- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
CEGAH LUPA DI USIA MUDA


TS
kurniadihusengo
CEGAH LUPA DI USIA MUDA
Tak perlu tunggu tua untuk menjadi pelupa. Ya, lupa tak semata terkait usia, tapi soal kondisi kerja otak sebagai organ penting yang menyimpan memori. Bagaimana mencegah lupa di usia muda?
Kepikunan bukan monopoli usia lanjut, karena lupa bisa disebabkan oleh banyak hal dan bukan hanya masalah memori.
Misalnya, seseorang yang mengalami gangguan atensi tidak konsentrasi akan mengeluh lupa. Kondisi stres atau depresi juga membuat otak malas berpikir. Ini karena daya ingat kita dipengaruhi oleh banyak hal. Suasana hati yang positif, contohnya, akan menyerap informasi lebih banyak dan disimpan lebih lama.
Begitu juga jenis sumber informasi akan berpengaruh terhadap penyimpanan data. Data yang bersifat netral akan lebih sulit diingat dibandingkan dengan data yang bersifat emosional, baik positif maupun negatif. Yang juga sering dilupakan biasanya adalah informasi rutin, apalagi jika informasi itu dianggap tidak menarik.
Karena itu, DR. Dr. Yuda Turana, Sp.S, staf pengajar Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, mengingatkan bahwa memori adalah sesuatu yang harus terus dilatih jika tidak ingin jadi pelupa di usia muda.
Pada kasus lupa atau pikun yang mengarah pada demensia, umumnya yang lebih mudah dilupakan adalah data memori baru dibandingkan dengan memori lama. Pada orangtua, kecenderungannya adalah sering menceritakan hal-hal lama secara mendetail namun melupakan hal-hal baru.
Dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp.S, staf pengajar Departemen Neurologi FKUI/RSCM, menjelaskan bahwa untuk bisa bekerja dengan baik, otak harus dalam kondisi kapasitas sel dan fungsi yang baik pula, didukung stimulus dan kemampuan daya fokus.
Jika kemampuan daya konsentrasi digunakan dengan cukup baik dan banyak stimulus positif yang mendukung, maka informasi tersebut akan disimpan dalam bentuk memori di otak. Satu saat jika dibutuhkan, ingatannya bisa dipanggil dan digunakan, ujar Dr. Visa.
Sesuatu yang tersimpan lama dan stimulusnya berkali-kali pasti akan diingat, seperti rutinitas dan aktivitas harian. Lain halnya dengan informasi yang baru didapat dan stimulusnya hanya sekali. Informasi tersebut belum tentu tersimpan kuat dan akan mudah dilupakan.
Faktor lain yang memengaruhi memori kita adalah trauma hebat di kepala karena terbentur atau infeksi yang berat di otak dan menyebabkan lupa. Di sini, ada sirkuit saraf tertentu yang tidak bekerja dengan baik.
Untuk memiliki daya ingat yang baik, modalitasnya juga harus baik. Organ otak harus dalam kondisi baik, bebas dari penyakit dan konsumsi racun, baik dari dalam maupun luar tubuh, seperti narkoba, alkohol, dan rokok yang sangat mencederai otak, jelas Dr. Visa.
Otak harus mendapat supply yang bagus. Jika ada penyakit sistemik, pasokan oksigen dan makanan ke otak berkurang sehingga kerjanya terganggu. Otak juga harus bebas dari penyakit otak sendiri, seperti tumor otak, stroke, dan cedera kepala, ungkap Dr. Visa.
Dr. Visa mengingatkan, selain organ yang harus sehat, modalitas software-nya juga harus baik. Artinya, konsentrasi harus optimal, stimulasi harus variatif, dan ada asosiasi-asosiasi tertentu sehingga memudahkan untuk mengingat.
Kesimpulannya, setiap ada kerusakan otak, apa pun bentuknya, baik terlihat atau tidak oleh CT Scan, akan mengurangi modalitas dalam menjaga daya ingat yang baik, papar Dr. Visa.
Menurut Dr. Visa, lupa yang masih dianggap wajar adalah lupa yang tidak konsisten dan hanya terjadi sesekali. Hal yang dilupakan adalah sesuatu yang wajar untuk dilupakan, misalnya ketinggalan dompet.
Yang harus diwaspadai adalah jika lupanya konsisten selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Atau, jika yang dilupakan adalah hal-hal dasar yang menjadi identitas diri, misalnya apa nama SD-nya dulu atau siapa nama pasangannya, papar Dr. Visa.
Menurutnya, melupakan informasi dasar tak perlu konsisten. Walaupun hanya sekejap dan ingatan bisa pulih dalam beberapa detik, Anda sebaiknya tetap diperiksa. Logikanya, tidak mungkin orang melupakan informasi yang menjadi bio data diri sendiri. Itu berarti ada yang salah di otaknya, apalagi jika usia masih muda.
Lupa di usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit. Jika lupa terjadi pada usia tua, pada level tertentu bisa ditolerir. Jika menjadi pelupa terjadi di atas usia 60, itu menjadi hal yang wajar karena kemampuan daya serap memori menurun, ujar Dr. Visa.
Namun, jika di bawah usia itu sudah pelupa, Anda harus waspada dan segera periksa ke dokter. Sebab, kita tidak pernah tahu apakah lupa tersebut merupakan manifestasi penyakit otak yang berbahaya atau bukan. Jangan diabaikan, segeralah ke dokter saraf untuk menjalani screening.
Tidak harus tua untuk menjadi pelupa. Banyak juga kasus lupa yang terkait dengan penyakit. Bahkan, pikun di usia muda bisa saja karena tidak bisa mengontrol diri sendiri. Hal ini sering terjadi karena infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus atau virus yang menyerang manusia karena daya tahan orang tersebut lemah) yang merusak otak dan membuat virus atau kuman yang lain juga bekerja, ujar Dr. Visa.
Lupa yang wajar adalah lupa terhadap nama teman masa kecil karena sudah lama tidak berjumpa. Namun, bila lupa nama teman dekat atau bahkan lupa nama sendiri, itu sudah harus diwaspadai, ujar Dr. Yuda.
Dr. Yuda menambahkan, pada usia muda, kejadian lupa sering kali terjadi akibat otak yang kelebihan beban. Persoalan satu belum beres, sudah mendapat tugas yang lain. Dengan tingginya tingkat stres dan gaya hidup tak sehat, kejadian Stroke pun meningkat pada usia muda. Dan salah satu akibat Stroke yang dapat terjadi adalah lupa atau gangguan memori.
Menurut dokter yang menulis buku Stop Pikun di Usia Muda! ini, sebenarnya tidak ada perbedaan spesifik terkait gender. Namun pada beberapa studi menunjukkan bahwa pada wanita kemungkinan risiko kepikunan lebih tinggi dibanding dengan pria pada usia lanjut.
Antara lupa di usia muda dan di usia tua, menurut Dr. Yuda, dibedakan oleh faktor penyebab. Pada usia muda, pelupa lebih karena faktor stres dan otak yang overloaded. Namun, pada usia lanjut, kemungkinan Demensia, Alzheimer, dan Stroke perlu diwaspadai.
Pada Demensia Alzheimer, gejala awalnya adalah lupa atau gangguan memori yang baru. Namun, pada Demensia jenis lain, mungkin gangguan perilaku bisa timbul lebih dahulu sebelum muncul gangguan memori, ungkap Dr. Yuda.
Terapinya? Menurut Dr. Visa, jika diketahui penyakit yang mendasarinya, maka atasi dulu penyakit tersebut, baru kemudian dokter saraf akan membuat peta memori - mana memori yang mengganggu dan mana yang masih bagus.
Emergensi memori bukan hanya penyakit fisik, melainkan manifestasi dari penyakit otak yang butuh kecepatan bertindak guna menghentikan penyakit agar tidak semakin luas area kerusakannya, kata Dr. Visa.
Walaupun cuma sesaat, yang jadi masalah bukan soal sesaatnya, karena pasti ada sesuatu di otak. Lupa akan hal dasar, terutama sesuatu yang harusnya tidak dilupakan, tidak boleh dianggap remeh apalagi dijadikan lelucon. Bisa jadi, saat itu orang tersebut sedang mengalami emergensi memori.
Manifestasinya memang tidak terlihat secara fisik seperti penyakit lain, tapi sangat mengganggu dan dikhawatirkan berkembang luas dan cepat. Misalnya, pada serangan stroke, dalam hitungan menit ribuan sel otak mati, papar Dr. Visa.
Ingatlah bahwa lupa itu asal organnya otak. Jadi, lakukan segera hal yang membuat otak sehat, misalnya berolahraga rutin, menghindari zat yang merusak otak, menghindari makanan yang membuat pembuluh darah menyempit, dan pastikan istirahat cukup, pesar Dr. Visa.
Dr. Yuda menyarankan hal serupa. Langkah praktis untuk mencegah penurunan memori adalah dengan tetap beraktivitas fisik, terapkan gaya hidup sehat, kelola stres, dan perbanyak aktivitas sosial.
Namun, saat kita merasa lebih sering lupa daripada sebelumnya, sebaiknya segerah konsultasi ke dokter. Karena deteksi dini itu penting, mengingat penyakit Alzheimer belum ada obatnya, pungkas Dr. Yuda.
- DR. Dr. Yuda Turana, Sp.S -
- Dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp.S -
Kepikunan bukan monopoli usia lanjut, karena lupa bisa disebabkan oleh banyak hal dan bukan hanya masalah memori.
Misalnya, seseorang yang mengalami gangguan atensi tidak konsentrasi akan mengeluh lupa. Kondisi stres atau depresi juga membuat otak malas berpikir. Ini karena daya ingat kita dipengaruhi oleh banyak hal. Suasana hati yang positif, contohnya, akan menyerap informasi lebih banyak dan disimpan lebih lama.
Begitu juga jenis sumber informasi akan berpengaruh terhadap penyimpanan data. Data yang bersifat netral akan lebih sulit diingat dibandingkan dengan data yang bersifat emosional, baik positif maupun negatif. Yang juga sering dilupakan biasanya adalah informasi rutin, apalagi jika informasi itu dianggap tidak menarik.
Karena itu, DR. Dr. Yuda Turana, Sp.S, staf pengajar Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, mengingatkan bahwa memori adalah sesuatu yang harus terus dilatih jika tidak ingin jadi pelupa di usia muda.
Pada kasus lupa atau pikun yang mengarah pada demensia, umumnya yang lebih mudah dilupakan adalah data memori baru dibandingkan dengan memori lama. Pada orangtua, kecenderungannya adalah sering menceritakan hal-hal lama secara mendetail namun melupakan hal-hal baru.
Dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp.S, staf pengajar Departemen Neurologi FKUI/RSCM, menjelaskan bahwa untuk bisa bekerja dengan baik, otak harus dalam kondisi kapasitas sel dan fungsi yang baik pula, didukung stimulus dan kemampuan daya fokus.
Jika kemampuan daya konsentrasi digunakan dengan cukup baik dan banyak stimulus positif yang mendukung, maka informasi tersebut akan disimpan dalam bentuk memori di otak. Satu saat jika dibutuhkan, ingatannya bisa dipanggil dan digunakan, ujar Dr. Visa.
Sesuatu yang tersimpan lama dan stimulusnya berkali-kali pasti akan diingat, seperti rutinitas dan aktivitas harian. Lain halnya dengan informasi yang baru didapat dan stimulusnya hanya sekali. Informasi tersebut belum tentu tersimpan kuat dan akan mudah dilupakan.
Faktor lain yang memengaruhi memori kita adalah trauma hebat di kepala karena terbentur atau infeksi yang berat di otak dan menyebabkan lupa. Di sini, ada sirkuit saraf tertentu yang tidak bekerja dengan baik.
Untuk memiliki daya ingat yang baik, modalitasnya juga harus baik. Organ otak harus dalam kondisi baik, bebas dari penyakit dan konsumsi racun, baik dari dalam maupun luar tubuh, seperti narkoba, alkohol, dan rokok yang sangat mencederai otak, jelas Dr. Visa.
Otak harus mendapat supply yang bagus. Jika ada penyakit sistemik, pasokan oksigen dan makanan ke otak berkurang sehingga kerjanya terganggu. Otak juga harus bebas dari penyakit otak sendiri, seperti tumor otak, stroke, dan cedera kepala, ungkap Dr. Visa.
Dr. Visa mengingatkan, selain organ yang harus sehat, modalitas software-nya juga harus baik. Artinya, konsentrasi harus optimal, stimulasi harus variatif, dan ada asosiasi-asosiasi tertentu sehingga memudahkan untuk mengingat.
Kesimpulannya, setiap ada kerusakan otak, apa pun bentuknya, baik terlihat atau tidak oleh CT Scan, akan mengurangi modalitas dalam menjaga daya ingat yang baik, papar Dr. Visa.
Menurut Dr. Visa, lupa yang masih dianggap wajar adalah lupa yang tidak konsisten dan hanya terjadi sesekali. Hal yang dilupakan adalah sesuatu yang wajar untuk dilupakan, misalnya ketinggalan dompet.
Yang harus diwaspadai adalah jika lupanya konsisten selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Atau, jika yang dilupakan adalah hal-hal dasar yang menjadi identitas diri, misalnya apa nama SD-nya dulu atau siapa nama pasangannya, papar Dr. Visa.
Menurutnya, melupakan informasi dasar tak perlu konsisten. Walaupun hanya sekejap dan ingatan bisa pulih dalam beberapa detik, Anda sebaiknya tetap diperiksa. Logikanya, tidak mungkin orang melupakan informasi yang menjadi bio data diri sendiri. Itu berarti ada yang salah di otaknya, apalagi jika usia masih muda.
Lupa di usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit. Jika lupa terjadi pada usia tua, pada level tertentu bisa ditolerir. Jika menjadi pelupa terjadi di atas usia 60, itu menjadi hal yang wajar karena kemampuan daya serap memori menurun, ujar Dr. Visa.
Namun, jika di bawah usia itu sudah pelupa, Anda harus waspada dan segera periksa ke dokter. Sebab, kita tidak pernah tahu apakah lupa tersebut merupakan manifestasi penyakit otak yang berbahaya atau bukan. Jangan diabaikan, segeralah ke dokter saraf untuk menjalani screening.
Tidak harus tua untuk menjadi pelupa. Banyak juga kasus lupa yang terkait dengan penyakit. Bahkan, pikun di usia muda bisa saja karena tidak bisa mengontrol diri sendiri. Hal ini sering terjadi karena infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus atau virus yang menyerang manusia karena daya tahan orang tersebut lemah) yang merusak otak dan membuat virus atau kuman yang lain juga bekerja, ujar Dr. Visa.
Lupa yang wajar adalah lupa terhadap nama teman masa kecil karena sudah lama tidak berjumpa. Namun, bila lupa nama teman dekat atau bahkan lupa nama sendiri, itu sudah harus diwaspadai, ujar Dr. Yuda.
Dr. Yuda menambahkan, pada usia muda, kejadian lupa sering kali terjadi akibat otak yang kelebihan beban. Persoalan satu belum beres, sudah mendapat tugas yang lain. Dengan tingginya tingkat stres dan gaya hidup tak sehat, kejadian Stroke pun meningkat pada usia muda. Dan salah satu akibat Stroke yang dapat terjadi adalah lupa atau gangguan memori.
Menurut dokter yang menulis buku Stop Pikun di Usia Muda! ini, sebenarnya tidak ada perbedaan spesifik terkait gender. Namun pada beberapa studi menunjukkan bahwa pada wanita kemungkinan risiko kepikunan lebih tinggi dibanding dengan pria pada usia lanjut.
Antara lupa di usia muda dan di usia tua, menurut Dr. Yuda, dibedakan oleh faktor penyebab. Pada usia muda, pelupa lebih karena faktor stres dan otak yang overloaded. Namun, pada usia lanjut, kemungkinan Demensia, Alzheimer, dan Stroke perlu diwaspadai.
Pada Demensia Alzheimer, gejala awalnya adalah lupa atau gangguan memori yang baru. Namun, pada Demensia jenis lain, mungkin gangguan perilaku bisa timbul lebih dahulu sebelum muncul gangguan memori, ungkap Dr. Yuda.
Terapinya? Menurut Dr. Visa, jika diketahui penyakit yang mendasarinya, maka atasi dulu penyakit tersebut, baru kemudian dokter saraf akan membuat peta memori - mana memori yang mengganggu dan mana yang masih bagus.
Emergensi memori bukan hanya penyakit fisik, melainkan manifestasi dari penyakit otak yang butuh kecepatan bertindak guna menghentikan penyakit agar tidak semakin luas area kerusakannya, kata Dr. Visa.
Walaupun cuma sesaat, yang jadi masalah bukan soal sesaatnya, karena pasti ada sesuatu di otak. Lupa akan hal dasar, terutama sesuatu yang harusnya tidak dilupakan, tidak boleh dianggap remeh apalagi dijadikan lelucon. Bisa jadi, saat itu orang tersebut sedang mengalami emergensi memori.
Manifestasinya memang tidak terlihat secara fisik seperti penyakit lain, tapi sangat mengganggu dan dikhawatirkan berkembang luas dan cepat. Misalnya, pada serangan stroke, dalam hitungan menit ribuan sel otak mati, papar Dr. Visa.
Ingatlah bahwa lupa itu asal organnya otak. Jadi, lakukan segera hal yang membuat otak sehat, misalnya berolahraga rutin, menghindari zat yang merusak otak, menghindari makanan yang membuat pembuluh darah menyempit, dan pastikan istirahat cukup, pesar Dr. Visa.
Dr. Yuda menyarankan hal serupa. Langkah praktis untuk mencegah penurunan memori adalah dengan tetap beraktivitas fisik, terapkan gaya hidup sehat, kelola stres, dan perbanyak aktivitas sosial.
Namun, saat kita merasa lebih sering lupa daripada sebelumnya, sebaiknya segerah konsultasi ke dokter. Karena deteksi dini itu penting, mengingat penyakit Alzheimer belum ada obatnya, pungkas Dr. Yuda.
- DR. Dr. Yuda Turana, Sp.S -
- Dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp.S -
0
1.7K
11
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan