- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
THE ANGKOTS: Pemanis Putih Abu Si Pemalu


TS
iman52
THE ANGKOTS: Pemanis Putih Abu Si Pemalu
SELAMAT SABTU GAN!
Setelah lama jadi silent reader dimarih, akhirnya ane putusin untuk nulis cerita ane sendiri
Maaf Kalo tulisan ane berantakan hehe,
Nama Ane Iman, saat ini ane menempuh DIPLOMA 3 Periklanan di Jakarta. Pengalaman ini sebenernya udah ane tulis dari tahun lalu dan baru ada keinginan lagi ngelanjutin .
Pengalaman ini berdasarkan kisah ane masa SMK disalah satu SMK di Bogor.
NAMA TOKOH DAN CERITA SUDAH ATAS IZIN YANG BERSANGKUTAN DAN PENGUBAHAN SEPERLUNYA
SILAHKAN GAN
LANJUTANNYA DIBAWAH YA GAN
Setelah lama jadi silent reader dimarih, akhirnya ane putusin untuk nulis cerita ane sendiri

Maaf Kalo tulisan ane berantakan hehe,
Nama Ane Iman, saat ini ane menempuh DIPLOMA 3 Periklanan di Jakarta. Pengalaman ini sebenernya udah ane tulis dari tahun lalu dan baru ada keinginan lagi ngelanjutin .
Pengalaman ini berdasarkan kisah ane masa SMK disalah satu SMK di Bogor.
NAMA TOKOH DAN CERITA SUDAH ATAS IZIN YANG BERSANGKUTAN DAN PENGUBAHAN SEPERLUNYA
SILAHKAN GAN

Spoiler for THE ANGKOTS:
Spoiler for WAKTU ITU:
Gerimis perlahan mulai mereda, sedari siang bumi terus dimandikan, Bogor yang dijuluki Kota Hujan kini semakin menghujan, jam sudah menunjukan pukul 21.35 WIB, Ane mencoba melupakan tugas ilustrasi yang terbengkalai dengan menutup mata, ternyata sia-sia.
Rindu yang dirasakan semakin ganas, entahlah. Hanya saja Ane mungkin terlalu ingat dengan momen-momen bersama Dia dibanding dengan mantan ane. Bagi ane lebih berkesan sebuah perjuangan meski tidak selalu membuahkan hasil dan sesuai ekspektasi. Ane sudah lama menyukai dia, Alika sosok yang kini terus mengganggu pikiran dimanapun, di Kampus, di Commuterline, di Angkot. Ya, di Angkot. Ane punya kesan tersendiri.
Ane kini menempuh pendidikan Diploma 3 Periklanan di salah satu kampus di Jakarta dan sekarang berada di semester 3.
Waktu itu..
Dua setengah Tahun yang lalu, Jam menunjukan pukul 17.25 WIB, Guru mata pelajaran IPS belum juga menunjukan gelagat mengakhiri pelajaran di kelas XI hari ini, Ane menaruh kepala diatas meja sesekali menengok kearah Alika, tiba-tiba sikutan Andri, teman sebangku ane yang hingga kini menjadi sohib ane.
“Kenape lo ngeliatin dia mulu?” Tanya Andri berbisik,
“Oh Heuheu engga ada apa-apa kok” jawab Ane,
“Eh maneh jadi melikeun si eta bunga?” Tanya lagi Andri dalam bahasa Sunda, yang artinya
‘Lo jadi beliin si dia bunga’
“Jadi Ri, balikna weh” jawab Ane dalam bahasa Sunda juga, artinya ‘Jadi Ri, baliknya aja’
Ane dan Andri sudah sangat dekat sekali, meski Kami baru bersama dikelas XI. Beberapa menit setelah percakapan singkat Kami, Bel tanda pulang berdering, sorak para siswa kelas XI-2 riuh seakan mendengar kabar bahwa besok adalah hari Libur. Maklum sajalah, Bahasa Indonesia bagi Kami adalah mata pelajaran yang paling membosankan selain, mungkin karena gurunya saja yang kurang menarik, Kalian mungkin tahu dan setuju, Guru cantik adalah hal yang paling membuat belajar semakin seru ha ha ha, itu modus lain dari guru cantik asik untuk dipandang.
“Tadi pengen buru-buru pulang, sekarang malah diem dikelas” goda Ane mendekati Alika yang sedang menulis sesuatu.
“Hehe, gue lagi nulis salinan catetan yang tadi” ujar Alika,
“Oh haha, rajin banget sih. Gue dong engga nulis haha” kata Ane,
“Gue bukan lo! Pemales.” ujar Alika dengan nada tinggi, entah sedang sewot karena digoda atau bercanda, Ane sendiri sulit membedakan pada saat Alika marah atau bercanda, bagi ame setiap perkataan Alika, puisi.
“Dih, gue males? Gue sering dibilang rajin kali sama Pak Gusti, guru TIK kita” balas Ane,
“Yeee itu mah karena elonya aja sering buatin dia kopi” ledek Alika,
“Yaudah-yaudah, lo mau pulang enggak?” tanya Ane,
“Entar aja, lo duluan aja” jawab Alika,
“Oh yaudah, gue duluan ya” ujar Ane, tapi Alika tidak menjawab ia hanya fokus dengan tulisannya,
10 menit berselang, dari kejauhan Alika tampak keluar kelas koridor arah gerbang keluar, Tampak buku tebal dengan lembaran-lembaran kusam,mungkin hasil UTSnya dipelukannya.
“Loh man, kok belum pulang?katanya mau pulang?” Tanya Alika terheran dengan Ane yang sedang duduk didekat gerbang.
“Tadi mau pulang cuma hujan” ujar Ane,
“Mana hujan sih? Tuh ibu-ibu disana masih jemur rengginang” heran Alika, yang memang tidak tampak bekas bumi diguyur hujan. Oh iya, bagi yang belum tau rengginang. Rengginang itu sejenis kerupuk terbuat dari nasi atau beras ketan yang dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari.
“Yaa engga sih, jadi gini tadi gue ngobrol sama Pak Jumadi, satpam sekolah. Katanya waktu dia jaga malem, dia suka ngeliat sesuatu” ujar Ane dengan nada serius,
“Masa sih? Hantu?” tanya Alika dengan muka kaget,
“Eeee, hmm.. Tanya aja sana ke Pak Jumadi, udah yuk ah pulang” ujar Ane mencoba mengalihkan perhatian,
Kami jalan menyusuri gang yang tidak terlalu lebar untuk sampai kedepan jalan raya, disepanjang jalan Ane sedikit gugup, maklumlah ane baru sekali ini sangat begitu menyukai perempuan. Alika adalah yang pertama baginya, besar harapan pertama juga yang akan Ane miliki. Setidaknya untuk sementara Ane sedang dekat dengannya, entah apakah Alika juga sudah punya orang lain yang sedang dekat atau tidak.
Tibalah Mereka didepan gang sekolah,
“Ayo Al, sini gue sebrangin” goda Ane,
“Dih ngapain, gue ge bisa nyebrang sendiri” tolak Alika,
“Haha, yaudah yuk” tertawa Ane sambil menyebrangi jalan,
“Oh iyah, tugas Presentasi lo udah man?” Tanya Alika, sembari jalan menuju angkot 06 yang sudah menanti Mereka,
“Udeh, memang lo belum?” Tanya balik,
“Belum euy, Presentasinya dari Flash yah?” ujar Alika, Maksud Alika Flash adalah Macromedia Flash (Oh iya Macromedia Flash itu Software untuk membuat sebuah animasi atau display presentasi berbasis Flash Player dan Action Script, selain itu adapula Adobe Flash)
Kesempatan pikirnya, Ane bisa saja membuatkan Alika sebuah presentasi, setidaknya untuk menunjukan betapa pedulinya ane ke dia.
“Mau gue buatin?” Tanya Ane,
“Engga usah deh, ngerepotin” jawab Alika,
“Engga kok serius” ujar Ane,
“Engga usah Makasih maan, biar gue aja” kata Alika dengan nada panjang,
“Oh yaudah” ujar Ane, Alika memang begitu. Kemauannya kuat, biarpun Ane tahu kalo Alika tidak begitu menguasai Program tersebut, setidaknya dirinya mencoba tanpa bantuan orang lain dalam hal apapun,
Hebat. Pantaslah Ane menyukai dirinya sejak lama. Alika termasuk siswa yang cerdas dalam hal Mata Pelajaran Umum, tidak begitu dalam hal Mata Pelajaran Jurusan.
Angkot 06 tersebut melaju dengan supir yang sedikit baya, wajarlah jika membawa angkotnya saja begitu melow, Oh ya. Jarak rumah Alika dengan sekolah tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 menit saja dari sekolahan.
“Depan kiri ya pak” ujar Alika, Angkot 06 yang mereka tumpangi itu menepi, Alika turun sembari berujar
“Duluan ya man”,
“Oh iya hati-hati yaa” jawab Ane.
Setelah hampir 45 Menit perjalanan pulang, Ane pun tiba di istana lantai dua, ane pun lupa untuk membeli bunga, mungkin besok. Rumah dengan cat hijau, tidak terlalu besar namun dilantai duanya tidak terlalu banyak perabotan sehingga terkesan cukup luas, namun hari itu rumah ane berubah sangat sempir. Wajar saja, besok adalah Resepsi pernikahan kakak ane yang pertama, banyak Om dan tante serta sanak saudara yang lainnya datang,
Ane sendiri kemungkinan hanya bisa menghadiri Ijab Qobulnya saja, siangnya ane harus ke sekolahan karena ada Ulangan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, bisa saja ane izin untuk tidak hadir, hanya saja guru Mapel Bahasa Indonesia ngeselinnya tingkat Olimpiade, daripada cari gara-gara dan nilai kosong, lebih baik masuk.
Sabtu Pagi, 08 Juni 2013. Ane sudah rapih dengan setelan kemeja dan rompi.
Tampak Ayah ane mengenakan balutan Kemeja, Jas dan Kopiah hitam membakar rokok di depan rumah, sedangkan Ibu ane sedikit berkaca-kaca matanya memancarkan rona kebahagiaan. Tak tampak Kakak Perempuan Ane sebagai calon pengantinnya, entahlah mungkin disembunyikan atau sedang di make –up.
Sekarang pukul 08.06 WIB, prosesi ijab qobul akan dimulai sebentar lagi. Masjid Al-Ihsan mulai penuh dengan tetangga dan sanak saudara yang hendak menyaksikan momen yang sakral ini.
“Engga kedalem man?” Tanya Om Amin,
“Engga om disini aja, ngejagain sandal” jawab Ane dengan sedikit nyengir,
“Yee Kakakmu nikah, masa kamu disini. Ayo masuk” kata Om Amin,
“Iya-iya om, entar nyusul. Aku nungguin temen dulu” jawab Ane,
“Oh yasudah, om duluan ya. Sudah mau mulai” ujar Om Amin sambil masuk ke dalam masjid,
Entah apa yang sedang difikirkan Ane, terlihat gugup. Apakah karena kakaknya menikah ia menjadi gugup? Ah mungkin bukan itu penyebabnya. Ane gugup memikirkan nanti disekolahan. Bukan juga tentang Ulangan Bahasa Indonesia, tapi soal Dia, Ya. Soal Alika.
Ijab Qobul selesai dilaksanakan, Ane berjalan sendiri ke rumahnya yang sudah tertata rapih untuk acara pesta pernikahan,ia tertinggal rombongan, untunglah rumahn nae tidak terlalu jauh dari Masjid tersebut, sepanjang perjalanan ia memikirkan Kakak Ipar ane yang dalam Ijab Qobul tadi beberapa kali gugup sehingga harus mengulang pengucapan Ijab Qobulnya, Apa yang terjadi bila Ane diposisi dia, fikir iseng ane dalam hati. Apakah akan gugup? Atau malah pingsan dan acara Ijab Qobulnya batal ha ha ha, entahlah. ane masih kelas XI, terlalu jauh memikirkan soal itu.
“Bang, liat sepatu aku gak? Di masjid engga ada tadi” Tanya Ane pada Abang ane, Nizar
“Nih Abang pake” jawab Abang Nizar dengan santai,
“Yeee jangkrik, daritadi aku cariin, aku nyeker nih” kesel Ane,
“Yaa habis Pantofel Abang dipake Om Amin” kata Abang Nizar,
Oh okey, ini jadi semacam Kasus ‘kriminal’ yang tidak menyenangkan, Ane ditinggal rombongan keluarga karena mencari sepatu yang hilang di masjid yang ternyata dipakai Abang, karena sepatu Abang ane dipake Om Amin. Pertanyaannya adalah kemana sepatu Om Amin? Masih menjadi misteri.
“Hahaha pantes sih, gitu aja udah cocok sama setelan muka” ledek Bang Nizar,
“Ah, ada sepatu lagi gak? Mumpung belum ada tamu undangan cewek cantik nih haha” ujar Ane,
“Ada noh, Tanya aja ke Ka Nisa” kata Bang Nizar, Kak Nisa adalah kakak perempuan Kedua Ane
Ane pun mengambil sepatu dirak sepatu dalam rumah, dan selama menuju rak sepatu ia banyak bertemu dengan sanak saudara yang jika dihari-hari biasa atau kumpul lebaran jarang ia temui, seperti Saudara yang jauh diluar kota atau provinsi, dan selalu dengan sapaan yang sama.
“Iman nyak? Ning geus gede ayeunna mah euy, baheula mah asaan hideung asa dekil, ning ayeunna putihan” ujar Bi Ntik dengan bahasa dan logat sunda khas Bantennya, Ane hanya tesenyum malu,
yang artinya; “Iman ya? Sekarang mah sudah besar ya, dulu mah perasaan hitam kayak dekil, kok sekarang putihan”
Ha ha ha, memanglah benar apa yang dikatakan Bi Ntik, Ane kecil tinggal di sebuah pedesaan di perbatasan Banten-Jawa Barat, ketika berumur 3-6 tahun ane habiskan disana, menggembalakan kambing punya Uwa(Pakde) sampai-sampai ane punya keakraban tersendiri dengan seekor kambing bernama si belang, kambing kecil kesayangan ane. Tapi takdir harus memisahkan kita, si belang mati diusianya yang masih kecil karena tertabrak truk dijalan raya. Tapi untuk menyembunyikan kematian sahabat hewan ane agar Ane tidak sedih, Ibu dan Ayah Ane terpaksa berbohong kalau si belang harus dikurbankan di Idul Adha padahal waktu itu bukan musim kurban ataupun haji, Ha ha ha.
Ane pun lanjut bercengkrama dengan saudara-saudaranya yang jauh dan jarang bertemu, sampai-sampai lupa akan niat awalnya masuk ke dalam rumah untuk mengambil sepatu.
Hal yang paling lucu menurut Ane adalah ketika mendengar pembicaraan antara saudara, seakan melakukan reuni kecil,
“Ceu Yoyoh, kenal kan Eceu sama Ceu Yeti?” Tanya Mpok Nana, Mpok Nana adalah salah satu saudara dari Om Ane yang tidak bisa bahasa Sunda, wajarlah hanya Suaminya yang orang sunda. Mpok Nana sendiri asli Depok, sedangkan Ceu atau Eceu adalah kata untuk keakraban untuk memanggil nama orang dalam Sunda,
“Oh ponakannya Mang Duduh bewok kan?” jawab Ceu Yoyoh,
“Ih bukan! itu loh Ceu.. anaknya Mamat Tompel” ujar Mpok Nana,
“Oh, iyaa Eceu tau.. suaminya Ucup Keling pan?” kata Ceu Yoyoh,
“Udah jadi mantan suaminya Eceuu” jelas Mpok Nana,
“Dih, kok Eceu baru tau ya? Sekarang dia sama siapa?” Tanya Ceu Yoyoh penasaran,
“Sekarang sama Usep Baplang Ceu..” jawab Mpok Nana dengan gaya khas Ibu-ibu rumpi,
Senyum Ane menyeringai, menyenangkan sekali mendengarkan sebuah silsilah panjang dengan nama-nama panggilan atau bisa disebut nama panggung yang cukup menggelitik.
“Man, kata Bang Nizar kamu nyari sepatu?” Tanya Kak Nisa,
“Oh iyaah, mana kak?” Tanya Ane,
“Ini, cukup engga di kamu?” Tanya balik Kak Nisa sambil menyodorkan sepatu,
“Cukup-cukupin aja, Oh ya kak. Kalau ada temen Aku, namanya Dimas. Suruh langsung ke atas ke kamar aku aja ya, Aku mau siap-siap ke sekolah dulu” ujar Ane,
“Iyaa, entar kakak suruh dia keatas” jawab Kak Nisa,
Ane-pun naik ke lantai atas, dan..
“Seraaang” tiba-tiba suara anak-anak menyerbu ke arah Ane dengan topeng Ultraman, Power ranger, Kstaria Baja hitam dan Spongebob (loh?)
“Aku serang kakinya, Ayo kita sunat aa Iman, kata Bang Nizar Aa Iman belum disunat” ujar Emul, Sepupu kecil ane yang lumayan cerdas dalam berbicara,
“Jangan! Nanti punyaku habis..” ujar Ane memelas,
“Bohong! waktu aku disunat, punyaku Cuma dipotong sedikit kok, berarti masih sisa banyak” ujar Emul,
“Aku engga tau, Aku mah belum disunat dong” kata Raihan polos dengan topeng Power Rangernya, Oh iya Emul. Dia yang memakai topeng Spongebob.
“Tuhkan dia yang belum disunat bukan aku, bilangin gih ke Bang Nizar kalau Raihan belum disunat” ujar Ane merayu anak-anak supaya keluar dari kamar ane,
“Yuk.. Yuk…” seru Emul seakan menghasut sepupu yang lain sambil berjalan kelantai bawah,
Selang 10 menit setelah sepupunya turun kebawah, munculah sosok yang daritadi ia tunggu-tunggu,
“Woy man” sapa Dimas sambil mengetuk pintu kamar ane,
“Akhirnya datang juga” sapa balik Ane,
“Haha nunggin ye, nih pesenan lo” ujar Dimas,
“Oke-oke, sorry ya jadi nyuruh lo mas” kata Ane,
“Elah, Santai aja, gimana rencananya ngasih ke doi?” Tanya Dimas,
“Yee segala rencana, kayak mau maen futsal aje lo” ujar Ane,
“Haha, udah mateng memang tekad lo?” Tanya lagi Dimas,
“Yaa kalau engga dicoba engga bakal tau juga kan mas” jawab Ane,
“Nah gue demen nih, udah pernah ngasih bunga sama coklat sebelumnya ke cewek?” Tanya lagi dan lagi Dimas, seakan menjadi host dalam acara talkshow.
Ane hanya diam menggeleng sambil nyengir,
“Gue bantu selow” kata Dimas meng-support temannya,
Ya, hari ini Ane hendak memberikan setangkai Bunga Mawar dan sebatang coklat. Pengalaman pertama bagi ane, Gugup sudah pasti sebab rasa ragu masih berkecamuk.
Disekolah, Pukul 17.10. Ulangan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ia lewati dengan mudah, sekarang Ane sedang belajar bahasa Jepang, pikirannya melayang, memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk membuat gadis seperti Alika setidaknya bisa atau mau menerima pemberian Ane. Waktu terasa begitu cepat, Sensei Riska hendak menutup kelas hari ini.
“Mau ngasih kapan?” Tanya Dimas,
“Habis ini aja man, didepan kelas” ujar Andri memberi saran,
Ane tidak menjawab, perasaannya gugup tidak karuan, bingung harus melakukan apa setelah bel berbunyi nanti, apakah ia akan menyuruh Alika maju kedepan? Dalam rangka apa? Untuk apa? Dan akan terjadi apa nantinya? Begitu rumit yang dipikirkan Ane, terlalu banyak pertanyaan dalam benaknya.
“Teeeeet” bel berbunyi,
Tubuh Ane terasa sedikit dingin, keringat sedikit keluar dari pori-pori kulit balik seragam ane, Kaki dan pantat ane terasa keram, sekalipun Andri dan Dimas sudah mendesak ane agar segera, karena kelihatannya Alika hendak keluar kelas. Ane masih tetap diam, ane tidak berbicara apa-apa.
“Bego, liat tuh udah keluar Alikanya” desak Andri,
“Cepetan makanyaa!” gregetan Dimas,
“Gue engga bisa men” ujar Ane dengan nada dingin,
“Ah cemen lo!” ledek Andri,
“Kasih aja coklat sama bunganya, jawabannya apa itu urusan nanti!” tegas Dimas,
“Ica!” tiba-tiba Dimas memanggil Ica, Dialah yang selalu menyemangati Ane untuk mendapatkan Alika, Ica sendiri sahabat dekat Alika dari kelas X, bukan rahasia lagi. Jika mau mendekati seseorang, dekati dululah sahabatnya ha ha ha ha.
Dimas mendekati Ica sambil berbisik, entahlah apa Dimas bisikan, Ica hanya mengangguk dan keluar kelas menyusul Alika yang sudah keluar kelas,
“Man, kasih sekarang! Atau gue tabok lo!” ancam Andri,
“Dimanaa dia?” Tanya Ane seakan fikiran dan hati baru menyatu kembali,
“Alika? Udah balik!” jawab Dimas,
“Oh yaudah” jawab Ane sambil berlari keluar kelas, seakan ingin menyusul Alika,
Ane berlari keluar gerbang sekolahnya diikuti Dimas dibelakang, hampir disepanjang gang sekolahnya yang ramai dengan siswa-siswi yang hendak pulang, beberapa kali ane menabrak badan siswa lain, ane terus berlari dengan nafas yang terengah-engah seakan di film-film bollywood Hollywood, sampai ane tiba didepan gang. Disitulah ane melihat Alika bersama Ica, Ica hanya menoleh tersenyum sedangkan Alika fokus ke jalanan, ketika ia hendak menyebrangi jalan,
“Al!” panggil Ane, Alika tidak menjawab ia hanya membalikan badannya,
“Gue peng.. pengen ngomong sesuatu” kata Ane terbata-bata gugup,
“Aneh biasanya juga engga nanya, ngomong aja kali” heran Alika, tidak biasanya Ane berbicara seperti itu, Ane hanya terdiam,
“Ngomong apa sih?” makin heran Alika,
“Aaa…eee” Ane makin gugup, dihadapnnya ada Alika, apa yang ane harus lakukan? Entahlah, Ane kacau.
“Ah engga jelas, yuk ca” Alika pun menyebrang jalan mengenggam tangan Ica,
Minus satu, peluang Ane berkurang. Ane tetap mengikuti Alika dari belakang, Alika dan Ica pun masuk kedalam salah satu angkot yang sedang mengetem, angkot tersebut cukup sepi. Hanya ada Alika, Ica dan Dimas,Ane.
“Gue pengen ngasih sesuatu buat lo” ujar Ane sambil menyodorkan bunga dan coklat yang ia taruh ditasnya tadi,
“Apa sih maksudnya?” Tanya Alika heran,
“Ini buat lo” ujar Ane, tangan ane dingin dan bergemetar memegang Bunga dan Coklat tersebut.
“Iya gue terima ini ya, tapi ini maksudnya apa?” kembali Alika terheran dan bertanya,
“Eee.. ehmm.. eng..engga ada kok” jawab Ane dengan nada rendah dan terbata-bata,
“Oh yaudah, ini bukan yang lain-lain kan?” Tanya Alika lagi,
“Iyaa, terserah lo nganggep gimanaa” kata Ane dengan tempo pelan,
“Oh okey, terimakasih ya maan” ujar Alika sambil tersenyum,
Ane tidak menjawab, ane hanya merasa sebagai seorang superhero yang tiba-tiba kekuatannya diambil dan menghilang, ane sadar bahwa ane sekarang adalah pecundang yang sedang mencintai Alika. Betapa bodohnya Ane menyadari tidak ada bentuk keseriusam ane ketika memberi Alika bunga dan Coklat, ane tidak mengungkapkan rasa yang selama ini terpendam untuk Alika, ane dikalahkan oleh rasa gugup, ane dikalahkan oleh rasa kurang percaya terhadap diri sendiri, ane dikalahkan oleh diri sendiri bukan oleh laki-laki lain. Dan Alika, apa ia menolak Ane? Atau Alika menganggap cara Ane tidak cukup membuat yakin dirinya bahwa Ane sangat menyukai Alika.
Rindu yang dirasakan semakin ganas, entahlah. Hanya saja Ane mungkin terlalu ingat dengan momen-momen bersama Dia dibanding dengan mantan ane. Bagi ane lebih berkesan sebuah perjuangan meski tidak selalu membuahkan hasil dan sesuai ekspektasi. Ane sudah lama menyukai dia, Alika sosok yang kini terus mengganggu pikiran dimanapun, di Kampus, di Commuterline, di Angkot. Ya, di Angkot. Ane punya kesan tersendiri.
Ane kini menempuh pendidikan Diploma 3 Periklanan di salah satu kampus di Jakarta dan sekarang berada di semester 3.
Waktu itu..
Dua setengah Tahun yang lalu, Jam menunjukan pukul 17.25 WIB, Guru mata pelajaran IPS belum juga menunjukan gelagat mengakhiri pelajaran di kelas XI hari ini, Ane menaruh kepala diatas meja sesekali menengok kearah Alika, tiba-tiba sikutan Andri, teman sebangku ane yang hingga kini menjadi sohib ane.
“Kenape lo ngeliatin dia mulu?” Tanya Andri berbisik,
“Oh Heuheu engga ada apa-apa kok” jawab Ane,
“Eh maneh jadi melikeun si eta bunga?” Tanya lagi Andri dalam bahasa Sunda, yang artinya
‘Lo jadi beliin si dia bunga’
“Jadi Ri, balikna weh” jawab Ane dalam bahasa Sunda juga, artinya ‘Jadi Ri, baliknya aja’
Ane dan Andri sudah sangat dekat sekali, meski Kami baru bersama dikelas XI. Beberapa menit setelah percakapan singkat Kami, Bel tanda pulang berdering, sorak para siswa kelas XI-2 riuh seakan mendengar kabar bahwa besok adalah hari Libur. Maklum sajalah, Bahasa Indonesia bagi Kami adalah mata pelajaran yang paling membosankan selain, mungkin karena gurunya saja yang kurang menarik, Kalian mungkin tahu dan setuju, Guru cantik adalah hal yang paling membuat belajar semakin seru ha ha ha, itu modus lain dari guru cantik asik untuk dipandang.
“Tadi pengen buru-buru pulang, sekarang malah diem dikelas” goda Ane mendekati Alika yang sedang menulis sesuatu.
“Hehe, gue lagi nulis salinan catetan yang tadi” ujar Alika,
“Oh haha, rajin banget sih. Gue dong engga nulis haha” kata Ane,
“Gue bukan lo! Pemales.” ujar Alika dengan nada tinggi, entah sedang sewot karena digoda atau bercanda, Ane sendiri sulit membedakan pada saat Alika marah atau bercanda, bagi ame setiap perkataan Alika, puisi.
“Dih, gue males? Gue sering dibilang rajin kali sama Pak Gusti, guru TIK kita” balas Ane,
“Yeee itu mah karena elonya aja sering buatin dia kopi” ledek Alika,
“Yaudah-yaudah, lo mau pulang enggak?” tanya Ane,
“Entar aja, lo duluan aja” jawab Alika,
“Oh yaudah, gue duluan ya” ujar Ane, tapi Alika tidak menjawab ia hanya fokus dengan tulisannya,
10 menit berselang, dari kejauhan Alika tampak keluar kelas koridor arah gerbang keluar, Tampak buku tebal dengan lembaran-lembaran kusam,mungkin hasil UTSnya dipelukannya.
“Loh man, kok belum pulang?katanya mau pulang?” Tanya Alika terheran dengan Ane yang sedang duduk didekat gerbang.
“Tadi mau pulang cuma hujan” ujar Ane,
“Mana hujan sih? Tuh ibu-ibu disana masih jemur rengginang” heran Alika, yang memang tidak tampak bekas bumi diguyur hujan. Oh iya, bagi yang belum tau rengginang. Rengginang itu sejenis kerupuk terbuat dari nasi atau beras ketan yang dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari.
“Yaa engga sih, jadi gini tadi gue ngobrol sama Pak Jumadi, satpam sekolah. Katanya waktu dia jaga malem, dia suka ngeliat sesuatu” ujar Ane dengan nada serius,
“Masa sih? Hantu?” tanya Alika dengan muka kaget,
“Eeee, hmm.. Tanya aja sana ke Pak Jumadi, udah yuk ah pulang” ujar Ane mencoba mengalihkan perhatian,
Kami jalan menyusuri gang yang tidak terlalu lebar untuk sampai kedepan jalan raya, disepanjang jalan Ane sedikit gugup, maklumlah ane baru sekali ini sangat begitu menyukai perempuan. Alika adalah yang pertama baginya, besar harapan pertama juga yang akan Ane miliki. Setidaknya untuk sementara Ane sedang dekat dengannya, entah apakah Alika juga sudah punya orang lain yang sedang dekat atau tidak.
Tibalah Mereka didepan gang sekolah,
“Ayo Al, sini gue sebrangin” goda Ane,
“Dih ngapain, gue ge bisa nyebrang sendiri” tolak Alika,
“Haha, yaudah yuk” tertawa Ane sambil menyebrangi jalan,
“Oh iyah, tugas Presentasi lo udah man?” Tanya Alika, sembari jalan menuju angkot 06 yang sudah menanti Mereka,
“Udeh, memang lo belum?” Tanya balik,
“Belum euy, Presentasinya dari Flash yah?” ujar Alika, Maksud Alika Flash adalah Macromedia Flash (Oh iya Macromedia Flash itu Software untuk membuat sebuah animasi atau display presentasi berbasis Flash Player dan Action Script, selain itu adapula Adobe Flash)
Kesempatan pikirnya, Ane bisa saja membuatkan Alika sebuah presentasi, setidaknya untuk menunjukan betapa pedulinya ane ke dia.
“Mau gue buatin?” Tanya Ane,
“Engga usah deh, ngerepotin” jawab Alika,
“Engga kok serius” ujar Ane,
“Engga usah Makasih maan, biar gue aja” kata Alika dengan nada panjang,
“Oh yaudah” ujar Ane, Alika memang begitu. Kemauannya kuat, biarpun Ane tahu kalo Alika tidak begitu menguasai Program tersebut, setidaknya dirinya mencoba tanpa bantuan orang lain dalam hal apapun,
Hebat. Pantaslah Ane menyukai dirinya sejak lama. Alika termasuk siswa yang cerdas dalam hal Mata Pelajaran Umum, tidak begitu dalam hal Mata Pelajaran Jurusan.
Angkot 06 tersebut melaju dengan supir yang sedikit baya, wajarlah jika membawa angkotnya saja begitu melow, Oh ya. Jarak rumah Alika dengan sekolah tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 menit saja dari sekolahan.
“Depan kiri ya pak” ujar Alika, Angkot 06 yang mereka tumpangi itu menepi, Alika turun sembari berujar
“Duluan ya man”,
“Oh iya hati-hati yaa” jawab Ane.
Setelah hampir 45 Menit perjalanan pulang, Ane pun tiba di istana lantai dua, ane pun lupa untuk membeli bunga, mungkin besok. Rumah dengan cat hijau, tidak terlalu besar namun dilantai duanya tidak terlalu banyak perabotan sehingga terkesan cukup luas, namun hari itu rumah ane berubah sangat sempir. Wajar saja, besok adalah Resepsi pernikahan kakak ane yang pertama, banyak Om dan tante serta sanak saudara yang lainnya datang,
Ane sendiri kemungkinan hanya bisa menghadiri Ijab Qobulnya saja, siangnya ane harus ke sekolahan karena ada Ulangan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, bisa saja ane izin untuk tidak hadir, hanya saja guru Mapel Bahasa Indonesia ngeselinnya tingkat Olimpiade, daripada cari gara-gara dan nilai kosong, lebih baik masuk.
Sabtu Pagi, 08 Juni 2013. Ane sudah rapih dengan setelan kemeja dan rompi.
Tampak Ayah ane mengenakan balutan Kemeja, Jas dan Kopiah hitam membakar rokok di depan rumah, sedangkan Ibu ane sedikit berkaca-kaca matanya memancarkan rona kebahagiaan. Tak tampak Kakak Perempuan Ane sebagai calon pengantinnya, entahlah mungkin disembunyikan atau sedang di make –up.
Sekarang pukul 08.06 WIB, prosesi ijab qobul akan dimulai sebentar lagi. Masjid Al-Ihsan mulai penuh dengan tetangga dan sanak saudara yang hendak menyaksikan momen yang sakral ini.
“Engga kedalem man?” Tanya Om Amin,
“Engga om disini aja, ngejagain sandal” jawab Ane dengan sedikit nyengir,
“Yee Kakakmu nikah, masa kamu disini. Ayo masuk” kata Om Amin,
“Iya-iya om, entar nyusul. Aku nungguin temen dulu” jawab Ane,
“Oh yasudah, om duluan ya. Sudah mau mulai” ujar Om Amin sambil masuk ke dalam masjid,
Entah apa yang sedang difikirkan Ane, terlihat gugup. Apakah karena kakaknya menikah ia menjadi gugup? Ah mungkin bukan itu penyebabnya. Ane gugup memikirkan nanti disekolahan. Bukan juga tentang Ulangan Bahasa Indonesia, tapi soal Dia, Ya. Soal Alika.
Ijab Qobul selesai dilaksanakan, Ane berjalan sendiri ke rumahnya yang sudah tertata rapih untuk acara pesta pernikahan,ia tertinggal rombongan, untunglah rumahn nae tidak terlalu jauh dari Masjid tersebut, sepanjang perjalanan ia memikirkan Kakak Ipar ane yang dalam Ijab Qobul tadi beberapa kali gugup sehingga harus mengulang pengucapan Ijab Qobulnya, Apa yang terjadi bila Ane diposisi dia, fikir iseng ane dalam hati. Apakah akan gugup? Atau malah pingsan dan acara Ijab Qobulnya batal ha ha ha, entahlah. ane masih kelas XI, terlalu jauh memikirkan soal itu.
“Bang, liat sepatu aku gak? Di masjid engga ada tadi” Tanya Ane pada Abang ane, Nizar
“Nih Abang pake” jawab Abang Nizar dengan santai,
“Yeee jangkrik, daritadi aku cariin, aku nyeker nih” kesel Ane,
“Yaa habis Pantofel Abang dipake Om Amin” kata Abang Nizar,
Oh okey, ini jadi semacam Kasus ‘kriminal’ yang tidak menyenangkan, Ane ditinggal rombongan keluarga karena mencari sepatu yang hilang di masjid yang ternyata dipakai Abang, karena sepatu Abang ane dipake Om Amin. Pertanyaannya adalah kemana sepatu Om Amin? Masih menjadi misteri.
“Hahaha pantes sih, gitu aja udah cocok sama setelan muka” ledek Bang Nizar,
“Ah, ada sepatu lagi gak? Mumpung belum ada tamu undangan cewek cantik nih haha” ujar Ane,
“Ada noh, Tanya aja ke Ka Nisa” kata Bang Nizar, Kak Nisa adalah kakak perempuan Kedua Ane
Ane pun mengambil sepatu dirak sepatu dalam rumah, dan selama menuju rak sepatu ia banyak bertemu dengan sanak saudara yang jika dihari-hari biasa atau kumpul lebaran jarang ia temui, seperti Saudara yang jauh diluar kota atau provinsi, dan selalu dengan sapaan yang sama.
“Iman nyak? Ning geus gede ayeunna mah euy, baheula mah asaan hideung asa dekil, ning ayeunna putihan” ujar Bi Ntik dengan bahasa dan logat sunda khas Bantennya, Ane hanya tesenyum malu,
yang artinya; “Iman ya? Sekarang mah sudah besar ya, dulu mah perasaan hitam kayak dekil, kok sekarang putihan”
Ha ha ha, memanglah benar apa yang dikatakan Bi Ntik, Ane kecil tinggal di sebuah pedesaan di perbatasan Banten-Jawa Barat, ketika berumur 3-6 tahun ane habiskan disana, menggembalakan kambing punya Uwa(Pakde) sampai-sampai ane punya keakraban tersendiri dengan seekor kambing bernama si belang, kambing kecil kesayangan ane. Tapi takdir harus memisahkan kita, si belang mati diusianya yang masih kecil karena tertabrak truk dijalan raya. Tapi untuk menyembunyikan kematian sahabat hewan ane agar Ane tidak sedih, Ibu dan Ayah Ane terpaksa berbohong kalau si belang harus dikurbankan di Idul Adha padahal waktu itu bukan musim kurban ataupun haji, Ha ha ha.
Ane pun lanjut bercengkrama dengan saudara-saudaranya yang jauh dan jarang bertemu, sampai-sampai lupa akan niat awalnya masuk ke dalam rumah untuk mengambil sepatu.
Hal yang paling lucu menurut Ane adalah ketika mendengar pembicaraan antara saudara, seakan melakukan reuni kecil,
“Ceu Yoyoh, kenal kan Eceu sama Ceu Yeti?” Tanya Mpok Nana, Mpok Nana adalah salah satu saudara dari Om Ane yang tidak bisa bahasa Sunda, wajarlah hanya Suaminya yang orang sunda. Mpok Nana sendiri asli Depok, sedangkan Ceu atau Eceu adalah kata untuk keakraban untuk memanggil nama orang dalam Sunda,
“Oh ponakannya Mang Duduh bewok kan?” jawab Ceu Yoyoh,
“Ih bukan! itu loh Ceu.. anaknya Mamat Tompel” ujar Mpok Nana,
“Oh, iyaa Eceu tau.. suaminya Ucup Keling pan?” kata Ceu Yoyoh,
“Udah jadi mantan suaminya Eceuu” jelas Mpok Nana,
“Dih, kok Eceu baru tau ya? Sekarang dia sama siapa?” Tanya Ceu Yoyoh penasaran,
“Sekarang sama Usep Baplang Ceu..” jawab Mpok Nana dengan gaya khas Ibu-ibu rumpi,
Senyum Ane menyeringai, menyenangkan sekali mendengarkan sebuah silsilah panjang dengan nama-nama panggilan atau bisa disebut nama panggung yang cukup menggelitik.
“Man, kata Bang Nizar kamu nyari sepatu?” Tanya Kak Nisa,
“Oh iyaah, mana kak?” Tanya Ane,
“Ini, cukup engga di kamu?” Tanya balik Kak Nisa sambil menyodorkan sepatu,
“Cukup-cukupin aja, Oh ya kak. Kalau ada temen Aku, namanya Dimas. Suruh langsung ke atas ke kamar aku aja ya, Aku mau siap-siap ke sekolah dulu” ujar Ane,
“Iyaa, entar kakak suruh dia keatas” jawab Kak Nisa,
Ane-pun naik ke lantai atas, dan..
“Seraaang” tiba-tiba suara anak-anak menyerbu ke arah Ane dengan topeng Ultraman, Power ranger, Kstaria Baja hitam dan Spongebob (loh?)
“Aku serang kakinya, Ayo kita sunat aa Iman, kata Bang Nizar Aa Iman belum disunat” ujar Emul, Sepupu kecil ane yang lumayan cerdas dalam berbicara,
“Jangan! Nanti punyaku habis..” ujar Ane memelas,
“Bohong! waktu aku disunat, punyaku Cuma dipotong sedikit kok, berarti masih sisa banyak” ujar Emul,
“Aku engga tau, Aku mah belum disunat dong” kata Raihan polos dengan topeng Power Rangernya, Oh iya Emul. Dia yang memakai topeng Spongebob.
“Tuhkan dia yang belum disunat bukan aku, bilangin gih ke Bang Nizar kalau Raihan belum disunat” ujar Ane merayu anak-anak supaya keluar dari kamar ane,
“Yuk.. Yuk…” seru Emul seakan menghasut sepupu yang lain sambil berjalan kelantai bawah,
Selang 10 menit setelah sepupunya turun kebawah, munculah sosok yang daritadi ia tunggu-tunggu,
“Woy man” sapa Dimas sambil mengetuk pintu kamar ane,
“Akhirnya datang juga” sapa balik Ane,
“Haha nunggin ye, nih pesenan lo” ujar Dimas,
“Oke-oke, sorry ya jadi nyuruh lo mas” kata Ane,
“Elah, Santai aja, gimana rencananya ngasih ke doi?” Tanya Dimas,
“Yee segala rencana, kayak mau maen futsal aje lo” ujar Ane,
“Haha, udah mateng memang tekad lo?” Tanya lagi Dimas,
“Yaa kalau engga dicoba engga bakal tau juga kan mas” jawab Ane,
“Nah gue demen nih, udah pernah ngasih bunga sama coklat sebelumnya ke cewek?” Tanya lagi dan lagi Dimas, seakan menjadi host dalam acara talkshow.
Ane hanya diam menggeleng sambil nyengir,
“Gue bantu selow” kata Dimas meng-support temannya,
Ya, hari ini Ane hendak memberikan setangkai Bunga Mawar dan sebatang coklat. Pengalaman pertama bagi ane, Gugup sudah pasti sebab rasa ragu masih berkecamuk.
Disekolah, Pukul 17.10. Ulangan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ia lewati dengan mudah, sekarang Ane sedang belajar bahasa Jepang, pikirannya melayang, memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk membuat gadis seperti Alika setidaknya bisa atau mau menerima pemberian Ane. Waktu terasa begitu cepat, Sensei Riska hendak menutup kelas hari ini.
“Mau ngasih kapan?” Tanya Dimas,
“Habis ini aja man, didepan kelas” ujar Andri memberi saran,
Ane tidak menjawab, perasaannya gugup tidak karuan, bingung harus melakukan apa setelah bel berbunyi nanti, apakah ia akan menyuruh Alika maju kedepan? Dalam rangka apa? Untuk apa? Dan akan terjadi apa nantinya? Begitu rumit yang dipikirkan Ane, terlalu banyak pertanyaan dalam benaknya.
“Teeeeet” bel berbunyi,
Tubuh Ane terasa sedikit dingin, keringat sedikit keluar dari pori-pori kulit balik seragam ane, Kaki dan pantat ane terasa keram, sekalipun Andri dan Dimas sudah mendesak ane agar segera, karena kelihatannya Alika hendak keluar kelas. Ane masih tetap diam, ane tidak berbicara apa-apa.
“Bego, liat tuh udah keluar Alikanya” desak Andri,
“Cepetan makanyaa!” gregetan Dimas,
“Gue engga bisa men” ujar Ane dengan nada dingin,
“Ah cemen lo!” ledek Andri,
“Kasih aja coklat sama bunganya, jawabannya apa itu urusan nanti!” tegas Dimas,
“Ica!” tiba-tiba Dimas memanggil Ica, Dialah yang selalu menyemangati Ane untuk mendapatkan Alika, Ica sendiri sahabat dekat Alika dari kelas X, bukan rahasia lagi. Jika mau mendekati seseorang, dekati dululah sahabatnya ha ha ha ha.
Dimas mendekati Ica sambil berbisik, entahlah apa Dimas bisikan, Ica hanya mengangguk dan keluar kelas menyusul Alika yang sudah keluar kelas,
“Man, kasih sekarang! Atau gue tabok lo!” ancam Andri,
“Dimanaa dia?” Tanya Ane seakan fikiran dan hati baru menyatu kembali,
“Alika? Udah balik!” jawab Dimas,
“Oh yaudah” jawab Ane sambil berlari keluar kelas, seakan ingin menyusul Alika,
Ane berlari keluar gerbang sekolahnya diikuti Dimas dibelakang, hampir disepanjang gang sekolahnya yang ramai dengan siswa-siswi yang hendak pulang, beberapa kali ane menabrak badan siswa lain, ane terus berlari dengan nafas yang terengah-engah seakan di film-film bollywood Hollywood, sampai ane tiba didepan gang. Disitulah ane melihat Alika bersama Ica, Ica hanya menoleh tersenyum sedangkan Alika fokus ke jalanan, ketika ia hendak menyebrangi jalan,
“Al!” panggil Ane, Alika tidak menjawab ia hanya membalikan badannya,
“Gue peng.. pengen ngomong sesuatu” kata Ane terbata-bata gugup,
“Aneh biasanya juga engga nanya, ngomong aja kali” heran Alika, tidak biasanya Ane berbicara seperti itu, Ane hanya terdiam,
“Ngomong apa sih?” makin heran Alika,
“Aaa…eee” Ane makin gugup, dihadapnnya ada Alika, apa yang ane harus lakukan? Entahlah, Ane kacau.
“Ah engga jelas, yuk ca” Alika pun menyebrang jalan mengenggam tangan Ica,
Minus satu, peluang Ane berkurang. Ane tetap mengikuti Alika dari belakang, Alika dan Ica pun masuk kedalam salah satu angkot yang sedang mengetem, angkot tersebut cukup sepi. Hanya ada Alika, Ica dan Dimas,Ane.
“Gue pengen ngasih sesuatu buat lo” ujar Ane sambil menyodorkan bunga dan coklat yang ia taruh ditasnya tadi,
“Apa sih maksudnya?” Tanya Alika heran,
“Ini buat lo” ujar Ane, tangan ane dingin dan bergemetar memegang Bunga dan Coklat tersebut.
“Iya gue terima ini ya, tapi ini maksudnya apa?” kembali Alika terheran dan bertanya,
“Eee.. ehmm.. eng..engga ada kok” jawab Ane dengan nada rendah dan terbata-bata,
“Oh yaudah, ini bukan yang lain-lain kan?” Tanya Alika lagi,
“Iyaa, terserah lo nganggep gimanaa” kata Ane dengan tempo pelan,
“Oh okey, terimakasih ya maan” ujar Alika sambil tersenyum,
Ane tidak menjawab, ane hanya merasa sebagai seorang superhero yang tiba-tiba kekuatannya diambil dan menghilang, ane sadar bahwa ane sekarang adalah pecundang yang sedang mencintai Alika. Betapa bodohnya Ane menyadari tidak ada bentuk keseriusam ane ketika memberi Alika bunga dan Coklat, ane tidak mengungkapkan rasa yang selama ini terpendam untuk Alika, ane dikalahkan oleh rasa gugup, ane dikalahkan oleh rasa kurang percaya terhadap diri sendiri, ane dikalahkan oleh diri sendiri bukan oleh laki-laki lain. Dan Alika, apa ia menolak Ane? Atau Alika menganggap cara Ane tidak cukup membuat yakin dirinya bahwa Ane sangat menyukai Alika.
LANJUTANNYA DIBAWAH YA GAN

Spoiler for INDEX:
Diubah oleh iman52 01-09-2015 09:30




pulaukapok dan anasabila memberi reputasi
2
5.2K
Kutip
55
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan