- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Presiden Tak Bisa Paksa Seluruh Rakyat Mencintainya


TS
callme.rei
Presiden Tak Bisa Paksa Seluruh Rakyat Mencintainya
Quote:
JAKARTA - Keinginan pemerintah menghidupkan
kembali pasal penghinaan terhadap Presiden
melalui rancangan Undang-Undang KUHP, terus
menuai penolakan. Sudah menjadi kodrat bagi
pemimpin selalu dicintai dan dibenci dalam waktu
bersamaan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang.
“Dalam kehidupan sosial politik, seorang
pemimpin dicintai atau dibenci oleh rakyatnya
adalah suatu yang lumrah,” ujar Direktur The
Community of Ideological Islamic Analyst Harits
Abu Ulya di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Seorang pemimpin, menurut dia, tidak bisa
memaksa setiap individu agar mencintainya.
Demikian pula ia tidak bisa mencegah rakyat agar
tidak membencinya. Meskipun sejatinya sebaik-
baik pemimpin adalah yang dicintai rakyatnya dan
rakyat mendoakan kebaikan bagi dirinya, bahkan
rakyat berdiri rapi di belakangnya untuk
mendukung, membela, dan menolong pemimpin
jika dibutuhkan.
Begitu juga seorang pemimpin yang baik adalah
ia mencintai rakyatnya seperti halnya ia mencintai
dirinya sendiri. Ia akan mengurus, mengayomi,
dan memelihara urusan rakyatnya semaksimal
pikiran, tenaga, waktu dan jiwa yang dipunyai.
Dalam tiap lantunan doa ia sebut rakyatnya agar
memperoleh anugrah kebaikan hidup dunia
akhirat. Ia akan sedih jika rakyatnya dalam
kesedihan.
“Karena itu seorang pemimpin yang amanah
tidaklah sibuk dan peduli soal bagaimana
menjaga wibawa wajah kekuasaan dengan
beragam piranti hukum dan ancaman terhadap
rakyatnya. Karena esensi kekuasaan adalah
amanah, maka ia akan lebih sibuk bagaimana
mewujudkan keadilan, kesejahteraan, rasa aman,
dan terpenuhinya semua kebutuhan asasi
rakyatnya secara proporsional,” ulasnya.
Dengan begitu, Harits melanjutkan, rakyat akan
senantiasa mencintainya, karena ia amanah
dengan kekuasaan di pundaknya. Meski akan
selalu ada sebagian rakyat yang membencinya
bahkan menghinakannya. Kendati demikian
sungguh sikap amanah dan tegaknya keadilan
ditengah- tengah rakyatnya akan menjadi dalil
dan obat atas tiap kebencian itu. Bahkan rakyat
akan berbondong-bondong menjadi perisainya
hingga tidak ada tempat dan kawan bagi para
pendengkinya.
Berangkat dari filosofi di atas, bagi Harits,
rencana pemerintah mengajukan RUU KUHP
dengan memasukkan pasal penghinaan presiden
yang bersifat delik aduan yang sebelumnya masuk
delik umum adalah langkah tidak bijak.
“Kenapa seolah menjadi hal urgen untuk menjaga
wibawa dan wajah kekuasaan dibanding harus
fokus bekerja yang bisa melahirkan kecintaan
rakyat kepada pemimpinnya. Jika tidak ingin
dibenci dicaci bahkan dihina, maka jadilah
pemimpin yang adil, jangan khianat, jangan
menipu rakyat bahkan mendzalimi rakyat. Sehebat
apapun dan seadil apapun seorang pemimpin, ia
masih butuh orang lain untuk melihat kekurangan
dan kelemahan dirinya. Dan ia lebih
mengedepankan rasa mengayomi dan mendidik
dibanding hukuman dan ancaman kepada
rakyatnya,” terangnya.
Maka, masuknya pasal penghinaan presiden
dalam RUU KUHP yang diusung pemerintah
sangat berpotensi terjadinya "abuse of power".
Dan pengalaman masa Orde Baru sudah cukup
bagi rakyat Indonesia dan tidak perlu terulang
kembali.
“Jika hari ini RUU tersebut dipersoalkan dan
tahun sebelumnya tidak maka inilah realitas
politik, ia dinamis seiring dengan kesadaran politik
dan kecerdasan politik rakyat melihat satu
persoalan. Oleh karena itu, pemerintah tidak usah
memaksakan diri untuk sibuk menjaga wibawa
kekuasaan karena rakyat butuh keadilan. Dan jika
keadilan seperti yang diinginkan rakyat terealisir,
maka dengan sendirinya wibawa dan kharisma
kekuasaan akan inheren pada diri pemimpinnya.
Semoga para pemimpin sadar akan hal ini,”
harapnya.
sumber
Kalau panastak cukup dikasih nastak dan kobokan kaki dijamin sangat cinta

Polling
0 suara
Cintakah anda dgn presiden yg sekarang
0
10.5K
Kutip
180
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan