Masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir pada tahun 1942, karena dapat diusir oleh Jepang, kini Indonesia masuk pada masa penjajahan Kerajaan Sinto Jepang, sampai tahun 1945.

Umat Islam kembali melancarkan perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Jepang.

Perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Jepang yang memiliki pengaruh besar adalah “Perlawanan Kiyai Zaenal Mustofa” di Singaparna – Tasikmalaya pada tanggal 18 februari 1944. Perlawanan dengan mengerahkan seribuan santri tersebut dapat dilumpuhkan oleh Tentara Jepang dengan kejam. Menyusul kemudian perlawanan dari pesantren Lohbener Indramayu pada 30 Juli 1944.

Menurut kolonel A.H Nasution dalam “Tentara nasional Indonesia” jilid 1, perlawanan Kiai santri tersebut adalah menuntut kemerdekaan Indonesia berdasarkan Islam.

Perlawanan dengan tuntutan Negara merdeka berdasar agama Islam ini, menyebabkan Jenderal Koiso Kuniaki sebagai Perdana Menteri Jepang (1944-1945), pada tanggal 7 September 1944, memberikan janji kemerdekaan Indonesia, tapi tidak disertai tanggal kapannya.

Janji Jepang disambut Masyumi, maka Masjoemi pada 12 oktober 1944 mengadakan rapat yang dihadiri selain pengurus, oleh PP Muhamadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Umat Islam, dan Perserikatan Umat Islam. Dalam rapat itu diputuskan antara lain: “Menjiapkan oemat Islam Indonesia supaja Tjakap dan Tjukup menerima kemerdekaan Indonesia dan Kemerdekaan Agama Islam”.

Muncul juga perlawanan Soepriyadi 15 Februari 1945, kemudian diikuti oleh Koesaeri dari Cilacap, 21 April 1945 dan Amar Soetisna dari Pangalengan Bandung Selatan, 4 Mei 1945. Ketiganya dari Pembela Tanah Air – PETA, memimpin pemberontakan terhadap Pemerintah Kolonial Jepang, menuntut janji kemerdekaan oleh Perdana menteri KOISO pada 7 september 1944.