cetobellyAvatar border
TS
cetobelly
Menanti Pelangi
Salam kenal semua. Saya kepikiran buat bikin trit sendiri lagi setelah sekian lama jadi silent reader di SFTH. Ini nih, efek pengen jadi novelis yang nggak kesampaian.

Cerita ini nyata. Cerita tentang cinta monyet zaman SMP yang ternyata masih aja kebawa sampe saya lulus kuliah ini. Niat pengen move on, eh ada aja kejadian yang bikin saya keingetan lagi sama sang tokoh utama haha emoticon-Betty (S)Kecuali nama tempat, semua nama tokoh dalam cerita ini saya samarkan. Jadi jika terdapat kesamaan nama tokoh dengan readers yang mungkin kebetulan ada di kota atau di tempat dan waktu yang sama, tolong jangan geer dulu emoticon-I Love Indonesia (S) Dan sebagai manusia biasa yang memorinya terbatas, ada beberapa bagian yang nggak secara detail saya ingat dan mungkin berbeda dengan kejadian asli namun cerita secara garis besar tetap sama kok. Kalau ada waktu pulang ke kampung halaman, insyaAllah bakal saya fotoin tempat kejadian perkara.
Cerita ini sebenarnya biasa aja ya. Nggak ada yang istimewa dan nggak ada peristiwa yang wow banget gitu. Untuk pertanyaan yang sekiranya privasi, bisa PM ke saya langsung. Dan sebisa mungkin saya sangat menghindari yang namanya menyinggung SARA. So, buat pada readers, silahkan nenda sambil ngopi-ngopi cantik dan ganteng di sini. Welcome to my story, enjoy it! emoticon-Kiss (S)
Btw, ada yang mau bantu ngindex ga nanti? maklum, nubi emoticon-Betty (S)

1 – Pertama Bertemu
8 tahun lalu, kelas 2 SMP.
Waktu tempo kontrakan rumah yang jatuh membuat kami sekeluarga harus pindah. Ayah sudah membeli sebidang tanah di tepi jalan. Tidak jauh dari kontrakan, hanya berjarak 15 menit kalau naik kendaraan bermotor.

Rumah baru kami baru jadi setelah tiga tahun pindah. Tentu saja, pembangunan rumah dimulai secara bertahap, disesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada. Maklum, kami hanya keluarga sederhana.
Lokasi rumah yang strategis membuat aku dan adik-adik suka bermain di alun-alun. Tepatnya alun-alun Kajen, kabupaten Pekalongan. Setiap subuh biasanya kami sering bersepeda atau sekedar jalan kaki menyusuri jalan menuju alun-alun. Entah, suasananya memang tenteram. Dingin dan hening. Saat itu, aku juga memiliki teman baru. Imah. Cantik, pintar, baik hati pula. Bersekolah di SMP 1 Kajen. Jadilah kami selalu bermain bersama. Meski pun seringnya cuma bersepeda ke alun-alun.

Hobi membaca mengantarkan kami berdua sering menyambangi kantor perpustakaan dan arsip daerah yang terletak di samping masjid Muhtarom Kajen di alun-alun. Kami membaca apa saja. Komik, sejarah, keagamaan, apa saja. Ke depannya, aku sangat berterimakasih kepada perpustakaan daerah. Karena di sinilah, semua cerita akan bermula…
**
Senin sepulang sekolah, aku dan Imah berjanji akan mengunjungi perpustakaan seperti biasa. Selain itu, kebetulan juga ada tugas dari guru bahasa Indonesia yang meminta murid meresensi sebuah novel. Tentu saja, daripada harus membeli baru, lebih baik membaca gratis di perpustakaan. Siang itu perpus lumayan ramai. Banyak kakak-kakak berseragam SMA yang tekun membaca sambil menulis di perpus. Entah, mungkin guru mereka juga sedang gencar memberi PR.

Seperti biasa, aku mengambil beberapa buku cerita dan sejarah yang kurasa menarik. Lalu mencari tempat membaca di lantai pojokan yang tertutup oleh rak-rak. Tempat ini selalu menjadi favoritku. Kemudian Imah datang dan mengambil posisi duduk di sampingku.
Sampai kemudian, seorang anak laki-laki datang menyapanya…

“Imah?”
Imah menoleh, “weh, kamu ngapain di sini Kim?”
Laki-laki itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepadaku. Aku membalas dengan senyum tipis.
“Lagi pengen baca aja.”
Imah lalu melihat ke arahku, “oh ya Fi, ini temanku satu sekolah. Hakim.”
Dia mengulurkan tangan. “Hakim.”
Aku membalas uluran tangannya, “Dafi.”
Detik itu juga, aku mengakui kalau aku langsung menyukainya. Tapi aku masih tidak tahu, bahwa ternyata rasa suka ini akan bertahan lama sekali.
“Yaudah, aku duluan sek ya. Selak teman-teman ngajak pulang,” Hakim beranjak dari posisi jongkoknya. Imah dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia berdiri dan berjalan menjauh dari kami berdua.
Aku menatap lamat-lamat punggungnya yang menjauh. Sedetik kemudian, “kamu akrab sama dia? Lumayan juga tu cowok,” aku menatap Imah sambil bercanda.
“Ciee, suka ya?” Imah tertawa.
Aku menggeleng kuat-kuat, sebenarnya malu sih. “Idih, enggak kok, orang cuman tanya aja.”
“Eh bentar deh, rumahnya ‘kan sampingan sama rumahmu dulu yang deket SMP 2 itu. Berarti dia tetanggaan sama kamu,” Imah mengernyitkan dahinya sambil mengingat-ingat.

‘Whaattt?’ aku melongo. Ini bukan sih yang disebut takdir? Kalau bukan, aku mau ini jadi takdirku!!!!
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan