- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dibalik Kisah Para Pengungsi Rohingya


TS
setanpb
Dibalik Kisah Para Pengungsi Rohingya
PROLOG


Quote:
Membicarakan yang sedang hangat-hangat nya di SOSMED maupun di Media-media lokal maupun Internasional tentang para pengungsi etnis Rohingya maupun para pencari suaka asal Bangladesh, ane akan memberikan beberapa cerita tragis tentang Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar terhadap etnis Rohingya di berbagai negara bagian/provinsi di negara tersebut.
Agar orang-orang yang mengatakan "utamakan dahulu warga negara sendiri" lebih membuka hati mereka dan lebih menunjukan empati maupun simpati pada korban Tragedi kemanusiaan ini.
apa yang terjadi di Myanmar ini sudah diluar akal sehat, bagaimana tidak? orang2 dengan mudahnya membunuh, memerkosa, membakar, menghancurkan... padahal mereka dulu tetangga, kawan akrab, namun karena ada konflik horizontal sekarang mereka saling membunuh...
Anda mungkin masih ingat bagaimana tragedi kemanusiaan di berbagai daerah di Indonesia yang terjadi 17 Tahun silam?
bahkan sebagian orang menganggap kejadian ini adalah pembersihan etnis. Yang mana saya sebagai Muslim pun juga mengutuk perbuatan keji dengan mengatasnamakan etnis maupun agama.

Ilustrasi
mungkin kejadian 20 Mei 98 lalu hampir sama dengan yang terjadi di myanmar, perbedaannya adalah di Indonesia etnis tionghoa masih mendapatkan tempat dan diakui warga negara Indonesia walaupun bukan Ras/etnis melayu.
sedangkan di Myanmar, etnis Rohingya tidak lagi mendapatkan tempat entah itu di Myanmar ataupun di Bangladesh.
maka dari itu banyak dari etnis rohingya mengungsi ke negara-negara terdekat, namun naas 4 negara terdekat pun enggan menerima mereka.
jika dibandingkan kembali dengan tragedi kemanusiaan oleh Hitler yang biasa disebut dengan holocaust. mungkin hampir sama, yang membedakannya adalah holocaust tragedi yang menimpa yahudi, dan Rohingya adalah muslim.
dan holocaust diliput media sedemikian heboh, sedangkan tragedi kemanusiaan rohingya tidak seheboh holocaust.
padahal sekarang orang dengan mudah mendapatkan informasi dibandingkan dengan zaman 40an sampai 50an.
Agar orang-orang yang mengatakan "utamakan dahulu warga negara sendiri" lebih membuka hati mereka dan lebih menunjukan empati maupun simpati pada korban Tragedi kemanusiaan ini.
apa yang terjadi di Myanmar ini sudah diluar akal sehat, bagaimana tidak? orang2 dengan mudahnya membunuh, memerkosa, membakar, menghancurkan... padahal mereka dulu tetangga, kawan akrab, namun karena ada konflik horizontal sekarang mereka saling membunuh...
Anda mungkin masih ingat bagaimana tragedi kemanusiaan di berbagai daerah di Indonesia yang terjadi 17 Tahun silam?
bahkan sebagian orang menganggap kejadian ini adalah pembersihan etnis. Yang mana saya sebagai Muslim pun juga mengutuk perbuatan keji dengan mengatasnamakan etnis maupun agama.

Ilustrasi
mungkin kejadian 20 Mei 98 lalu hampir sama dengan yang terjadi di myanmar, perbedaannya adalah di Indonesia etnis tionghoa masih mendapatkan tempat dan diakui warga negara Indonesia walaupun bukan Ras/etnis melayu.
sedangkan di Myanmar, etnis Rohingya tidak lagi mendapatkan tempat entah itu di Myanmar ataupun di Bangladesh.
maka dari itu banyak dari etnis rohingya mengungsi ke negara-negara terdekat, namun naas 4 negara terdekat pun enggan menerima mereka.
jika dibandingkan kembali dengan tragedi kemanusiaan oleh Hitler yang biasa disebut dengan holocaust. mungkin hampir sama, yang membedakannya adalah holocaust tragedi yang menimpa yahudi, dan Rohingya adalah muslim.
dan holocaust diliput media sedemikian heboh, sedangkan tragedi kemanusiaan rohingya tidak seheboh holocaust.
padahal sekarang orang dengan mudah mendapatkan informasi dibandingkan dengan zaman 40an sampai 50an.
HISTORY
Quote:
Awal Mula Kejadian
Kisah tragedi yang memilikan itu terjadi ketika dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan.
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.

ilustrasi
Bersama dengan Rawphi dan Khochi warga muslim Bengli. Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu dirudapaksa dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu. Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran kepada penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan merudapaksa dengan keji wanita Rakhine.
Sorenya tersiar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dibantai dan bus juga dibakar hancur luluh lantak.
Etnis Rohingya
Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine sebelumnya disebut Arakan. Etnis Rohingya adalah masyarakat muslim yang hidup tanpa kewarganegraan di Myanmar. Muslim Myanmar hanya berjumlah 4% dari total populasi Myanmar dan menjadikan etnis Rohingya minoritas. Etnis Rohingya tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih menjadi jajahan Inggris. Namun, saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat perlakuan buruk. Walau sama-sama beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan mengurus mereka. Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di Myanmar.

ilustrasi
Etnis Rohingya hidup di perbatasan dengan Bangladesh, sangat mudah untuk mengusir masyarakat Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan menetap di Bangladesh. Sebelumnya pada perang dunia ke II, banyak masyarakat Rohingya yang juga berimigrasi ke Bangladesh dan saat ini yang menetap di Rohingya hanya 90.000 orang. Banyak konspirasi yang berkembang di Asia mengenai Rohingya, ada yang mengatakan muslim sebagai teroris, ada juga yang mengatakan muslim tidak mau murtad dan memeluk Budha hingga akhirnya dibunuh. Namun, dibandingkan dengan sekedar konspirasi, fakta yang berkembang adalah dibantainya etnis Rohingya di Myanmar.
Pada tahun 1988, muncul sistem baru di Myanmar. Walaupun rezim otoriter militer yang memimpin, tapi Myanmar menggunakan sistem pasar. Ketika itu ada undang-undang baru yang namanya The Union of Myanmar Foreign Investment Law. Payung hukum ini adalah perlindungan terhadap sektor eksplorasi dan pengembangan sektor minyak dan gas alam yang melibatkan korporasi-korporasi asing.
Pada kasus Arakan ini adalah pertarungan soal minyak dan gas bumi. Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Dari konflik kepentingan ekonomi itu dari konflik ekonomi menjadi konflik sosial secara horisontal. Pihak rezim militer di Myanmar dari era Ne Win hingga sekarang ini, ternyata telah melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS maupun Total Perancis, padahal kedua negara ini kan di permukaan mengangkat isu hak asasi manusia. Tampaknya sulit dihindari dugaan ada pertarungan bisnis yang bermain melalui pintu belakang dari rezim militer Myanmar.
Upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian massa, pengusiran, pembakaran pelarangan pelaksanaan ibadah, penutupan jalur pasokan makanan, dan sejumlah tindakan brutal lainnya adalah sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Tindakan diskriminatif yang menimpa Muslim Rohingya berlatar belakang agama. Ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Penganiayaan yang dilakukan dengan cara-cara militer kepada warga sipil harus segera dihentikan. Seluruh bangsa-bangsa di dunia harus bertanggungjawab atas nasib dan masa depan suku Rohingya di Myanmar. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat ditolerir atas nama apapun. Bahkan, tindakan-tindakan ini mengindikasikan telah terjadinya skenario pembasmian etnis terhadap kaum muslim Rohingya.
Konflik Horisontal Antar Agama
Ternyata bukan hanya ditekan oleh militer dan pemerintahan Birma. Etnis muslim Rohingyapun juga menjadi sumber konflik horisontal antar agama. Konflik horisontal ini semakin memanas ketika para tokoh pemuka agama sudah mulai ikut melakukan intervensi. Di sejumlah titik dekat pengungsian, sekelompok biksu mengeluarkan selebaran berisi peringatan kepada warga Myanmar untuk tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. Sementara selebaran lainnya berisi rencana untuk memusnakah kelompok etnis lain di Myanmar. Lebih rumit lagi, ketika dua organisasi biksu terbesar di Myanmar, Asosiasi Biksu Muda Sittwe dan Asosiasi Biksi Mrauk Oo menyerukan agar warga Myanmar tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. “Muslim Rohingya bukanlah kelompok etnis Burma. Mereka akar penyebab kekerasan,” kata salah seorang pemimpin biksu, Ashin Htawara dalam sebuah acara di London.

ilustrasi
Direktur Arakan Project LSM lokal, Chris Lewa, mengungkapkan “Biarawan Myanmar disebut turut andil menyebarkan kebencian terhadap Muslim Rohingya. Beberapa tahun terakhir, para biksu memainkan peranan dalam penolakan masuknya bantuan kepada umat Islam,” Beberapa anggota badan kemanusiaan di Sittwe juga ikut bersaksi bahwa sejumlah biksu ditempatkan dekat kamp pengungsi. Mereka memeriksa setiap orang yang berkunjung lantaran khawatir akan memberikan bantuan. Para pengamat mengatakan, biksu Myanmar terlihat memblokir bantuan internasional yang ditujukan untuk pengungsi muslim. Di Sittwe misalnya, para biksu menolak untuk mengizinkan masuknya bantuan internasional. Menurut mereka, bantuan itu sangat bias. Amnesty Internasional mengatakan selepas bentrokan Muslim Rohingya kerap mendapat serangan fisik. Bahkan tak jarang jatuh korban.
Ditolak dimana-mana
Diperkirakan, sebanyak 800 ribu Muslim Rohingnya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah menganggap mereka sebagai orang asing dan warga Myanmar juga menyebut mereka pendatang haram dari Banghladesh. Kondisi Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur soal nasib pengungsi Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis minoritas itu bagi dia urusan pemerintah Myanmar. Jangankan mendapat perlindungan, diperlakukan layak saja sudah sangat beruntung. Setibanya di pantai-pantai Bangladesh, mereka dikumpulkan dan dijaga ketat oleh aparat bersenjata lengkap. Di bawah todongan senjata mereka dibariskan lalu diberi nasi bungkus dan satu botol air minum.

ilustrasi
Tentara militer dengan menggunakan senapan serbu semi-otomatis yang biasa digunakan dalam perang itu, kemudian menggiring mereka ke dermaga. Setelah itu mereka disuruh naik ke sampan-sampan yang jauh dari layak untuk menyeberangi lautan. Dengan tanpa belas kasihann sedikitpun para militer tersebut melakukan perintah komandannya untuk memaksa para pengungsi itu untuk masuk ke sampan itu lalu kembalilah ke laut.
Di Bangladesh ditolak di Burma diusir, sehingga para Muslim tak berdaya terkatung-katung di laut tidak tahu harus kemana. Tak peduli mereka mau kemana yang pasti tidak merepotkan Bangladesh. Praktis Muslim Rohingya itu kebingungan harus kembali ke mana. Sebab, di Myanmar mereka tidak diterima bahkan disiksa dan di Bangladesh juga diusir-usir. Bahkan Presiden Myanmar Thein Sein mantan jenderal militer itu mendukung kebijakan yang mendorong terjadinya penghapusan etnis. Thein Sein mengatakan, sekitar 800 ribu etnis Rohingya harus ditempatkan pada kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh. Lebih menyedihkan lagi ketika pejuang demokrasi Myanmar sekaligus peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi memilih diam menghadapi kebijakan Presiden Thein Sein dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya.

Presiden Myanmar Thein Sein

Aung San Suu Kyi
Saat ini etnis Muslim Rohingya mungkin salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia. Etnis Rohingya tak boleh ada di Myanmar dan tidak diterima di bangladesh. Tak ada pilihan selain naik sampan dan akhirnya terkatung-katung di samudera luas. Banyak di antara mereka yang gagal menaklukan ganasnya samudera sehingga harus tewas dan dikuburkan di lautan. Mudah-mudahan doa para teraniaya itu dapat menyelematkan mereka atas upaya manusia tidak berperikemanusiaan untuk membasminya di muka bumi ini.
sumber tulisan
Kisah tragedi yang memilikan itu terjadi ketika dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan.
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.
Spoiler for agak DP:

ilustrasi
Bersama dengan Rawphi dan Khochi warga muslim Bengli. Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu dirudapaksa dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu. Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran kepada penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan merudapaksa dengan keji wanita Rakhine.
Sorenya tersiar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dibantai dan bus juga dibakar hancur luluh lantak.
Spoiler for awas..! DP ya...gak kuat jangan dibuka!:

Etnis Rohingya
Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam di Negara Bagian Rakhine Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian Rakhine sebelumnya disebut Arakan. Etnis Rohingya adalah masyarakat muslim yang hidup tanpa kewarganegraan di Myanmar. Muslim Myanmar hanya berjumlah 4% dari total populasi Myanmar dan menjadikan etnis Rohingya minoritas. Etnis Rohingya tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih menjadi jajahan Inggris. Namun, saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat perlakuan buruk. Walau sama-sama beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan mengurus mereka. Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di Myanmar.

ilustrasi
Etnis Rohingya hidup di perbatasan dengan Bangladesh, sangat mudah untuk mengusir masyarakat Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan menetap di Bangladesh. Sebelumnya pada perang dunia ke II, banyak masyarakat Rohingya yang juga berimigrasi ke Bangladesh dan saat ini yang menetap di Rohingya hanya 90.000 orang. Banyak konspirasi yang berkembang di Asia mengenai Rohingya, ada yang mengatakan muslim sebagai teroris, ada juga yang mengatakan muslim tidak mau murtad dan memeluk Budha hingga akhirnya dibunuh. Namun, dibandingkan dengan sekedar konspirasi, fakta yang berkembang adalah dibantainya etnis Rohingya di Myanmar.
Pada tahun 1988, muncul sistem baru di Myanmar. Walaupun rezim otoriter militer yang memimpin, tapi Myanmar menggunakan sistem pasar. Ketika itu ada undang-undang baru yang namanya The Union of Myanmar Foreign Investment Law. Payung hukum ini adalah perlindungan terhadap sektor eksplorasi dan pengembangan sektor minyak dan gas alam yang melibatkan korporasi-korporasi asing.
Pada kasus Arakan ini adalah pertarungan soal minyak dan gas bumi. Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Dari konflik kepentingan ekonomi itu dari konflik ekonomi menjadi konflik sosial secara horisontal. Pihak rezim militer di Myanmar dari era Ne Win hingga sekarang ini, ternyata telah melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS maupun Total Perancis, padahal kedua negara ini kan di permukaan mengangkat isu hak asasi manusia. Tampaknya sulit dihindari dugaan ada pertarungan bisnis yang bermain melalui pintu belakang dari rezim militer Myanmar.
Upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian massa, pengusiran, pembakaran pelarangan pelaksanaan ibadah, penutupan jalur pasokan makanan, dan sejumlah tindakan brutal lainnya adalah sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Tindakan diskriminatif yang menimpa Muslim Rohingya berlatar belakang agama. Ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Penganiayaan yang dilakukan dengan cara-cara militer kepada warga sipil harus segera dihentikan. Seluruh bangsa-bangsa di dunia harus bertanggungjawab atas nasib dan masa depan suku Rohingya di Myanmar. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat ditolerir atas nama apapun. Bahkan, tindakan-tindakan ini mengindikasikan telah terjadinya skenario pembasmian etnis terhadap kaum muslim Rohingya.
Konflik Horisontal Antar Agama
Ternyata bukan hanya ditekan oleh militer dan pemerintahan Birma. Etnis muslim Rohingyapun juga menjadi sumber konflik horisontal antar agama. Konflik horisontal ini semakin memanas ketika para tokoh pemuka agama sudah mulai ikut melakukan intervensi. Di sejumlah titik dekat pengungsian, sekelompok biksu mengeluarkan selebaran berisi peringatan kepada warga Myanmar untuk tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. Sementara selebaran lainnya berisi rencana untuk memusnakah kelompok etnis lain di Myanmar. Lebih rumit lagi, ketika dua organisasi biksu terbesar di Myanmar, Asosiasi Biksu Muda Sittwe dan Asosiasi Biksi Mrauk Oo menyerukan agar warga Myanmar tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. “Muslim Rohingya bukanlah kelompok etnis Burma. Mereka akar penyebab kekerasan,” kata salah seorang pemimpin biksu, Ashin Htawara dalam sebuah acara di London.
ilustrasi
Direktur Arakan Project LSM lokal, Chris Lewa, mengungkapkan “Biarawan Myanmar disebut turut andil menyebarkan kebencian terhadap Muslim Rohingya. Beberapa tahun terakhir, para biksu memainkan peranan dalam penolakan masuknya bantuan kepada umat Islam,” Beberapa anggota badan kemanusiaan di Sittwe juga ikut bersaksi bahwa sejumlah biksu ditempatkan dekat kamp pengungsi. Mereka memeriksa setiap orang yang berkunjung lantaran khawatir akan memberikan bantuan. Para pengamat mengatakan, biksu Myanmar terlihat memblokir bantuan internasional yang ditujukan untuk pengungsi muslim. Di Sittwe misalnya, para biksu menolak untuk mengizinkan masuknya bantuan internasional. Menurut mereka, bantuan itu sangat bias. Amnesty Internasional mengatakan selepas bentrokan Muslim Rohingya kerap mendapat serangan fisik. Bahkan tak jarang jatuh korban.
Ditolak dimana-mana
Diperkirakan, sebanyak 800 ribu Muslim Rohingnya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah menganggap mereka sebagai orang asing dan warga Myanmar juga menyebut mereka pendatang haram dari Banghladesh. Kondisi Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur soal nasib pengungsi Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis minoritas itu bagi dia urusan pemerintah Myanmar. Jangankan mendapat perlindungan, diperlakukan layak saja sudah sangat beruntung. Setibanya di pantai-pantai Bangladesh, mereka dikumpulkan dan dijaga ketat oleh aparat bersenjata lengkap. Di bawah todongan senjata mereka dibariskan lalu diberi nasi bungkus dan satu botol air minum.

ilustrasi
Tentara militer dengan menggunakan senapan serbu semi-otomatis yang biasa digunakan dalam perang itu, kemudian menggiring mereka ke dermaga. Setelah itu mereka disuruh naik ke sampan-sampan yang jauh dari layak untuk menyeberangi lautan. Dengan tanpa belas kasihann sedikitpun para militer tersebut melakukan perintah komandannya untuk memaksa para pengungsi itu untuk masuk ke sampan itu lalu kembalilah ke laut.
Di Bangladesh ditolak di Burma diusir, sehingga para Muslim tak berdaya terkatung-katung di laut tidak tahu harus kemana. Tak peduli mereka mau kemana yang pasti tidak merepotkan Bangladesh. Praktis Muslim Rohingya itu kebingungan harus kembali ke mana. Sebab, di Myanmar mereka tidak diterima bahkan disiksa dan di Bangladesh juga diusir-usir. Bahkan Presiden Myanmar Thein Sein mantan jenderal militer itu mendukung kebijakan yang mendorong terjadinya penghapusan etnis. Thein Sein mengatakan, sekitar 800 ribu etnis Rohingya harus ditempatkan pada kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh. Lebih menyedihkan lagi ketika pejuang demokrasi Myanmar sekaligus peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi memilih diam menghadapi kebijakan Presiden Thein Sein dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya.

Presiden Myanmar Thein Sein

Aung San Suu Kyi
Saat ini etnis Muslim Rohingya mungkin salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia. Etnis Rohingya tak boleh ada di Myanmar dan tidak diterima di bangladesh. Tak ada pilihan selain naik sampan dan akhirnya terkatung-katung di samudera luas. Banyak di antara mereka yang gagal menaklukan ganasnya samudera sehingga harus tewas dan dikuburkan di lautan. Mudah-mudahan doa para teraniaya itu dapat menyelematkan mereka atas upaya manusia tidak berperikemanusiaan untuk membasminya di muka bumi ini.
sumber tulisan
Quote:
Inilah Kisah Pedih Tiga Muslimah Rohingya

ilustrasi
Raihana, Arafa, dan Hamidah, tiga Muslimah dari Myanmar yang melarikan diri menghindari brutalitas di negara mereka dan berlindung ke Bangladesh. Mereka menceritakan kisah mereka menyelamatkan diri dari kematian pasti di negara mereka.
Fars News mengutip al-Arabiya menyebutkan, ketiga Muslimah itu sekarang bersama anak-anak mereka berlindung di Bangladesh dan berada dalam kondisi yang sangat sulit.
Gelombang baru brutalitas yang dilakukan oleh para penganut Budha terhadap umat Muslim Myanmar selama satu setengah bulan terakhir di wilayah Arakan, menurut berbagai sumber telah merenggut nyawa ribuan orang.
Raihana, 25 tahun, kepada kantor berita Anatoli Turki mengatakan bahwa dalam upayanya melarikan diri ke Bangladesh, dia bersama anak perempuannya yang baru berusia satu tahun, terpaksa memakan dedaunan dan ilalang agar bertahan hidup.
Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai lembaga HAM membenarkan bahwa etnis Muslim Rohingya, Myanmar, telah selama bertahun-tahun menghadapi kezaliman dan kejahatan sistematik oleh pemerintah Myanmar.
Seorang pengungsi Muslimah lainnya bernama Arafah, 27 tahun, mengatakan bahwa dia telah melintasi perjalanan yang sangat sulit dan berbahaya dari Myanmar hingga Bangladesh bersama dua anak perempuannya Jannat (delapan tahun) dan Khurshid (empat tahun).
Arafah menambahkan bahwa setelah suaminya ditangkap oleh pasukan keamanan Myanmar, dia dan anak-anaknya terpaksa melarikan diri karena menurutnya, pasukan keamanan membakar hidup-hidup warga Muslim dan mereka mencegah warga Muslim pergi ke Masjid.
Adapun Hamidah mengatakan, setelah suami dan anak lelakinya ditangkap oleh pasukan keamanan, dan rumah mereka dibakar. Mereka pun terpaksa melarikan diri ke Bangladesh.
sumber tulisan
Kesaksian Horor Pada Tragedi Rohingya
Human Right Watch (HRW) pada Rabu 1 Agustus 2012 mengeluarkan laporan yang menunjukkan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap Muslim Rohingya pada bentrokan antara Juni-Juli lalu. Dalam laporan tersebut, HRW mengambil kesaksian 57 warga Rohingya dan Rakhine yang terlibat bentrok.
Laporan setebal 56 halaman itu berjudul "Pemerintah Seharusnya Menghentikan Ini: Kekerasan Sektarian dan Pelanggaran di Arakan." HRW mengecam pemerintah Myanmar yang dinilai tidak mampu melindungi warga Rohingya, malah justru ikut serta membunuh dan merudapaksa mereka. Dalam laporan, tidak disebutkan nama asli saksi, demi keamanan mereka.
Salah seorang Muslim Rohingya berusia 36 tahun mengatakan bahwa tentara Myanmar ikut berada dalam barisan etnis Rakhine di Arakan, turut menembaki warga. Polisi hanya melihat saat warga Rohingya disabet parang dan tongkat.

ilustrasi
"Mereka (Arakan) membakar rumah-rumah. Ketika (warga Rohingya) mencoba memadamkan api, paramiliter menembaki mereka. Massa memukuli mereka dengan tongkat besar. Kami mengumpulkan 17 mayat dengan bantuan tentara. Saya cuma bisa mengenali satu orang, namanya Mohammad Sharif. Saya lihat peluru menembus dada kirinya," kata saksi.
Saksi lainnya yang berusia 28 tahun membenarkan hal ini. Dia mengatakan bahwa tentara menembaki mereka dari dekat. Dia bahkan mengatakan korban saat itu berjumlah 50 orang. Saksi lain berusia 36 tahun mengatakan korban jatuh terdiri dari wanita dan anak-anak. "Saya lihat enam orang tewas. Satu wanita, dua anak-anak, dan tiga lelaki," kata dia.
Seorang wanita Rohingya di Sittwe berusia 38 tahun mengatakan pada HRW bahwa pada Juni lalu 50 orang Arakan mengepung rumahnya. Saat itu, sama sekali tidak ada kehadiran polisi dan aparat keamanan.
"Mereka menunjuk rumah kami dan bilang 'Ini adalah rumah Muslim' lalu 10 orang naik ke atas. Ipar saya berusaha kabur dengan lompat keluar jendela. Ketika melompat, orang-orang di luar menangkap dan menggorok lehernya. Kami sembunyi di balik pintu yang sulit ditembus. Mereka bilang 'keluar atau kami bakar, pilih mana?',"kata wanita itu.
Suami wanita tersebut adalah seorang pengusaha yang kerap berhubungan dengan polisi. Ketika suaminya menelepon kenalan polisinya, tidak diangkat. Dia, suami, mertua, dua pembantu dan tetangganya dipukuli. Beruntung, massa lainnya melerainya. Jika tidak, dipastikan mereka tewas.
Lalu massa mengarak mereka ke kantor polisi. Sepanjang perjalanan, mereka jadi bulan-bulanan massa. "Ketika kami sampai, ada 200-300 orang polisi. Beberapa dari mereka teman suami saya. Dia (suami) bertanya, 'kenapa tidak melindungi kami?' polisi itu menjawab 'Kami belum mendapat perintah untuk bergerak. Kami masih menunggu perintah'," lanjutnya lagi.
Pemerintah Myanmar melaporkan 77 orang tewas dalam peristiwa tersebut. Namun, jumlahnya diperkirakan jauh lebih banyak daripada itu. Dalam laporan HRW, aparat dikatakan melarang Muslim Rohingya untuk mengubur kerabat mereka yang tewas dengan cara Islami, beberapa akhirnya dikremasi.
"Saat kekerasan terjadi pada 8 Juni, mayat-mayat ditumpuk dekat jembatan. Kami tidak boleh mengambilnya, untuk mengubur secara agama. Saat ini, jika seseorang melihat ke bawah jembatan, mereka bisa melihat mayat di bawahnya," kata seorang saksi lain.
sumber tulisan
0
13.2K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan