Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Bahagianya jadi Koruptor: Di Bui rata2 hanya 25 bln. Penjara pun bisa Mewah pulak!
Koruptor di Indonesia Rata-Rata Hanya Divonis 25 Bulan, Kata ICW
18 AGS 2015



Rimanews - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan selama semester pertama 2015 hakim rata-rata hanya menjatuhkan vonis hukuman penjara 25 bulan atau dua tahun satu bulan kepada para terdakwa koruptor.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Ardila Caesar mengatakan, lembaganya memantau 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa yang telah diperiksa dan diadili pengadilan tingkat pertama di Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi, kasasi serta peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

"Dan hakim memvonis rata-rata hanya selama 25 bulan atau dua tahun satu bulan," katanya, Selasa (18/08/2015).

Ardila menjelaskan, selama semester pertama tahun 2014 vonis hukuman hakim terhadap terdakwa perkara korupsi rata-rata sekitar dua tahun sembilan bulan, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata vonis hukuman koruptor pada kurun yang sama tahun ini.

ICW merinci, selama semester pertama tahun ini, 163 terdakwa perkara korupsi dihukum satu sampai empat tahun penjara atau masuk kategori ringan. 12 terdakwa dijatuhi vonis hukuman sedang antara empat hingga 10 tahun penjara, dan hanya tiga terdakwa dihukum berat, lebih dari 10 tahun, oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Jumlah terdakwa perkara korupsi yang divonis bebas tahun ini juga meningkat dengan 35 terdakwa diputus bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama dan tiga terdakwa diputus bebas oleh Mahkamah Agung.

Pada kurun yang sama tahun lalu hanya ada 20 terdakwa perkara korupsi yang divonis bebas menurut data ICW.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...Bulan-Kata-ICW


1.938 Narapidana Kasus Korupsi Dapat Remisi
Senin, 17 Agustus 2015 | 08:58 WIB


Sejumlah narapidana kasus korupsi melambaikan tangan saat kereta api kelas eksekutif Argo Wilis yang mengangkut mereka berangkat dari Stasiun Tugu, Yogyakarta, menuju Bandung, Jawa Barat, Sabtu (19/1/2013). Sebanyak sembilan narapidana kasus korupsi tersebut dipindahkan dari LP Wirogunan, Yogyakarta, untuk menjalani masa hukuman di LP Sukamiskin, Bandung.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi kepada ribuan narapidana, termasuk narapidana kasus korupsi, dalam perayaan kemerdekaan RI ke-70 pada Senin (17/8/2015).

Kepala Subdit Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Akbar Hadi mengatakan, jumlah narapidana korupsi di Indonesia sebanyak 2.786 orang. Sementara yang mendapatkan remisi sejumlah 1.938 narapidana kasus korupsi.

Melalui siaran pers, Akbar mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, narapidana kasus korupsi yang memperoleh remisi sebanyak 517 orang. Sedangkan berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012, narapidana yang memperoleh remisi karena telah memenuhi persyaratan sebanyak 1.421 orang.

Ada pun persyaratan yang harus dipenuhi dalam PP 99 Tahun 2012 antara lain bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator), serta telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.

"Ada juga narapidana tindak pidana korupsi yang masih membutuhkan pengkajian dan pendalaman menurut ketentuan peraturan perundang-undangan sebanyak 848 orang," kata Akbar.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, tercatat per 13 Agustus 2015, jumlah penghuni di 477 lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan se-Indonesia berjumlah 173.057 orang. Junlah tersebut terdiri dari 118.405 orang narapidana fan 54.652 orang tahanan.

Selain remisi umum, tahun ini para narapidana di Indonesia juga mendapatkan remisi dasawarsa proklamasi kemerdekaan RI. Remisi sepuluh tahunan ini diberikan tanpa syarat kepada seluruh narapidana, kecuali narapidana yang divonis hukuman mati, seumur hidup, dan melarikan diri.
http://nasional.kompas.com/read/2015...i.Dapat.Remisi


Adhie: Koruptor Kok Dikasih Remisi!
Selasa, 18 Agustus 2015 - 06:26 wib

JAKARTA - Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi menanggapi rencana pemberian remisi, dan pembebasan bersyarat terhadap narapidana korupsi.

"Kenapa bisa (ada pemberian remisi-red) karena penyelenggara negara mempresepsikan tindakan korupsi, bukan musuh negara, beda dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan komunisme," ujar Adhie kepada Okezone, di Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Menurutnya, sepanjang penyelenggra negara memposisikan kejahatan koruptor bukan di kategorikan musuh negara, maka tindak korupsi disemua lini tidak akan musnah. Sehingga akan muncul kekecewaan dari rakyat lantaran pemerintah tidak konsisten memberantas jenis kejahatan tersebut.

"Sepanjang itu tidak samakan (dengan kejahatan yang dikatagorikan musuh negara-red) setiap tahun akan muncul, tentunya bisa menyakiti hati rakyat," lanjutnya.

Mantan juru bicara Presiden Gus Dur ini, mengkritisi syarat-syarat pemberian remisi dengan cara memilih kelakuan baik dari sejumlah narapidana.

"Kalau pemberian remisi berdasarkan kelakuaan baik, ya mereka lah (koruptor-red) pasti baik kelakuannya, karena mereka itu terdidik, beda dengan penjahat jalanan," tutupnya.

Seperti diketahui, Laoly mewacanakan untuk merevisi PP 99/2012. Dia menegaskan, maksud dari revisi bukan untuk memberikan ruang bagi koruptor, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tidak dapat digantungkan atau ditentukan oleh lembaga lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, atau kejaksaan.

Adapun narapidana Korupsi yang mendapatkan remisi dari Menkumham Sebanyak 1.938 orang narapidana korupsi mendapatkan remisi pada HUT RI ke-70.
http://news.okezone.com/read/2015/08...dikasih-remisi


KPK Ingatkan Yasonna Tak Umbar Remisi untuk Koruptor
17 AGS 2015


Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly

Rimanews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly untuk tak umbar pemberian remisi untuk koruptor tapi harusnya lebih memperketatnya.

"(Narapidana) korupsi menurut saya perlu diperketat syarat-syaratnya untuk diberikan remisi, jangan disamakan dengan pelaku tindak pidana lain," demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP, Senin (17/8/2015).

Sebelumnya, Menkumham, Yasonna H. Laoly telah resmi memberikan remisi kepada 1.938 narapidana kasus korupsi. Berdasarkan catatan dari Kementerian Hukum dan HAM, jumlah narapidana korupsi di seluruh Indonesia mencapai 2.802 orang. Dari total tersebut sebanyak 517 orang mendapat remisi dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 dan 1.421 orang mendapat remisi rentang ketentuan PP Nomor 99 Tahun 2012.

Lebih lanjut, Johan mengingatkan meski di dalam Undang-Undang dijamin seluruh narapidana termasuk napi korupsi untuk memperoleh pengurangan masa tahanan, Kemenkumham juga harus memperhatikan efek jera bagi mereka terkait tindak pidana korupsi ini.

"Apabila diberikan itu dampak jera kepada korupsi agak berkurang. Paling tidak, tidak melanggar aturan sehingga ada syarat-syarat yang perlu diperketat," pungkasnya.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...untuk-Koruptor


Penjara, Rumah Mewah Baru Para Koruptor?
Sabtu, 26/11/2011

Neraca. Tidak ada yang gratis di penjara. Terlebih lagi untuk mendapatkan perlakuan baik dan kemewahan. Hal ini adalah kenyataan yang terus terungkap menyusul tuduhan adanya perputaran uang di dalam penjara. Bukan hanya Rumah Tahanan Pondok Bambu --seperti yang terbongkar saat sidak-- yang menyediakan fasilitas mewah di penjara, tapi juga Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat.

Kenyataan itu diungkapkan salah seorang mantan tahanan LP Salemba kepada awak media. Bahkan, perputaran uang di LP Salemba dapat mencapai miliaran rupiah setiap harinya. Ditambahkannya, narapidana wajib menyetorkan uang kepada petugas penjara.

"Kamarnya saja sekitar Rp 30 jutaan. Cuma sekali bayar," katanya. Namun bila kocek napi tidak cukup, bisa juga memilih "kamar" standar yang harga minimalnya Rp 3 jutaan. Di dalamnya, si "penyewa" memperoleh fasilitas televisi, kipas angin, dispenser, magic jar. "Lengkap seperti di rumah, di dalamnya sekitar lima sampai 10 orang," lanjutnya.

Memang cukup sekali menyetor duit demi mendapatkan fasilitas tersebut. Namun tiap pekannya, para napi harus merogoh kantong lagi untuk membayar iuran. "Berikutnya, ada iuran mingguannya," tandas dia. Sejauh ini belum ada tanggapan dari pihak LP Salemba mengenai hal itu.

Beberapa waktu lalu, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke Rutan Pondok Bambu. Dari sidak terkuak adanya fasilitas mewah yang diberikan kepada sejumlah napi, yang di antaranya Artalita Suryani. Sel berukuran delapan kali delapan meter tempat Ayin meringkuk dilengkapi kulkas, televisi layar datar, hingga penyejuk ruangan. Bukan cuma itu, ada sebuah ruang untuk bersantai dan berkaraoke tak jauh dari sel Ayin.

Moratorium mengenai remisi bagi para koruptor serta merta menimbulkan pro dan kontra di kalangan penggiat masalah hukum. Bagi yang menganut madzhab formalitas hukum, remisi adalah hak asasi narapidana (HAN) sehingga tidak serta merta dicabut oleh suatu moratorium. Bagi penganut madzhab materialitas hukum, remisi bukanlah hak asasi narapidana yang untuk memperolehnya diperlukan syarat-syarat sebagaimana disebutkan di Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Pelaksanaan Hak Warga Binaan Warga Pemasyarakatan yang kemudian diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi.

Di waktu lain santer beredar tentang penjara dengan fasilitas yang mewah yang kebetulan penghuni-penghuninya adalah koruptor. Semuanya bermuara pada suatu tindak pidana yang sama yaitu korupsi. Masalah korupsi sedemikian kronis sehingga koruptorpun akan ikut serta memberikan pendapat tentang koruptor lain dan lupa kalau dia juga koruptor.

Hukum positif kita mengalami seolah deadlock ketika berhadapan dengan masalah korupsi. Berbagai macam instrumen, aturan dan lembaga yang ditujukan untuk memberantas korupsi tampaknya semakin memberikan energi besar bagi korupsi sehingga semakin ditekan akan memberikan reaksi yang semakin besar.

Terlepas dari perdebatan yang menghebat tentang remisi atau penjara mewah, faktanya itu terjadi dan ada. Mungkin kita harus mulai berkompromi (bukan berdamai) dengan koruptor. Dunia intelejen di sisi lain menganggap bahwa preman atau teroris sebagai aset informasi yang sangat berharga. Dalam dunia perkorupsian, mengapa tidak juga dianut anggapan dalam dunia intelejen? Bukan sebagai aset informasi akan tetapi menjadi aset ekonomi.

Remisi dan fasilitas mewah penjara secara gamblang menunjukan sisi psikologis yang tidak bisa dibantah yaitu betapa tidak nyamannya tinggal di penjara sehingga orang tidak mau berlama-lama didalamnya ataupun kalau harus berlama-lama maka jika bisa dibuat seperti tidak dipenjara entahlah di itu bersuasanakan kamar pribadi atau hotel berbintang. Jika orang mau membayar mahal untuk menyewa kamar hotel karena membeli kenyamanan, mengapa penjara yang ada disulap seperti hotel berbintang yang kemudian dihuni oleh terpidana korupsi dengan tarif yang teramat mahal yang malah dengan uang tersebut bisa dibuat penjara baru?
http://www.neraca.co.id/article/7367...-para-koruptor


TAHANAN KORUPSI, SELALU DAPAT FASILITAS MEWAH DAN PERLAKUAN EKSKLUSIF?
12 April 2013


Angelina Sondakh

Heboh isu Angelina Sondakh bebas ke Singapura mengingatkan kami pada kasus Gayus Tambunan, terpidana kasus korupsi pajak yang tertangkap basah bebas berlibur ke Bali. Juga pada Artalyta Suryani, kasus suap Jaksa, yang dihujani fasilitas mewah dalam tahanan. Tahanan koruptor, benarkah selalu mendapat perlakuan eksklusif?
Angie saat diwawancara oleh Alberthiene Endah untuk Fimela.com

Sabtu lalu (23/03), beberapa pengunjung Rutan Pondok Bambu mengaku sama sekali tak melihat mantan anggota DPR itu, baik di sesi jam besuk pagi maupun siang. Sementara petugas keamanan memberi informasi bahwa Angie masih terdaftar sebagai penghuni rutan saat beberapa pihak tak yakin Angie sepenuhnya mendekam di sana. Memang tak ada jadwal kunjungan, atau sengaja bersembunyi setelah muncul kabar dirinya dengan bebas keluar-masuk tahanan? Belum jelas memang, fakta atau sekadar lemparan isu.

Pengacara Angie, Teuku Nasrullah, langsung membantah kabar kepergian Angie, mengingat selama ini ijin meninggalkan rutan sangat sulit didapat. Jangankan untuk berobat ke Singapura, tahun lalu Angie hanya diberi waktu 1 jam untuk menjenguk anaknya, Keanu Jabbar Massaid, yang dirawat di rumah sakit. Sahabat Angie, Kahfi Siregar juga membantah kepergian Angie. Dia yang sempat menemui Angie akhir Maret lalu mengatakan Angie tak mungkin ke luar negeri karena sudah dicekal. Jelasnya, “Paspornya saja ditahan Kemenkumham.” Seperti yang kita tahu, Angie harus menjalani hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta atau 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi Wisma Atlet, melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pada bulan Januari, Angie juga sempat menjadi sorotan lantaran akun Twitter-nya @SondakhAngelina kembali berkicau, padahal di dalam rutan tak diperkenankan membawa apalagi mengaktifkan telepon genggam. Kabar lain kemudian menyebutkan akun Angie tengah dibajak. Yang satu ini, juga tak jelas mana yang benar, karena penyidikan tak diteruskan usai tak ditemukannya barang bukti apa pun di dalam sel Angie.


Artalyta Suryani

Heboh isu Angelina Sondakh bebas ke Singapura mengingatkan kami pada kasus Gayus Tambunan, terpidana kasus korupsi pajak yang tertangkap basah bebas berlibur ke Bali. Juga pada Artalyta Suryani, kasus suap Jaksa, yang dihujani fasilitas mewah dalam tahanan. Tahanan koruptor, benarkah selalu mendapat perlakuan eksklusif?

Tahun 2010, kasus sel mewah Artalyta di rutan yang sama terungkap. Di dalamnya terdapat fasilitas lengkap, mulai dari AC, televisi plasma, komputer, spring bed, kamar mandi dengan kloset duduk, sampai satu set perlengkapan karaoke. Telepon genggam ketika itu juga bebas digunakan, dan beberapa napi bahkan dijadikan sebagai asisten bayaran. Masih di tahun yang sama, Gayus tertangkap kamera menonton pertandingan tenis di Bali. Menurut Kapitra Ampera, pengamat hukum UII Yogyakarta, penggunaan telepon genggam di dalam tahanan memang bukan hal asing lagi. Hal itu juga yang membuat tahanan narkoba kerap sukses bertransaksi walaupun sedang mendekam di balik jeruji. “Sipir-sipir di dalam tahanan membutuhkan uang, sehingga apa pun bisa dilakukan,” ungkapnya. Hanya, ketika pelakunya figur publik, isu kecurangan lembaga hukum semacam ini lebih cepat tercium khalayak.

Sebaliknya, perlakuan berbeda kemudian diterima Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, yang mertuanya baru saja meninggal Senin ini (01/04) di Sumatera Barat. Dia dan sang istri, Neneng, yang saat ini juga ditahan atas kasus pengadaan pemasangan pengadaan listrik tenaga surya, malah tak diijinkan melayat. Situasi yang jauh berbeda dengan rekannya yang asyik berlibur. Apa ini bisa menjadi bukti perbaikan lembaga hukum di negara kita? Praktik suap dan diskriminasi, nyatanya memang ada. Badan hukum lemah oleh suap, korupsi “mewabah” akibat ekspansi para koruptor. Lantas, siapa lagi yang bisa dipercaya menegakkan keadilan?

Pengacara Angie, Teuku Nasrullah, langsung membantah kabar kepergian Angie, mengingat selama ini ijin meninggalkan rutan sangat sulit didapat. Jangankan untuk berobat ke Singapura, tahun lalu Angie hanya diberi waktu 1 jam untuk menjenguk anaknya, Keanu Jabbar Massaid, yang dirawat di rumah sakit. Sahabat Angie, Kahfi Siregar juga membantah kepergian Angie. Dia yang sempat menemui Angie akhir Maret lalu mengatakan Angie tak mungkin ke luar negeri karena sudah dicekal. Jelasnya, “Paspornya saja ditahan Kemenkumham.” Seperti yang kita tahu, Angie harus menjalani hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta atau 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi Wisma Atlet, melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Tahun 2010, kasus sel mewah Artalyta di rutan yang sama terungkap. Di dalamnya terdapat fasilitas lengkap, mulai dari AC, televisi plasma, komputer, spring bed, kamar mandi dengan kloset duduk, sampai satu set perlengkapan karaoke. Telepon genggam ketika itu juga bebas digunakan, dan beberapa napi bahkan dijadikan sebagai asisten bayaran. Masih di tahun yang sama, Gayus tertangkap kamera menonton pertandingan tenis di Bali. Menurut Kapitra Ampera, pengamat hukum UII Yogyakarta, penggunaan telepon genggam di dalam tahanan memang bukan hal asing lagi. Hal itu juga yang membuat tahanan narkoba kerap sukses bertransaksi walaupun sedang mendekam di balik jeruji. “Sipir-sipir di dalam tahanan membutuhkan uang, sehingga apa pun bisa dilakukan,” ungkapnya. Hanya, ketika pelakunya figur publik, isu kecurangan lembaga hukum semacam ini lebih cepat tercium khalayak.

Sebaliknya, perlakuan berbeda kemudian diterima Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, yang mertuanya baru saja meninggal Senin ini (01/04) di Sumatera Barat. Dia dan sang istri, Neneng, yang saat ini juga ditahan atas kasus pengadaan pemasangan pengadaan listrik tenaga surya, malah tak diijinkan melayat. Apa karena tak ada sisipan uang pelicin? Entahlah. Situasi yang jauh berbeda dengan rekan sesama tahanan korupsi yang dengan leluasa menikmati liburan. Praktik suap dan diskriminasi, nyatanya memang ada. Badan hukum lemah oleh suap, korupsi “mewabah” akibat ekspansi para koruptor. Lantas, siapa lagi yang bisa dipercaya menegakkan keadilan?
source: http://www.fimela.com/news-entertain...03l-page1.html

------------------------------------------------------

Korupsi ratusan miliar rupiah hanya di vonis 4 tahun, lalu di bui rata-rata hanya 25 bulan, itu pun masih bisa keluar masuk penjara seenaknya seperti kisah Gayus dulu sehingga isterinya yang berada di rumahnya pun sampai bisa dihaminya lagi. Di dalam sel penjara pun penuh kemewahan, ruang sel bisa disulap menjadi hotel berbintang, lengkap dengan'body guard'nya segala asal mampu bayar! Logikanya, kalo saya jadi koruptor seperti Gayus dulu, jelaslah saya akan memilih menerima putusan Hakim masuk penjara tanpa mau menyerahkan kembali duit hasil korupsinya itu. Toh 2-3 tahun lagi usai di penjara, duitnya masih selamatdi bank luar negeri untuk bisa dinikmati kembali hingga tujuh turunan pun tak akan habis! tulah nikmatnya menjadi koruptor di Indonesia saat ini, makanya orang tak pernah kapok untuk melakukannya sampai kapan pun, sampai hukum benar-benar ditegakkan
0
5.8K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan