Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dididajitoAvatar border
TS
dididajito
Ini Kami yang Kalian Sebut sebagai Penghayat Kebencian
Hari ini dengan tulisan ini saya ingin menerawang kehidupan para penghayat kebencian dan melukiskan keberadaan hati nurani di dalam hidup mereka, karena pada dasarnya setiap manusia memiliki Sang Hidup yang maha suci yang berada di dalam setiap individu manusia, terlepas dari mereka apakah seorang Penghayat Kebencian maupun bukan.


Katakanlah aku Penghayat Kebencian, aku hidup di dalam kalangan manusia yang sama rasnya denganku, ku setiap hari hidup selaras dengan alam dalam menempuh perjalanan hidupku. Aku tidak ingin megah mewah kaya seperti orang orang yang bukan penghayat kebencian, mereka hidup dalam keadaan glamor dengan pakaian jutaan, jam tangan jutaan, dan rumah mewah dengan pagar tinggi-tinggi.


Saya sebagai Penghayat Kebencian benci terhadap orang yang rumahnya berpagar tinggi, karena mereka adalah pendatang yang datang hidup di kotaku, tetapi mereka mengurung diri dengan jeruji besi seolah takut kami warga lokal ingin mencuri dari rumah mereka, sehingga mereka harus membangun rumah begitu mewah dengan pagar begitu tinggi.


Kami hidup dalam keadaan malu, karena malu di kota kami ada rumah yang begitu mencolok diantara rumah-rumah kumuh, dan rumah yang mencolok ini dipasangi pagar begitu tingginya seolah kami warga lokal ingin memailingi mereka, atau mencuri atau merampoki mereka. Karena mereka sudah takut atas kejadian itu, sehingga maka dari warga kami pun ada yang benar-benar mencuri atau merampoki mereka. Karena mereka tidak mau berbaur dengan kami dengan pakaian yang sama-sama lusuhnya.


Kami pun meminta-minta pada mereka, karena mereka kalau makan berjuta-juta, sedangkan mereka tidak mau memberi kami yang makannya lima ribu rupiah. Kami mau menganggap mereka saudara tetapi mereka malah tidak mau berbagi rezeki seolah duit dapat dibawa mati, oleh sebab itu dari kami tidak ada yang mau menganggap mereka saudara. Kalau ada apa-apa kami tidak akan membantu mereka, justru mereka akan diapa-apakan oleh orang diantara kami agar mereka sadar bahwa mereka butuh berbaur agar untuk dilindungi. Itulah tujuan kami, bukan karena kami ingin mengapa-apakan mereka, tetapi mereka meminta diapakan supaya bisa sadar.


Kami Penghayat Kebencian tumbuh dalam keadaan malu dengan rumah mewah dan keadaan disekitar kami yang mewah-mewah. Padahal kami tidak butuh itu tetapi mereka selalu berupaya agar kami menjadi seperti mereka dengan pakaian jutaan dan rumah berpagar tinggi. Kami sungguh tidak tahan dengan kehidupan yang begitu glamor yang ditawarkan umat mereka, sehingga kami membicarakan mereka dan menyebarkan hal-hal yang menjelekkan mereka, tetapi tindakan kami disebut provokasi atau disebut menyebarkan kebencian.


Lantas ketika aku beranak pinak, anakku ku didik agar selalu taat kepada Allah SWT supaya mereka tidak memakan babi dan hidup dalam kemewahan yang foya-foya dan tidak ada manfaatnya. Harta, materi tidak dibawa mati, maka kami ajarkan pada anak-anak kami untuk membenci kaum mereka. Itulah kenyataan yang ada, bagi kami, kami tidak perlu kemajuan negara dengan mall indah dan mewah dengan kilatan cahaya yang wah. Kami justru senang berkumpul bersama di malam hari menikmati sebatang rokok dengan bir yang nikmat sambil merencanakan untuk menyadarkan kaum mereka.


Kami rencana untuk mengambil uang mereka semua, agar mereka sadar bahwa mereka tidak dapat bergantung pada uang dan aparat terus dalam menjaga keharmonisan hidup, justru bersosialisasi memiliki teman maka merekalah yang akan membantu saat kesusahan. Maka muncullah perampok atau pencuri, tetapi sebenarnya yang mereka incar bukan harta materi, melainkan kesadaran bagi yang hidup dalam kemewahan. Agar mereka mau menjadi manusia yang menolong yang kesusahan.


Kami sudah tidak punya jalan lain lagi, kami tidak pintar berputar balik kata-kata serta memuji-muji boss agar diberi pangkat yang tinggi-tinggi. Tidak pula kami pintar dalam menangani pelanggan yang cerewet dan banyak maunya, kami cenderung menyuruh mereka bersabar dan menerima produk kami dalam keadaan yang ada saja, karena kami cenderung tidak neko-neko dalam sesuatu, asal halal dalam agama maka kami pun iyakan.


Maka karir kami mentok, keadaan keuangan kami sulit, kami pun tidak punya jalan lain selain merampok atau mencopet. Terlebih lagi kita lihat banyak orang kaya di kota, apa sih susah mereka kalau kehilangan beberapa juta saja? Padahal jumlah itu sangatlah besar bagi kami, bisa kami pakai berhari-hari atau berminggu-minggu, tetapi apa daya saat negara kami dibudayakan untuk menjadi konsumtif dengan berbagai perangkat teknologi gadget yang mewah. Setiap anak muda-mudi berlomba-lomba memiliki gadget, komputer, laptop canggih, sehingga mereka menjadi marah-marah dan emosional saat tidak mendapatkan itu.


Mereka kemudian jatuh dalam keadaan yang sama seperti kaum bukan penghayat kebencian, yang mencari materi untuk hidup mewah, padahal kami cukup seadanya saja. Karena jalan kami sudah buntu, dan pemerintah tidak membuka jalan pada kami dengan cara yang kami inginkan, maka kami pun dengan cara menyebarkan kebencian dan mengusir pengaruh budaya budaya konsumtif seperti itu, kami pun menjadi marah karena kami sudah cukup bersabar pada pemerintah yang pro budaya konsumtif.


Maka keadaan inilah keadaan Indonesia saat ini, karena kami senyatanya berbeda dengan mereka, kami loyal pada orang yang loyal pada kami, kami memiliki hati nurani seperti manusia lain, asalkan mereka menghormati kami, maka kami juga menghormati mereka.


Wallahualam
0
2.1K
29
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan