- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
OJK Digugat ke MK tak Sesuai UUD 1945: Akankah Nasibnya spt BP Migas? Dibubarkan!


TS
yantique
OJK Digugat ke MK tak Sesuai UUD 1945: Akankah Nasibnya spt BP Migas? Dibubarkan!
OJK Berharap MK Tolak Gugatan Terhadapnya
Rabu, 15 Oktober 2014, 12:38 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih menghadapi gugatan uji Undang-undang nomor 21 tahun 2011 yang diajukan oleh aktivis ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto berharap MK menolak gugatan dari semua pemohon.
Waluyanto mengatakan, adanya gugatan tersebut membuat OJK semakin terdorong untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “justru itu merupakan refleksi bagaimana OJK berperan,” ujar Waluyanto, Selasa (14/10) malam di HOTEL Cavinton, kepada wartawan seusai diskusi publik “Otoritsa Jasa Keuangan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menuju Industri Keuangan Nasional Yang Berdaya Saing”.
Menurut Waluyanto, gugatan tersebut juga membuat OK berupaya untuk meningkatkan konstitusi. Karena, kata Waluyanto, mandat yang diberikan oleh undang-undang sangat banyak. Saat ini, lanjut Waluyanto, para stakeholder termasuk perbankan menjalankan mandat tersebut.
Waluyanto menjelaskan, jika kehadiran OJK menjadi kebutuhan bagi industri keuangan maka semua akan mendukung OJK. Sebelumnya, beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa menggugat UU OJK ke MK. Para aktifis tersebut menilai secara konstitusional rujukan UU OJK pada UUD 1945 tidak jelas, karena tidak mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa.
http://nasional.republika.co.id/beri...an-terhadapnya
UU OJK digugat ke MK
Kamis, 27 Februari 2014 17:20 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomo Bangsa mendaftarkan pengujian Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Mahkamah Konstitusi.
"Secara konstitusional rujukan OJK tidak jelas di UUD 1945, mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, di mana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK (Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi serta lembaga keuangan lainnya) berasal dari turunan yang asimetris," kata salah satu pemohon Ahmad Suryono, usai mendaftarkan permohonan di MK Jakarta, Kamis.
Suryono mengatakan pada dasarnya OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.
Menurut dia, wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain adalah tidak sah karena Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut.
"Sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya sudah diatur dalam sejumlah UU, yang secara khusus mengatur sektor dimaksud berikut pengawasannya," tutur Suryono.
Dia juga mengatakan fungsi pengawasan dan pengaturan bank sebenarnya merupakan tugas Bank Indonesia karena telah dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 23D UUD 1945.
"Dengan demikian, Bank Indonesia lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank," ucap Suryono.
Selain itu, lanjutnya, asas independensi yang dimiliki OJK juga tidak memiliki dasar karena pasal yang mengatur sifat ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU OJK tidak memiliki rujukan.
"Jika konsideran yang dimaksud adalah Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, frasa independen tidak menemukan induknya," ungkapnya.
Untuk itu Suryono bersama dua pemohon lain yaitu Salamuddin Daeng dan Ahmad Irwandi Lubis meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945.
"Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, mereka meminta frasa tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan dalam Pasal 6 , Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus," ujarnya.
Pemohon juga mengajukan permohonan provisi, yakni putusan sela agar MK menonaktifkan OJK selama proses persidangan berjalan hingga putusan diberikan.
http://www.antaranews.com/berita/421...-digugat-ke-mk
Dasar konstitusional OJK digugat ke Mahkamah Konstitusi
Kamis, 27 Februari 2014 16:33
Merdeka.com - Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sistem pengawasan lembaga keuangan dinilai tidak memiliki dasar yang jelas. Penyebabnya, dasar hukum berdirinya lembaga ini yaitu Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tidak merujuk pada UUD 1945 bahkan cenderung bertentangan.
Atas hal itu, beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam permohonan tersebut, mereka mempertanyakan legalitas OJK dalam menjalankan kewenangan berupa pengaturan dan pengawasan.
"Secara konstitusional cantolan OJK juga tidak jelas di UUD 1945 mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, di mana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK (Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi serta lembaga keuangan lainnya) berasal dari turunan yang asimetris," ujar salah satu pemohon Ahmad Suryono usai mendaftarkan permohonan uji materi Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/2).
Suryono mengatakan, pada dasarnya OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank. Hal itu didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.
Sehingga, wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain adalah tidak sah. Sebab, menurut dia, Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut.
"Sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya sudah diatur dalam sejumlah UU, yang secara khusus mengatur sektor dimaksud berikut pengawasannya," kata Suryono.
Suryono menerangkan, fungsi pengawasan dan pengaturan bank sebenarnya merupakan tugas Bank Indonesia. Ini karena keberadaan Bank Indonesia dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 23D UUD 1945.
"Dengan demikian, Bank Indonesia lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank," ungkap Suryono.
Selain itu, terang Suryono, asas independensi yang dimiliki OJK juga tidak memiliki dasar. Sebab, menurut dia, pasal yang mengatur sifat ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU OJK tidak memiliki rujukan.
"Bahkan jika konsideran yang dimaksud adalah Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, frasa 'independen' tidak menemukan induknya," ucap dia.
Atas dasar itu, Suryono bersama dua pemohon lain yaitu Salamuddin Daeng dan Ahmad Irwandi Lubis meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945.
Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, mereka meminta frasa 'tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan' dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus.
Selain mengajukan petitum, para pemohon juga mengajukan permohonan putusan provisi (sela) yaitu MK menonaktifkan OJK selama proses persidangan berjalan hingga putusan diberikan. "Kemudian Bank Indonesia mengambil alih wewenang OJK untuk sementara waktu, serta kami meminta BPK mengaudit OJK," pungkas dia.
http://www.merdeka.com/uang/dasar-ko...onstitusi.html
OJK Digugat Bubar, DPR: Jangan Berpikiran Sempit
03 Mei 2014 11:12
Liputan6.com, Jakarta - Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mengugat pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kehadiran OJK dituding tak memberi manfaat dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Lalu apa tanggapan DPR sebagai lembaga pembentuk UU?
"Kalau cantolan UUD 1945, maka semua harus dibubarkan. KPK dan LPS juga harus dibubarkan. Sangat sempit sekali pikirannya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis dalam diskusi bertemakan 'Haruskah OJK Dibubarkan' di Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Harry menegaskan, kehadiran OJK merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang kemudian diamandemen dalam UU Nomor 3 Tahun 2004. Dalam regulasi tersebut ditegaskan pengawasan bank harus dipisahkan dari bank.
"Jadi kalau alasannya seperti itu ya tidak tepat. Bank Indonesia itu bagian dari UUD, sementara UU OJK merupakan turunan dari UU BI, jadi semuanya terkait," papar dia.
Dia juga menjelaskan, OJK lahir karena pemerintah menilai BI dianggap gagal mengawasi bank. Setelah peran pengawasan bank dilepas, BI kini lebih fokus ke kebijakan moneter dan inflasi.
"Penggugat tidak paham historis dari OJK dan kegagalan BI," terang dia.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi XI DPR Achasanul Qosasih. Dia menjelaskan, inti dari pembentukan OJK adalah memisahkan regulator dengan eksekutor. Sebelum ada OJK, BI bergerak seperti penguasa tunggal yang menjadi regulator dan eksekutor. Lalu meledaklah Bank Century akibat dari keputusan satu atap di sektor keuangan.
"Saat itu BI yang bikin aturan, dia yang ubah aturan, dia yang menghukum, dia yang memeriksa dan juga mengawasi. Nah ini berbahaya, makanya harus dipisah," tegasnya.
http://bisnis.liputan6.com/read/2044...pikiran-sempit
Pungutan Rutin OJK Mulai Beratkan dan Dikeluhkan oleh Industri Keuangan/Perbankan?
--------------------------------
Yaaa dibubarkan saja kalau malahan menghambat industri perbankan nasional (terutama dengan pungutannya yang dikenakan sebelum pajak itu, yang konon, itu cukup gede, bisa mencapai puluhan triliun rupiah). Apalagi layanan OJK ke industri perbankan nasional terkesan banyak 'mempersulit' perbankan dalam negeri, terutama yang kecil-kecil, sementara bila ada bank Asing yang datang dan masuk, terkesan begitu dimudahkan untuk beroperasi di suatu wilayah. Itu setidaknya yang gua dengar sendiri dari teman gua yang kebetuan jadi Komisaris sebuah Bank tentang layanan OJK selama ini di daerahnya

Rabu, 15 Oktober 2014, 12:38 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih menghadapi gugatan uji Undang-undang nomor 21 tahun 2011 yang diajukan oleh aktivis ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto berharap MK menolak gugatan dari semua pemohon.
Waluyanto mengatakan, adanya gugatan tersebut membuat OJK semakin terdorong untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “justru itu merupakan refleksi bagaimana OJK berperan,” ujar Waluyanto, Selasa (14/10) malam di HOTEL Cavinton, kepada wartawan seusai diskusi publik “Otoritsa Jasa Keuangan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menuju Industri Keuangan Nasional Yang Berdaya Saing”.
Menurut Waluyanto, gugatan tersebut juga membuat OK berupaya untuk meningkatkan konstitusi. Karena, kata Waluyanto, mandat yang diberikan oleh undang-undang sangat banyak. Saat ini, lanjut Waluyanto, para stakeholder termasuk perbankan menjalankan mandat tersebut.
Waluyanto menjelaskan, jika kehadiran OJK menjadi kebutuhan bagi industri keuangan maka semua akan mendukung OJK. Sebelumnya, beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa menggugat UU OJK ke MK. Para aktifis tersebut menilai secara konstitusional rujukan UU OJK pada UUD 1945 tidak jelas, karena tidak mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa.
http://nasional.republika.co.id/beri...an-terhadapnya
UU OJK digugat ke MK
Kamis, 27 Februari 2014 17:20 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomo Bangsa mendaftarkan pengujian Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Mahkamah Konstitusi.
"Secara konstitusional rujukan OJK tidak jelas di UUD 1945, mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, di mana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK (Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi serta lembaga keuangan lainnya) berasal dari turunan yang asimetris," kata salah satu pemohon Ahmad Suryono, usai mendaftarkan permohonan di MK Jakarta, Kamis.
Suryono mengatakan pada dasarnya OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.
Menurut dia, wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain adalah tidak sah karena Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut.
"Sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya sudah diatur dalam sejumlah UU, yang secara khusus mengatur sektor dimaksud berikut pengawasannya," tutur Suryono.
Dia juga mengatakan fungsi pengawasan dan pengaturan bank sebenarnya merupakan tugas Bank Indonesia karena telah dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 23D UUD 1945.
"Dengan demikian, Bank Indonesia lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank," ucap Suryono.
Selain itu, lanjutnya, asas independensi yang dimiliki OJK juga tidak memiliki dasar karena pasal yang mengatur sifat ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU OJK tidak memiliki rujukan.
"Jika konsideran yang dimaksud adalah Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, frasa independen tidak menemukan induknya," ungkapnya.
Untuk itu Suryono bersama dua pemohon lain yaitu Salamuddin Daeng dan Ahmad Irwandi Lubis meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945.
"Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, mereka meminta frasa tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan dalam Pasal 6 , Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus," ujarnya.
Pemohon juga mengajukan permohonan provisi, yakni putusan sela agar MK menonaktifkan OJK selama proses persidangan berjalan hingga putusan diberikan.
http://www.antaranews.com/berita/421...-digugat-ke-mk
Dasar konstitusional OJK digugat ke Mahkamah Konstitusi
Kamis, 27 Februari 2014 16:33
Merdeka.com - Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sistem pengawasan lembaga keuangan dinilai tidak memiliki dasar yang jelas. Penyebabnya, dasar hukum berdirinya lembaga ini yaitu Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tidak merujuk pada UUD 1945 bahkan cenderung bertentangan.
Atas hal itu, beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam permohonan tersebut, mereka mempertanyakan legalitas OJK dalam menjalankan kewenangan berupa pengaturan dan pengawasan.
"Secara konstitusional cantolan OJK juga tidak jelas di UUD 1945 mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, di mana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK (Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi serta lembaga keuangan lainnya) berasal dari turunan yang asimetris," ujar salah satu pemohon Ahmad Suryono usai mendaftarkan permohonan uji materi Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/2).
Suryono mengatakan, pada dasarnya OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank. Hal itu didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.
Sehingga, wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain adalah tidak sah. Sebab, menurut dia, Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut.
"Sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya sudah diatur dalam sejumlah UU, yang secara khusus mengatur sektor dimaksud berikut pengawasannya," kata Suryono.
Suryono menerangkan, fungsi pengawasan dan pengaturan bank sebenarnya merupakan tugas Bank Indonesia. Ini karena keberadaan Bank Indonesia dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 23D UUD 1945.
"Dengan demikian, Bank Indonesia lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank," ungkap Suryono.
Selain itu, terang Suryono, asas independensi yang dimiliki OJK juga tidak memiliki dasar. Sebab, menurut dia, pasal yang mengatur sifat ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU OJK tidak memiliki rujukan.
"Bahkan jika konsideran yang dimaksud adalah Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, frasa 'independen' tidak menemukan induknya," ucap dia.
Atas dasar itu, Suryono bersama dua pemohon lain yaitu Salamuddin Daeng dan Ahmad Irwandi Lubis meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945.
Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, mereka meminta frasa 'tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan' dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus.
Selain mengajukan petitum, para pemohon juga mengajukan permohonan putusan provisi (sela) yaitu MK menonaktifkan OJK selama proses persidangan berjalan hingga putusan diberikan. "Kemudian Bank Indonesia mengambil alih wewenang OJK untuk sementara waktu, serta kami meminta BPK mengaudit OJK," pungkas dia.
http://www.merdeka.com/uang/dasar-ko...onstitusi.html
OJK Digugat Bubar, DPR: Jangan Berpikiran Sempit
03 Mei 2014 11:12
Liputan6.com, Jakarta - Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mengugat pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kehadiran OJK dituding tak memberi manfaat dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Lalu apa tanggapan DPR sebagai lembaga pembentuk UU?
"Kalau cantolan UUD 1945, maka semua harus dibubarkan. KPK dan LPS juga harus dibubarkan. Sangat sempit sekali pikirannya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis dalam diskusi bertemakan 'Haruskah OJK Dibubarkan' di Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Harry menegaskan, kehadiran OJK merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang kemudian diamandemen dalam UU Nomor 3 Tahun 2004. Dalam regulasi tersebut ditegaskan pengawasan bank harus dipisahkan dari bank.
"Jadi kalau alasannya seperti itu ya tidak tepat. Bank Indonesia itu bagian dari UUD, sementara UU OJK merupakan turunan dari UU BI, jadi semuanya terkait," papar dia.
Dia juga menjelaskan, OJK lahir karena pemerintah menilai BI dianggap gagal mengawasi bank. Setelah peran pengawasan bank dilepas, BI kini lebih fokus ke kebijakan moneter dan inflasi.
"Penggugat tidak paham historis dari OJK dan kegagalan BI," terang dia.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi XI DPR Achasanul Qosasih. Dia menjelaskan, inti dari pembentukan OJK adalah memisahkan regulator dengan eksekutor. Sebelum ada OJK, BI bergerak seperti penguasa tunggal yang menjadi regulator dan eksekutor. Lalu meledaklah Bank Century akibat dari keputusan satu atap di sektor keuangan.
"Saat itu BI yang bikin aturan, dia yang ubah aturan, dia yang menghukum, dia yang memeriksa dan juga mengawasi. Nah ini berbahaya, makanya harus dipisah," tegasnya.
http://bisnis.liputan6.com/read/2044...pikiran-sempit
Pungutan Rutin OJK Mulai Beratkan dan Dikeluhkan oleh Industri Keuangan/Perbankan?
Quote:
--------------------------------
Yaaa dibubarkan saja kalau malahan menghambat industri perbankan nasional (terutama dengan pungutannya yang dikenakan sebelum pajak itu, yang konon, itu cukup gede, bisa mencapai puluhan triliun rupiah). Apalagi layanan OJK ke industri perbankan nasional terkesan banyak 'mempersulit' perbankan dalam negeri, terutama yang kecil-kecil, sementara bila ada bank Asing yang datang dan masuk, terkesan begitu dimudahkan untuk beroperasi di suatu wilayah. Itu setidaknya yang gua dengar sendiri dari teman gua yang kebetuan jadi Komisaris sebuah Bank tentang layanan OJK selama ini di daerahnya

Diubah oleh yantique 15-10-2014 13:11
0
5.4K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan