Sukirno Senin, 31/08/2015 13:39 WIB

Beban Meroket, Laba BUMN Timah (TINS) Terjungkal 98,4%

Ilustrasi Bisnis.com
Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pelat merah PT Timah (Persero) Tbk membukukan laba bersih Rp5 miliar pada semester I/2015, terjungkal 98,4% dari perolehan periode yang sama tahun lalu, Rp334,68 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perseroan, Senin (31/8), disebutkan tekanan laba terbesar terjadi akibat meroketnya beban penjualan pada paruh pertama tahun ini.

Padahal, pendapatan usaha emiten berkode saham TINS itu melonjak 16,9% year-on-year menjadi Rp3,21 triliun dari sebelumnya Rp2,75 triliun.

Pada saat yang sama, beban pokok pendapatan TINS meroket 40,8% menjadi Rp2,95 triliun dari sebelumnya Rp2,09 triliun. Sehingga, laba kotor yang diraih perseroan merosot menjadi Rp262,77 miliar dari Rp652,22 miliar.

Laba sebelum pajak perseroan pada semester I/2015 mencapai Rp13,93 miliar dari Rp419,77 miliar. Laba periode berjalan Rp5,02 miliar dari sebelumnya Rp334,66 miliar.

Hingga 30 Juni 2015, total aset Timah mencapai Rp9,36 triliun dari akhir tahun lalu Rp9,84 triliun. Liabilitas Rp4,19 triliun dari Rp5,3 triliun dengan ekuitas Rp5,17 triliun dari Rp4,49 triliun.

Roket

Rupiah Terus Meroket, Pengusaha Tahu Terancam Gulung Tikar

Senin, 31 Agustus 2015 - 20:26 WIB
Para pekerja tampak sibuk mengolah tahu dan tempe di pabriknya, Jalan Samekto Sampit, Senin (31/8/2015). Terus melemahnya nilai rupiah terhadap dolar membuat harga bahan baku tahu, yakni kedelai cenderung naik sehingga berdampak pada usaha tersebut.
BUAT TAHU : Para pekerja tampak sibuk mengolah tahu dan tempe di pabriknya, Jalan Samekto Sampit, Senin (31/8/2015). Terus melemahnya nilai rupiah terhadap dolar membuat harga bahan baku tahu, yakni kedelai cenderung naik sehingga berdampak pada usaha tersebut.
MELEMAHNYA nilai tukar rupiah terhadap dolar berdampak terhadap dunia usaha di Kotim tidak terkecuali usaha tahu dan tempe.

Para pengrajin tahu dan tempe mengaku naiknya dolar berdampak terhadap naiknya harga bahan baku tahu dan tempe yakni kacang kedelai impor sebesar Rp1000 per kilogram. Bahkan mereka memprediksi apabila harga kacang kedelai impor terus menerus naik maka usaha mereka pun terancam gulung tikar atau berhenti memproduksi tahun dan tempe.

“Ya kalau harganya terus naik sementara keuntu­ngan yang kami dapat terus menipis dan bahkan akan cenderung rugi banyak mau tidak mau ya terpaksa bakal berhenti,” kata Suhari, salah seorang pengrajin tahu yang ditemu di lokasi pengolahan tahu miliknya Jalan Samekto Kecamatan Baamang, Senin (31/8/2015).

Diungkapkan Suhari, sebelum harga kedelai naik keuntungan yang didapat dalam satu kali produksi tahu dan tempe setiap harinya bisa mencapai 25%. Namun semenjak harga kedelai naik, keuntungan yang didapat berkurang hingga 10% per setiap kali produksi. Setiap satu kali produksi, dirinya memerlukan sekitar 4 ton kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe.

“Kalau saat ini naiknya masih seribu per kilo jadi satu karung itu naiknya Rp10 ribu, tapi saya dengar infonya harganya akan naik lagi,” katanya.

Dengan kondisi itu, Suhari hanya bisa pasrah. Meski bahan baku naik dia juga memutuskan tidak menaikkan harga penjualan termasuk tidak mengurangi ukuran. Dia beralasan menaikkan harga maupun mengurangi ukuran justru akan menambah kerugian karena daya beli masyarakat akan menurun.

Dia berharap harga dolar bisa segera turun dan normal lagi agar aktivitas usaha tempe dan tahu yang sudah dirintisnya sejak 15 tahun yang lalu tidak gulung tikar dan membuat sejumlah pekerja tahu dan tempe hilang pekerjaan. (FI/B-5)

Roket

Ikan Langka, Harga Ayam Meroket

BALIKPAPAN | Senin, 31/Agustus/2015 10:56

BALIKPAPAN - Kenaikan harga daging ayam yang terjadi di sejumlah daerah juga terjadi di Kota Minyak. Harga ayam potong di Pasar Pandansari, mengalami kenaikan yang signifikan. Per ekornya ayam potong dijual Rp 45 ribu untuk ukuran besar dan ukuran kecil dijual Rp 35-40 ribu.

“Biasanya ayam potong ukuran yang besar satu ekor paling mahal Rp 40 ribu, sekarang rata-rata Rp 45 ribu bisa lebih,” kata Yan, salah seorang pedagang Pasar Pandansari, Balikpapan Barat. Menurutnya, kenaikan harga ayam ini karena stoknya yang dikirim dari pemasok ayam potong memang terbatas.

Selain itu faktor lain seperti kelangkaan ikan di pasar sebagai lauk pengganti ayam, turut menyumbang kenaikan harga ayam potong. Menurutnya karena pengaruh cuaca gelombang tinggi, ketersediaan ikan juga terbatas sehingga banyak masyarakat yang memakan ikan beralih mengonsumsi ayam.

Sementara itu, Pusat Informasi Pemasaran (Pinsar) Hasil Unggas menyebut kelangkaan bibit anak ayam yang berumur satu hari atau day old chick (DOC) juga menjadi penyebab terbatasnya pasokan ayam ke pedagang. “Waktu itu produksi DOC libur selama sepekan karena Lebaran, jadi sempat kosong,” beber Ketua Pinsar Ancah.

Setidaknya perlu 25 hari dari masa pengisian DOC baru kemudian ayam bisa dipanen. “Karena ada libur sepekan otomatis DOC kosong. Ketika mulai pengisian dan menunggu masa panen tiba otomatis pasokan ayam juga kosong,” terangnya.

Menurutnya, kondisi itu sempat mendapat respons pasar yang tenang. Permintaan juga surut. Itu tercermin dari harga ayam potong yang melorot menjadi Rp 12 ribu per kilogram di tingkat Pinsar. Namun, hanya dalam sepekan situasi berbalik.

“Keperluan mendadak meningkat. Kelangkaan ikan juga ikut beri pengaruh harga ayam potong. Pasokan yang perlahan menipis lantas mengalami kenaikan harga dengan cepat mencapai Rp 22.500 per kilogram,” tambahnya.

Ia memperkirakan harga ayam potong akan berangsur normal sepekan mendatang seiring masuknya masa panen. Harga diprediksi segera turun di angka Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per kilogram di tingkat Pinsar.

Pinsar Hasil Unggas bersama dengan 14 kemitraannya memasok 35-40 ribu ekor ayam potong setiap harinya. Menjelang Lebaran lalu, volume penyalurannya meningkat dua kali lipat menjadi 80 ribu ekor per hari. Dari Pinsar, ayam didistribusikan ke agen sebelum didistribusikan kembali kepada para pedagang.
Roket