratan agar terbentuk awan hujan. Selain penguapan yang sangat banyak, juga perlu pola angin tertentu yang mengarahkan uap air sehingga terjadi kondensasi di suatu wilayah.
"Tentu saja ini terkait dengan kondisi cuaca skala luas. Keberadaan gunung bisa saja mengakibatkan terbentuknya awan, tetapi untuk menjadi hujan juga perlu lingkungan yang mendukung," lanjutnya.
Pada saat ini, air laut di sekitaran Jambi, Sumsel dan Riau tetap menguap airnya. Namun pola angin mengakibatkan uap air tertarik ke utara dan timur laut. Sehingga awan terbentuk di wilayah utara dan timur laut wilayah Indonesia.
Namun bukan tidak mungkin tiba-tiba terjadi perubahan pola angin pada skala yang lebih kecil sehingga terbentuk awan. Tim BPPT telah siaga untuk menyemai awan yang mungkim tumbuh agar bisa menjadi hujan.
Bagi Tri, yang terpenting saat ini kita harus bisa menjaga agar jangan ada lagi pembakaran lahan maupun hutan di saat kemarau. Jika melihat pelaku kebakaran, langsung laporkan ke pihak berwajib. Atau kita juga bisa saja bergabung ke dalam gerakan-gerakan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
Sumber :
http://news.detik.com/berita/3017059...skom-air-garam
Baskom Air Garam Untuk Melawan Asap, Sebuah Hoax
Quote:
Tadi malam, sebuah pesan via Whatsapp masuk ke HP butut saya. Pesan tersebut berisi ajakan untuk mengatasi bencana kabut asap dengan cara yang cukup spektakuler : mempercepat terjadinya hujan dengan menggunakan baskom air garam.
...
Lalu benarkah air garam di baskom dapat mempercepat terjadinya hujan ?
Air yang dicampur garam akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan air biasa (tanpa garam), ini pelajaran fisika SMA. Hal ini dikarenakan larutan garam akan membutuhkan energi lebih besar untuk mencapai tekanan uap yang dibutuhkan untuk mengubah fase air menjadi gas. Dengan kata lain, mencampur air dengan garam di baskom malah akan membuat air lebih sukar menguap.
Selain itu, penbentukan awan hujan (terutama di wilayah tropis) tidak hanya bergantung pada jumlah uap air, tapi juga radiasi matahari dan kondisi atmosfer. Ketika musim kemarau, air lebih sukar menguap dan lebih sukar 'terangkat' ke atmosfer karena energi konvektif yang disebabkan oleh radiasi matahari lebih kecil. Logikanya, kalau air laut yang melimpah di sekitar kita saja susah menguap menjadi awan, apalagi dengan air garam di baskom ?
Kesimpulannya, pesan di atas tadi murni hoax. Dan kalau ada pesan seperti itu sebaiknya jangan disebarkan, karena hanya akan menambah beban saudara-saudara kita di Sumatera dan Kalimantan yang saat ini sedang tertimpa bencana kabut asap.
Sumber :
http://www.kompasiana.com/ardhi_aa/b...9773b90f805e34
Quote:
- Jika kita berasumsi satu ember air yang sediakan oleh setiap rumah dengan volume kira-kira 10 liter air, maka jika seratus rumah ada jutaan ribu meter kubik air yang akan menguap. Itu pun jika semua air menguap. Apakah pernah kita mengisi satu ember penuh di jemur seharian lalu air dalam ember habis total. Hampir tidak mungkin. Butuh ratusan juta ember air untuk mendapatkan jutaan meter kubik di udara.
- Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hujan, selain penguapan, pola aingin, kelembaban udara, tekanan udara, dan masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi dalam skala yang lebih luas. Proses pembentukan awan pun beragam ada yang terbentuk karena orografis (dipaksa naik karena topografi seperti gunung), konveksi (pengangkatan massa udara), front, dan lain-lain. Tidak hanya sesimpel menguapkan air dalam ember.
- Jutaan ember tidak bisa dibandingkan dengan ember besar lautan yang mengisi sekitar 70% isi bumi. Meskipun musim kemarau, air laut tetap mengalami penguapan dan menjadi penyuplai massa udara yang besar.
- Garam sebagai inti kondensasi, tidak bisa disamakan dengan garam yang dilarutkan dalam air sebaskom. Garam-garam yang berada di atas laut berasal dari percikan ombak yang bertabrakan. Karena ukurannya yang sangat kecil sehingga mampu terbawa secara vertikal dan kemudian menjadi inti kondensasi (tempat menempelnya butir-butir air). Jika garam yang terlarut dalam sebaskom air mampu terbawa ke udara melalui proses penguapan, maka dari mana petani garam mendapatkan garamnya?
Sumber :
http://www.kompasiana.com/nyayufatim...afbd8207c495bf
Kesimpulannya : Menaruh ember garam di depan rumah tidak terlalu berpengaruh, informasinya kurang tepat. Yang terpenting saat ini kita harus bisa menjaga agar jangan ada lagi pembakaran lahan maupun hutan di saat kemarau
Jadi jangan mudah percaya sama informasi di Broadcast.
