Kaskus

News

ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Mbah Moen: Kembalikan NU ke Timur (Tebu Ireng). Jangan DIkuasai kubu Barat (Liberal?)
Mbah Moen: Kembalikan NU ke Timur
01 AGS 2015

Mbah Moen: Kembalikan NU ke Timur (Tebu Ireng). Jangan DIkuasai kubu Barat (Liberal?)
KH Maimoen Zubair (Mbah Moen). Foto: Antara

Rimanews - Tokoh sepuh Nahdatul Ulama (NU), KH Maimoen Zubair, berharap agar NU kembali dipimpin oleh keturunan langsung pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia itu.

Menurut Mbah Moen, sapaan akrabnya, NU harus dikembalikan ke asalnya yaitu Pondok Tebu Ireng agar tidak hilang. Pernyataan Mba Moen tersebut disampaikan langsung kepada KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) sebelum muktamar yang dibuka hari ini.

“Kembalikan NU ke Timur, agar NU tak hilang,” kata Mbah Maimoen kepada wartawan, Sabtu (1/08/2015).

Mbah Moen menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa dirinya mendukung Gus Solah, antara lain, PBNU kini kurang bisa meneruskan ide Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Selain itu, PBNU kini sulit diarahkan karena ada orang-orang seperti Ulil Abshar Abdalla yang mengilhami Jaringan Islam Liberal dan Islam Nusantara.

"Hal demikian ini yang secara tidak langsung memecah NU secara internal," tambahnya.

Menurut Kyai sepuh tersebut, NU saat ini menghadapi tantangan yang tidak ringan yaitu bagaimana untuk tetap menjadikan NU sejalan dengan gagasan pendirinya KH Hasyim Asy’ari.

Kemantapan NU berjalan di manhaj akan semakin kokoh bila dipimpin oleh sosok yang tepat seperti KH Salahudin Wahid sebagai generasi garis langsung dari pendiri NU.
http://nasional.rimanews.com/peristi...an-NU-ke-Timur


Kedok Tokoh Liberal NU
1 Jan 2012

oleh Dr. H. R. Taufiqurrochman, MA

Mbah Moen: Kembalikan NU ke Timur (Tebu Ireng). Jangan DIkuasai kubu Barat (Liberal?)

Beberapa hari ini, atas himbauan guru, saya membaca sebuah buku berjudul "Membongkar Kedok Liberal Tokoh-Tokoh NU" karya KH Muhammad Najih Maimoen. Melihat judulnya saja, saya atau mungkin orang lain khususnya para nahdiyyin, akan terkejut dan bertanya-tanya: Benarkah "madzhab liberalisme" telah menjangkiti tokoh-tokoh NU? Jika benar, lalu siapa saja mereka? Yang terpenting lagi, kira-kira apa dampaknya bagi umat Islam, terutama warga NU?

Masih banyak lagi yang perlu dipertanyakan seputar isi buku tersebut. Pada awalnya, saya mengira, mungkin saja buku ini bertendensi provokatif, mengingat lahirnya buku ini berhubungan dengan pemilihan calon Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU ke-32 di Makassar Sulawesi Selatan yang lalu. Akan tetapi ternyata, data dan fakta yang diungkap di buku tersebut merupakan hasil penelitian, pengamatan dan olah dokumen yang terkumpul sejak lama. Artinya, benih-benih liberalisme itu telah bersemayam jauh sebelum adanya ranah politik dan kepentingan kekuasaan.

Semoga saja, penulis buku ini hanya bertujuan untuk "mengingatkan" akan bahaya liberalisme sehingga isi buku ini tidak disalah pahami. Buku ini seakan menjadi “warning” bagi para pemimpin dan umat Islam agar sadar akan bahaya racun pemikiran liberalisme yang diyakini dapat merusak akidah Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Bagi para pemikir atau tokoh yang ada di pucuk pimpinan, boleh jadi aksi “tebar wacana” menjadi hal lumrah supaya pola pikir menjadi maju, progressif dan kritis. Namun tidak bagi kalangan awam dan masyarakat di akar rumput. Mereka yang “bermakmum” kepada kiai dan ulama, akan terasa diombang-ambingkan oleh pemikiran dan akidah “model baru” yang sebelumnya tidak mereka temukan pada ulama-ulama terdahulu.

Bagi saya pribadi, yang justru mengejutkan dari isi buku ini adalah dicatutnya para tokoh NU yang jumlahnya mencapai 25 orang. Sungguh mengejutkan, apalagi di antara mereka muncul nama-nama baru yang sebelumnya tidak dianggap liberal. Lain halnya seperti Gus Dur, Ulil Abshar Abdalla, Said Aqil Siradj, Masdar Farid Mas’udi atau M. Luthfi As-Syaukani. Mereka memang tokoh kontroversial yang lahir ke permukaan karena pikirannya yang “nyeleneh” sehingga jelas, jika bicara tentang liberalisme dan pluralisme, nama-nama itu tidak pernah absen.

Ternyata, selain mereka, masih ada tokoh-tokoh lain yang disebut penulis sebagai bagian dari tokoh liberal di tubuh NU. Di antaranya, Salahuddin Wahid, Ahmad Bagja, Mustofa Bisri, Abdul Muqsith Ghozali, Husein Muhammad, Nasaruddin Umar, Alwi Abdurrahman Syihab, Abdul A’la, Ahmad Sahal, M. Jadul Maula, Fathimah Utsman, Hamid Basyaib, Sumantho Al-Qurthuby, Zuhairi Miswari, Mun’im A. Siry, Nong Darol Mahmada, Zainun Kamal, Taufiq Adnan Kamal, Saiful Muzani dan Ihsan Ali Fauzi.

Disebutnya tokoh-tokoh NU itu sebagai kaum liberal, tidak lepas dari pernyataan dan pemikiran mereka yang dinilai penulis buku ini terlibat dengan Jaringan Islam Leberal (JIL), melindungi aliran Syi’ah, menolak formalisasi Syariat Islam, membela aliran sesat seperti Ahmadiyah dan sebagainya. Pada akhirnya, buku ini berkesimpulan bahwa NU yang ada di bawah bayang tokoh-tokoh liberal, sudah melenceng jauh dari Qonun Asasi yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari. Sebab, mereka itu –menurut penulis- sudah menjadi agen-agen orientalis barat yang hendak menghancurkan akidah dan keimanan umat Islam.

Benarkah demikian? Wallahu A’lam. Sebab, boleh jadi hal ini hanyalah “ignorence of Islam” atau kesalah pahaman dalam memahami Islam. Atau dengan kata lain, kurangnya komunikasi antara pihak-pihak yang berperan sebagai elit NU dengan kalangan NU Garis Keras dalam menyikapi persoalan bangsa dan umat yang memang sangat kompleks sehingga terjadi salah penafsiran. Akibatnya, kontroversi yang ada di kalangan para ulama atau pemimpin umat, jelas akan membingungkan umat. Bisa-bisa, karena fanatisme ketokohan, lalu terjadi perpecahan di antara umat itu sendiri. Inilah yang sesungguhnya berbahaya.

Indonesia yang bhinneka ini memang sangat rentan untuk dipecah belah, entah oleh siapa dan untuk apa. Adanya berbagai ragam agama, sekte, kepercayaan, ras, bahasa, suku, ormas dan sebagainya itu adalah sasaran empuk untuk memporak-porandakan Indonesia, termasuk juga NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, bahkan juga di dunia.

(Book Review: Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal Dalam Tubuh NU. Penulis: KH MUhammad Najih Maimoen. Penerbit: Toko Kitab Al-Anwar Sarang Rembang bekerja sama dengan Majlis Khair. Tahun: 2011)
http://www.taufiq.net/2012/01/kedok-...iberal-nu.html


Mayoritas PWNU Tolak Pemaksaan Konsep AHWA untuk Pilih Rais Aam Syuriah
Kamis, 30 Juli 2015 , 19:41:00

JAKARTA - Jelang pelaksanaan muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke -33 di Jombang, Jawa Timur pada awal Agustus mendatang, penolakan atas konsep ahlul halli wal aqdi (AHWA) untuk memilih rais aam syuriah semakin santer. Kini, 29 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) kompak menolak penerapan sistem AHWA untuk memilih posisi tertinggi di organisasi kaum nahdliyin itu.

Menurut Rois Syuriyah PWNU Sulawesi Tengah, KH Jamaluddin Maryajang, ada upaya untuk memaksakan konsep AHWA dalam pemilihan rois aam syuriah. Ia mengungkapkan, pemaksaan itu terlihat dengan adanya permintaan dari panitia muktamar ke pengurus wilayah (PWNU) dan pengurus cabang (PCNU) agar menyerahkan nama calon anggota AHWA saat registrasi muktamar. “Ini jelas bentuk pemaksaan kehendak yang wajib tidak kita ikuti,” kata Jamaluddin melalui siaran pers ke media, Kamis (30/7).

Karenanya, 29 PWNU dalam pertemuan sekaligus halal bi halal baru-baru ini sepakat untuk menolak pemaksaan penerapan AHWA. Sebab, keputusan sepihak itu menyalahi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) NU. “Jadi kita sepakat menolaknya,” tandasnya.

Terkait penolakan AHWA, kini juga beredar surat dari PWNU Jawa Tengah kepada seluruh PCNU di provinsi yang beribu kota di Semarang itu. Isi surat yang ditandatangani Rois Syuriah PWNU Jateng KH. Ubaidullah Shodaqoh, Katib Syuriyyah KH. Ahmad Sya’roni, KetuaTanfidziyyah H. Abu Hafsin dan Sekretaris H. Muhammad Arja itu adalah penolakan atas konsep AHWA yang tidak berdasar karena tidak diputuskan oleh muktamar sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi.

Rois Syuriah PWNU Bengkulu, KH. Abdul Munir menilai penerapan sistem AHWA itu merupakan bentuk rekayasa panitia muktamar yang sarat dengan kepentingan. “Jadi harus ditolak katena tidak memiliki dasar yang sesuai dengan mekanisme organisasi NU,” ucapnya.

Seperti diketahui, keputusan penerapan sistem AHWA itu merupakan kesepakatan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU pada pertengahan Juni lalu.

Berdasarkan kesepakatan itu, AHWA terdiri dari sembilan orang dalam muktamar nanti. Saat muktamar, setiap PWNU dan PCNU dari seluruh Indonesia mengusulkan 9 nama yang akan duduk di ahlul halli wal aqdi.

Selanjutnya, nama-nama yang masuk berdasarkan usulan PWNU dan PCNU itu akan dibuat peringkatnya. Sembilan nama dengan tingkat dukungan terbanyak akan dipilih untuk duduk di AHWA.

Nantinya, AHWA akan bermusyawarah untuk memilih rais aam syuriah. Setiap anggota AHWA juga memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai rais aam syuriah. Namun, AHWA juga dimungkinkan memilih nama di luar mereka sebagai rais aam syuriah
http://www.jpnn.com/read/2015/07/30/...s-Aam-Syuriah-

------------------------------

NU Nusantara vs NU-Libs ... emoticon-Big Grin
0
13.4K
32
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan